Diberdayakan oleh Blogger.

Belajar Menjadi Orang Tua


posted by rahmatullah on

No comments




Ini hanya soal putaran waktu, karena pada saatnya kita akan menjadi orang tua. Namun kalau dipikirkan menjalankan peran orang tua bukan main beratnya. Kita yang saat ini diamanahkan anak, entah itu masih bayi maupun beranjak dewasa, akan merasakan takjub pada apa yang telah dilakukan ayah dan ibu kita dengan segala kesabaran, pengorbanan dan perjuangan mereka masa lalu.

Saat ini saya diamanahkan anak, aiman (6 tahun), aisyah (3 tahun) dan isteri sedang mengandung insyAllah anak ke-3. Kadang saya bermenung rupanya menjadi orang tua gak bisa asal, gak begitu saja, gak juga bisa pake prinsip air mengalir atau apa adanya. Omong kosong jika kita mau keturunanan menjadi anak yang soleh, pinter, disiplin, hafiz, berbakti, rajin menabung dan segala mimpi setinggi langit hanya dengan ilmu ujug-ujug. Rupanya membutuhkan seni dan ilmu menjadi orang tua yang sangat banyak. Ilmu tersebut idealnya kita dapatkan sebelum menikah, bukan setelah menikah baru kepikiran seperti saya ini.

Rupanya model saya yang pas-pasan dengan ‘ilmu orang tua’ kian hari kian terasakan beratnya 'membesarkan' anak. Berharap anak menjadi soleh, toh solat saya juga masih telat-telat, jarang berjamaah, sholat sunah males-malesan, qiyamul lail juga boro-boro. Ngarep anak hafiz 30 juz, ngapal juz 30 saja belum kelar-kelar. Ngarep anak disiplin, saya paling sering gak tepat waktu. Apalagi ngarep anak juara kelas, dia belajar saya jojong main HP. 

Semua butuh ilmu, dan jikalau saat ini kita sudah 'terlanjur' menjadi orang tua, maka kita yang harus melakukan revolusi mental atas diri kita agar anak anggun kepribadiannya dan berakhlak mulia, revolusi gaya ibadah kita agar anak punya prototype soleh itu seperti bapak ibunya, revolusi pekerjaan dan pendapatan agar anak mudah tercukupi kebutuhannya hingga terwujud cita-citanya.

Bagaimanapun saat ini cermin yang terdekat pada anak adalah orang tuanya. Maka omong kosong jika kita berharap banyak pada anak, sedangkan tidak ada yang bisa diharapkan anak pada sosok orang tuanya. 

Ilmu lain mengenai getaran hati, ilmu ini ternyata lebih tinggi dan dalam lagi jika kita mau memaknai. Mulai sekarang buang jauh-jauh segala penyakit hati dan aneka jenis kenakalan. Jikalau kita hanya menyuruh-nyuruh anak, tanpa membersamai entah itu dalam hal ibadah, saat belajar, saat membereskan rumah, yakin anak gak akan menjadi sesuai harapan kita, karena frekuensi batinnya gak sama. Maka jika anak berperangai berhati keras, menentang orang tua, sulit diajak berbuat baik, maka raba hati kita karena mungkin ada perilaku kita yang kurang pantas atau sumber rizki yang kurang halal sehingga berefleksi pada perangai anak. Terkadang dalam berumah tangga kita bermain sinetron memainkan peran menjadi orang tua super ideal, super soleh padahal belangnya gak karu-karuan di luar rumah, maka sudah pasti akan tertolak dengan batin anak. Bagaimanapun anak adalah buah hati, yang sebagian hatinya datang dari orang tua, frekuensi batinnya akan sejalan atau bertolak seiring dengan suasana batin orang tuanya.

Namun memang anak adalah Kuasa Allah, berbagai fenomena anak-anak tumbuh menjadi soleh, dan sukses berangkat dari ketidakhadiran sosok orang tua, keluarga yang ideal, terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Mungkin sumbernya adalah kekuatan doa diantara orang tua yang menggetarkan langit.

Sebetulnya ini refleksi saya atas kelemahan ilmu dalam membersamai anak umur 6 tahun dan 3 tahun, rupanya menjadi orang tua tidak bisa pas-pasan, apalagi kian bertambah umur anak, maka butuh ilmu yang lebih kompleks lagi agar apa yang kita harapkan pada keturunan tercapai.

Semoga sedikit curhat ini bermanfaat bagi yang belum atau akan menjadi orang tua… Yang utama dapatkan dulu ilmunya, amalkan dan jadilah orang tua hqq sebagaimana orang-orang tua kita terdahulu.

“Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu akan ditanya tentang kepemimpinanmu. Orang laki-laki (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Isteri adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. (HR Bukhari juz 1, hal. 215).***


Leave a Reply

Sketsa