Diberdayakan oleh Blogger.

Interaksionisme Simbolik Pada Kasus Kerusuhan Etnis Di Sampit


posted by rahmatullah on

1 comment


Abstrak
Kasus kerusuhan Sampit merupakan konflik antara Etnis Dayak dan Etnis Madura. Berdasarkan laporan Buku Merah: Konflik Etnis Sampit, Kronologi Kesepakatan dan Aspirasi, yang dikeluarkan oleh Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak dan Daerah Kalimantan Tengah (LMMDDKT), dikemukakan bahwa kerusuhan yang terjadi di sampit merupakan rangkaian peristiwa kerusuhan yang sudah 15 (lima belas) kali terjadi antara kedua etnis sejak tahun 1972 dan puncaknya adalah kerusuhan sampit itu sendiri.
Pada dasarnya kerusuhan bermula dari peristiwa kecil antar individu, seperti pada tahun 1972 di Palangkaraya, seorang gadis dayak digodai dan diperkosa, kejadian tersebut diselesaikan dengan mengadakan perdamaian menurut hukum adat. Pada tahun 1982, terjadi pembunuhan oleh Orang Madura terhadap seorang Suku Dayak, pelakunya tidak tertangkap, pengusutan dan penyelesaian hukum tidak ada. Sebagaimana catatan LMMDDKT, terdapat 15 (lima belas) kronologis catatan konflik lain antara Etnis Madura dan Dayak yang diawali oleh masalah sederhana dan tidak tuntasnya dalam ranah hukum. Adapun detail perjalanan Konflik antar Etnis Dayak dan Madura selengkapnya berdasarkan deskripsi Laporan LMMDDKT, pada tabel. 1.1 berikut:

Tabel 1.1. Perjalanan Konflik Etnis Madura dan Etnis Dayak
No
Tahun
Lokasi
Kronologi Peristiwa
1
1972
Palangkaraya
Seorang gadis dayak digodai dan diperkosa. Diselesaikan dengan perdamaian menutut hukum adat.
2
1982
-
Pembunuhan terhadap seorang Dyak oleh Orang Madura. Pelakunya tidak ditangkap, pengusutan hukum tidak ada.
3
1983
Kec. Bukit Batu, Kasongan
Seorang Etnis Dayak dinunuh, perkelahian 30 Orang Madura melawan satu Orang Dayak. Dilakukan perdamaian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, isinya: Jika Orang Madura mengulangi perbuatan jahatnya, mereka siap untuk keluar dari Kalimantan Tengah.
4
1996
Palangkaraya
Seorang gadis dayak diperkosa di gedung Bioskop Panala oleh Seorang Dayak, lalu dibunuh secara kejam. Penyelesainannya dihukum ringan.
5
1997
Desa Karang Langit, Barito Selatan
Orang Dayak dikeroyok oleh Orang Madura, dengan perbandingan 2:40, dan Orang Madura meninggal semua. Orang Dayak ditindak dengan hukuman berat, padahal dalam konteks membela diri
6
1997
Desa Tumbang Samba, Kec. Katingan
Seorang anak laki-laki dibunuh oleh seorang Suku Madura penjual sate. Padamulanya pertikaian antara Tukang Ste dengan pemuda Dayak, namun ketika dikejar tidak didapati. Seoarang anak yang kebetulan lewat pad akhirnya menjadi korban.
7
1998
Palangkaraya
Orang Dyak dikeroyok oleh empat Orang Madura, pelaku tidak dapat ditangkap dan korban meninggal. Tidak ada penyelesaian secara hukum.
8
1999
Palangkaraya
Seorang petugas Ketertiban Umum (Tibum) dibacok oleh Seorang Madura. Pelakunya ditahan, namun esoknya dibebaskan tanpa tuntutan hukum.
9
1999
Palangkaraya
Seorang Dayak dikeroyok beberapa Orang Madura, terkait masalah sengketa tanah. Dua orang dayak meninggal. Pembunuh lolos karena pergi ke Pulau Jawa. Saksi yang merupakan berasal dari Suku Jawa di hukum 1,5 tahun.
10
1999
Desa Pangkut, Kec. Arut Utara, Kab. Kota Waringin Barat
Perkelahian massala antara Suku Dayak dan Madura karena Orang Madura memaksa mengambil emas pada saat Suku Dayak menambang emas. Tidak ada penyelesaian hukum.
11
1999
Desa Tumbang Samba
Terjadi penikaman terhadap suami isteri Orang Dayak oleh tiga Orang Madura. Biaya perawatan ditanggung Pemda. Pelaku tidak ditangkap, karena sudah pergi ke Pulau Jawa.
12
2000
Desa Pungkut, Kota Waringin Barat.
Satu keluarga Suku Dyak meninggal dibunuh oleh Orang Madura, pelaku pembunuhan lar. Tidak ada penyelesaian hukum.
13
2000
Palangkaraya
Satu Orang Dayak meninggal dikeroyok oleh Suku Madura di depan Gereja Imanuel. Pelaku lari dan tidak ada proses hukum.
14
2000
Desa Kereng Pangi, Kasongan.
Terjadi pembunuhan terhadap seorang Suku Dayak, dikeroyok oleh Orang Madura. Pelaku kabur, pergi ke Pulau Jawa. Tidak ada penyelasaian hukum.
15
2001
Sampit
Konflik Sampit

