Diberdayakan oleh Blogger.

STAGNASI KEMISKINAN PEDESAAN


posted by rahmatullah on

No comments


Ketika membaca Buku Merancang Model Pengembangan Masyarakat Pedesaan Dengan Pendekatan System Dynamics yang ditulis oleh Dr. Risma F Sitompul, pada akhirnya saya menemukan point, mengapa terjadinya stagnasi kemiskinan pada sektor pertanian di Indonesia, istilah sederhananya adalah sangat sulit jika petani di Indonesia bisa naik kelas, minimal menjadi kelas menengah sebagaimana di Brazil, Thailand ataupun Vietnam.
Sebagaimana data yang dikemukakan Dr. Risma F Sitompul, bahwa sebagian terbesar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan. Meskipun persentasinya dari tahun ke tahun cenderung menurun, tetapi secara absolut jumlahnya masih terus meningkat. Menurut hasil sensus penduduk tahun 1980, jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan sebanyak 115 juta jiwa atau 78 % dari jumlah penduduk Indonesia seluruhnya. Pada tahun 1990, jumlah penduduk yang tingggal di pedesaan sebesar 124 jiwa dengan persentase terhadap penduduk Indonesia menurun menjadi 69 %. Berdasarkan pertumbuhan ini, maka pada akhir periode Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II) Persentase penduduk yang tinggal di pedesaan di proyeksikan masih 48 %. Melihat kecendrungan data ini, penduduk yang tinggal di pedesaan dari tahun 1980-1990 sudah berkurang sebanyak 9 %, dan diperkirakan akan terus berkurang pada tahun-tahun berikutnya, dikarenakan sektor pertanian sudah tidak bisa diharapkan lagi dalam menopang perekonomian masyarakat.
Salah satu ciri wilayah pedesaan adalah sebagian besar penduduknya hidup dari sektor petanian (termasuk di dalamnya peternakan, perkebunan dan perikanan). Sebagaimana umumnya yang terjadi di negara berkembang, penduduk yang menggantungkan diri pada sektor pertanian ini merupakan bagian penduduk yang berpendapatan rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai tambah sektor pertanian yang relatif kecil apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk di sektor non pertanian.
Dari total penduduk sektor pertanian yang berjumlah 54 % dari penduduk Indonesia pada tahun 1993, nilai tambah yang dihasilkan adalah 18,5 % dari keluaran total pada tahun yang sama (BPS, 1995). Fakta ini menunjukkan bahwa hanya seperlima pendapatan total yang diterima oleh seluruh penduduk dari sektor pertanian yang berjumlah lebih dari setengah penduduk Indonesia. Walaupun secar nominal pendapatan rata-rata penduduk di sektor pertanian meningkat, namun pendapatan penduduk di sektor non pertanian jauh lebih banyak peningkatannya. Hal ini mengakibatkan kesenjangan pendapatan antara sektor pertanian dan non pertanian yang semakin lebar dan terjadinya marginalisasi sektor pertanian. (Merancang Model Pengembangan Masyarakat Pedesaan Dengan Pendekatan System Dynamics, LIPI 2009)
Kesenjangan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian ini mengakibatkan adanya kecendrungan pada tenaga kerja sektor pertanian untuk berpindah ke sektor non pertanian sehingga mendorong terjadinya migrasi dari desa ke kota. Dengan demikian, kesenjangan pendapatan antara sektor pertanian dan non pertanian secara langsung mengakibatkan tingkat penganggguran yang tinggi di perkotaan.
Jika kita cermat memetik informasi diatas bahwa permasalahan di Indonesia dan negara berkembang pada umumnya adalah pembangunan yang dijadikan fokus pemerintah telah mengakibatkan kesenjangan pendapatan antara sektor pertanian dan non pertanian yang semakin besar, yang berdampak pada marginalisasi sektor pertanian. Terlebih pertanian di Indonesia tidak di dorong untuk melakukan transfer teknologi dan perubahan lainnya kearah peningkatan kualitas produksi. Sebagai indikator, sebagian besar tidak ada alih teknologi dalam pertanian di Indonesia, sehingga hasil pertanian hanyalah subsisten, bukan untuk meningkatkan penghasilan. Disisi lain pembangunan yang dicanangkan pemerintah semakin mempersempit area pertanian di Indonesia, sehingga muncul dua hal pokok, yaitu tidak adanya penguatan pada kualitas dan kuantitas produksi dan semakin sempitnya area pertanian. Oleh karena itu Indonesia tertinggal jauh dari Thailand dan Vietnam yang orientasi pertaniannya adalah nilai tambah ekonomis, sehingga bisa melakukan ekspor ke Indonesia.
Masalah lainnya adalah kesenjangan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian ini mengakibatkan perpindahan tenaga kerja sektor pertanian untuk berpindah ke sektor non pertanian. Hal ini adalah fenomena pada umumnya yang terjadi di pulau Jawa, dimana ketika masyarakat merasakan bahwa sektor pertanian walaupun sudah bekerja keras tidak bisa diandalkan untuk menopang dan meningkatkan kualitas hidup, maka mereka mencari sektor lain yang memang bisa diandalkan, dalam hal ini sektor di luar pertanian. Dampak normatif yang ditimbulkan adalah mereka memilih migrasi ke kota, dengan harapan bisa meningkatkan kualitas hidup walaupun tidak ditunjang oleh aspek pendidikan yang layak, sehingga di kota mereka mengisi sektor informal yang pada akhirnya migrasi tanpa keahlian mengakibatkan tingkat penganggguran yang tinggi di perkotaan, dan tentunya memunculkan persoalan baru di perkotaan.
Pada dasarnya Inti masalah meluasnya kemiskinan di Indonesia adalah pertumbuhan yang timpang, perkembangan penduduk yang meningkat cepat, dan semakin bertambahnya pengangguran yang berawal dari stagnasi dan kemunduran ekonomi di wilayah pedesaan. Jadi jika pembangunan akan dilaksanakan dan dijadikan upaya untuk meningkatkan taraf hidup mereka, maka pembangunan harus dimulai dari wilayah pedesaan, khususnya sektor pertanian.***

Leave a Reply

Sketsa