Entah kali keberapa, jika
kebetulan shalat Magrib di Mushala belakang rumah, terparkir sepeda dengan panci
siomai diatasnya. Kebetulan ketika tadi langkah kaki sampai ke teras magrib, Bapak
tua tukang siomai juga tiba, sempat saya perhatikan, Bapak tersebut mengeleurkan
sebungkus plastik hitam dari kotak disamping pancinya, saya tidak tahu entah
apa yang beliau keluarkan. Karena sudah komat, saya beranjak mengikuti shalat jamaah.
Setelah salam, di shaf paling
ujung Bapak tukang siomai nampak menjadi masbuk, dengan pakaian yang telah berganti,
mengenakan peci rajut, baju koko, dan sarung, nampak khusyu menghadap-Nya. Tanpa
sadar saya mematut-matut diri, melihat pakaian yang saya kenakan saat shalat,
rupanya baju yang saya pakai untuk shalat masih sama dengan baju yang saya
pakai sepulang bekerja, jauh dibanding pakaian yang dikenakan tukang siomai. Rupanya
beliau jauh memuliakan Rabbnya, dengan mengganti pakaian jualan siomai yang
mungkin terkotori percikan air hujan dan kotoran jalanan.
Setelah shalat, sengaja saya
hampiri “ Masi ada siomainya Pak?”, sambil membuka peci dan mengganti pakian
shalat dengan kostum jualan siomainya beliau menjawab “ Masih banyak pak, apalagi
sejak tadi jam 4 saya keluar turun hujan”, beliau menjawab sambil menyunggingkan
senyum. Akhirnya saya minta dibungkus satu plastik siomai, dan memang ketika panci
dibuka, terlihat siomai yang masih menggunung.
Sambil berjalan pulang dari
mushala, saya sedikit berpikir… Mungkin
dihadapan Allah tukang siomai ini dianugerahkan kemuliaan luar biasa dibanding
siapapun, shalat tepat pada waktunya, mengenakan pakaian terbaiknya saat
shalat, tetap menyunggingkan senyum tanda syukur walaupun siomai jualannya
masih menggunung. Beliau Nampak tidak khawatir dengan rizq yang Allah tetapkan.
Berbeda dengan saya yang masih menunda
shalat, mengenakan pakaian sekenanya, tidak mengusahakan mengenakan pakaian
terbaik, padahal bertumpuk di lemari. Walaupun sudah ada rizq bulanan masih
berkeluh kesah, jauh dari rasa dan sikap syukur.
Nampak dari kejauhan Bapak penjual
siomai mengembangkan payungnya, melinting celana dibawah lutut, mungkin supaya
tidak terkana tempias hujan, dan mulai menggoes sepeda siomainya sambil
membunyikan kincringan…
Terimakasih Pak atas beberapa
menit yang sarat makna… ***