Berdasarkan catatan LMMDDKT, kronologis konflik Sampit yang terjadi dimulai pada tanggal 18 Februari 2001 diawali oleh terjadinya perkelahian antara Suku Madura dengan kelompok Suku Dayak di Jalan Padat Karya, yang mengakibatkan lima orang meninggal dunia dan satu orang luka berat, kesemuanya berasal dari Suku Madura. Setelah itu terjadi pembakaran rumah Suku Dayak sebanyak dua buah, yang dilakukan oleh Suku Madura dan satu rumah lagi dijarah. Kejadian ini mengakibatkan tiga orang meninggal yang kesemuanya berasal dari Suku Dayak. Kerusuhan semakin berkembang dan terjadi pembalasan antar suku yang pada akhirnya kerusuhan tersebut merambat hingga ke Kota Palangkaraya, berdasarkan laporan LMMDDKT, tercatat bahwa korban meninggal sebanyak 383 orang, korban luka-luka 38 orang, korban materiil 793 rumah terbakar, 48 buah rumah rusak, dan sebanyak 57.492 orang dievakuasi melalui laut untuk kembali ke Pulau Madura. (Laporan LMMDKT, 2001).
Sedangkan dalam Laporan International Crisis Group (ICG) tentang Kekerasan Etnis di Indonesia: Pelajaran dari Kalimantan. Pecahnya konflik dapat dipahami dengan latar belakang dislokasi, dirampas, dan disihkan yang sangat mendalam yang dialami masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah. Secara sederhana ICG mengklasifikasikan pada tiga hal. Pertama, bahwa perlu adanya penerapan hukum yang cepat dan efektif untuk mencegah agar benturan antar perorangan tidak berkembang menjadi konflik yang lebih luas. Kedua, masyarakat minoritas sebagai pendatang seharusnya menyesuaikan perilaku dan sikapnya terhadap mayoritas atau masyarakat setempat. Ketiga, dalam jangka yang panjang masyarakat Dayak tidak memiliki organisasi modern untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan sepertinya menerima saja nasib mereka, biasanya mereka memendam sakit hati yang mendalam atas perlakuan yang dilakukan pemerintah, korporasi dan etnis lain yang lebih maju. Dari waktu ke waktu Masyarakat Dayak yang terkucil mengungkapkan sakit hati mereka dengan kekerasan terhadap masyarakat lain yang rentasn, meskipun sasaran mereka belum tentu bertanggungjawab atas penderitaan mereka. (Kekerasan Etnis di Indonesia: Pelajaran Dari Kalimantan, ICG 2001)
Menurut Sudagung, dalam Mengurai Pertikaian Etnis: Migrasi Swakarsa Etnis Madura ke Kalimantan Barat, kedatangan orang Madura ke Kalimantan, dibagi dalam tiga periode: Pertama, tahun 1902-1942 ketika Kalimantan dan Madura diperintah oleh Kerajaan Belanda. Migrasi ini berlangsung lambat dan terus-menerus. Kedua, migrasi yang terjadi pada zaman peralihan kekuasaan, saat Perang Dunia II, antara 1942-1950. Saat itu Jepang menduduki Hindia Belanda, lalu terjadi kekosongan kekuasaan, sesudah Amerika mengalahkan Jepang pada Agustus 1945. Ketiga, migrasi yang terjadi pada zaman Republik Indonesia, 1950-1980. Perpindahan orang Madura ke Kalimantan, dikarenakan faktor perdagangan. Orang Madura biasa mengarungi lautan, dan menjadi pedagang antarpulau. Selain mendarat di Ketapang dan Pontianak, para pedagang sapi itu, juga mendarat di pelabuhan Pemangkat. (Mengurai Pertikaian Etnis: Migrasi Swakarsa Etnis Madura ke Kalimantan Barat, 2001).
Di Pulau Kalimantan, Orang Madura seperti pendatang pada umumnya, yang memiliki sifat pekerja keras dan ulet. Mereka bekerja sebagai buruh atau petani, tugasnya membuka hutan, ladang, kebun, menggali parit, hingga memecah batu. Selain rajin, orang Madura dianggap taat pada majikan bila bekerja. Tak heran, permintaan tenaga kerja Orang Madura, terus meningkat. Menurut Sudagung, biasanya, orang Madura yang datang ke Kalimantan, dari Bangkalan dan Sampang di Pulau Madura. (Mengurai Pertikaian Etnis: Migrasi Swakarsa Etnis Madura ke Kalimantan Barat, 2001).
Yekni Maunati, dalam Identitas Dayak; Komodifikasi dan Politik Kebudayaan, mengemukakan bahwa Orang Dayak adalah masyarakat yang defensif dan tidak reaktif. Banyak orang bilang bahwa etnis ini adalah etnis yang penyabar dan jarang marah. Etnis Dayak punya sistem hubungan yang cukup baik dengan etnis lain seperti saling menghormati dan sangat percaya atas apa yang dilakukan orang pada dirinya.  Namun kepercayaan mereka bukannya tanpa balasan artinya mereka bisa sangat kecewa jika dibohongi atau dikecewakan. Mereka bisa sangat baik dan menghamba jika di perlakukan baik namun akan sangat marah jika dikecewakan atau dibohongi. Perbedaan budaya pada dua komunitas ini melahirkan perbedaan pemaknaan tentang kehidupan masing masiang . Etnis Dayak menyatakan bahwa Orang Madura telah melanggar batas-batas nilai mereka dan Etnis Madura menganggap hal tersebut biasa bagi mereka. (Identitas Dayak; Komodifikasi dan Politi Kebudayaan, 2004)
Dilihat dari latar belakang diatas, terdapat permasalahan terkait adanya miskoordinasi pemaknaan simbol identitas antara etnis Madura dan Dayak. Kasus ini menarik jika dikaji menggunakan Teori Interaksionisme Simbolik. Mengapa bisa terjadi kerusuhan antar etnis sehingga terjadinya titik kulminasi konflik Madura dan Dayak pada kerusuhan Sampit.

