Ibu adalah orang yang paling aman dari paparan hoaks (berita
bohong), kuncinya satu karena beliau tidak menggunakan smartphone juga jarang
ngerumpi. HP yang ibu gunakan hanyalah Nokia monokrom yang digunakan untuk
menerima dan menelepon. Jadi otomatis ibu tidak pernah membaca berita online
yang terus mengupdate berita sensasi, tidak punya WA apalagi grup WA yang penuh
dengan informasi anonim, tidak tahu apa itu tweeter, facebook, apalagi
instagram.
Bukan berarti anak-anak tidak mampu membelikan HP super
canggih, kami punya komitmen agar diusia 72 tahun, ibu tidak terpapar beban
pikiran informasi sesat yang memang bukan porsinya orang tua kita pikirkan.
Biarlah ibu menikmati hari tuanya dengan aneka ibadah, beramal sosial, membersamai
cucu, memberi makan ikan dan ayam-ayam kampung dipelataran rumah.
Bukan berarti ibu ketinggalan berita entah itu politik,
ekonomi, hukum, hingga infotainment. Ibu mengikuti semuanya melalui TV namun
beliau tidak memamahnya dengan Baper, melainkan hanya menjadikan sebagai
informasi semata, yang jika menurut ibu penting maka akan mengkonfirmasi
kebenaran kepada anak-anaknya. Karena ibu telah menyekolahkan anak-anaknya,
maka ibu menjadikan jawaban anak-anak sebagai informasi A1. Dan tentunya
sebagai adab anak kepada orang tua, jawaban yang disampaikan kepada ibu adalah
jawaban yang meringankan, tidak membuat beban pikiran ibu. Karena bagaimanapun
bagi kami tidak penting berita sensasional aplagi ditambahi bumbu kita transfer
pada orang tua, biarlah orang tua kita mengisi masa tua dengan damai, karena
keletihan pikiran sudah mereka lewati dimasa muda.
Sebetulnya HP canggih dengan segala aplikasi adalah sumber
dari segala polusi pikiran, Berita online apalagi WA dan grupnya, facebook,
tweeter dan instagram adalah sumber kekacauan pikiran kita. Otak kita sudah
tidak bekerja sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi), tanpa sadar
bekerja sering tidak tuntas, yang ada hanyalah nge-share informasi yang lebih
banyak tidak jelasnya ke aneka grup WA, facebook, tweeter, instagram dan
sepanjang hari hanya membalas-balasnya dengan jidat kian mengerut.
Diskusi-diskusi
dengan rekan sepekerjaan sudah jauh bergeser tidak lagi membahas topik pekerjaan,
melainkan hal ihwal politik yang jauh dari kepakaran kita tapi merasa paling
tahu dan paling benar. Terkadang ada yang aneh dengan diri kita di era internet
ini, kita sering mengambil job pekerjaan orang lain tanpa dibayar dengan
menjadi politisi, ustad, bahkan dokter dadakan dengan bekal google atau berita
online.
Sebetulnya beban pikiran kita atas pekerjaan, keluarga dan
segenap persoalan yang mengikuti sudah lebih dari cukup. Untuk menjaga
penambahan beban sedang daya terbatas, Saya mengambil langkah mengingatkan grup
WA jika yang dibahas sudah keluar dari kebutuhan pendirian grup, keluar dari
grup WA alumni ini itu jika isinya makin gak karuan, memblokir teman di
facebook jika yang di share sudah kebangetan, dan membaca berita online sebatas
informasi tanpa Baper. Toh aneka reaksi kita atas sebuah ketidaksepakatan pada
akhirnya tidak menjadi apa-apa karena memang bukan Tupoksi kita. Imajinasi kita
saja seakan-akan jika kita nge-share bakal jadi pahlawan, padahal hanya
buang-buang daya saja.
Apasih inti tulisan ini kok makin gak nyambung…
kesimpulannya, kalau masih kuat iman, sanggup memproteksi aneka polusi dan
tahan Baper lanjutkan pake smartphone, kalau iman melemah dan kian tergerogoti
polusi pakailah HP monokrom.***