Sub Bahasan Lanjutan: 
- Keterkaitan Konflik Etnis Samit dengan Teori Interaksionisme Simbolik
- Riwayat Konflik
- Karakter Budaya Masyarakat Madura
- Karakter Budaya Masyarakat Dayak

Daftar Pustaka:

Hendro Suroyo Sudagung. 2001. Mengurai Pertikaian Etnis: Migrasi Swakarsa Etnis Madura ke Kalimantan Barat. ISAI. Jakarta:.
Ibrahim, Ourida. 2009. Dayak Kalimantan Timur Sebuah Perjalanan. PT. Gheanata Cahaya Abadi, Jakarta.
Craib, Ian. 1986. Teori-Teori Sosial Modern: Dari Parsons Sampai Habermas. PT. Rajawali, Jakarta.
Lawang, Robert MZ. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern,. PT, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Maunati, Yekni. 2004. Identitas Dayak; Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. LKIS , Yogyakarta
Wawa, jannes Eudes, 12 April 2001. Dari Sanggau Ledo Hingga Sampit.. Kompas. Jakarta

Referensi Internet:

Seto Wahyu, Indiawan. 2007. Tinjauan Teori Interaksionisme Simbolik Pada Kerusuhan Sampit. (http://indiwan.blogspot.com/2007/09/tinjauan-teori-interaksionis-simbolik.html)
Laporan LMMDDKT.2001. Kersuhan Sampit. (http://danarbasket.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_20.pdf)
International Crisis Group (ICG). 2001. Kekerasan Etnis di Indonesia: Pelajaran Dari Kalimantan. (http://www.crisisgroup.org/~/media/Files/asia/south-east-asia/indonesia/Indonesian%20translations/Communal%20Violence%20in%20Indonesia%20Lessons%20from%20Kalimantan%20indonesian%20version.ashx)

1 comment

Leave a Reply

Sketsa