Suatu kali saya dihadapkan pada sebuah masalah yang saya anggap berat dalam hidup, pada mulanya saya menyimpannya sendiri, namun saking menumpuknya saya mencoba mengamanahkan masalah tersebut dengan menceritakannya kepada seorang sahabat yang saya percayai. Setelah selesai bercerita, kemudian menanyakan solusi kepada sahabat tersebut. Beliau hanya menyarankan saya satu hal “Coba perbanyak sedekah”. Sedikit kecewa memang, panjang bercerita hanya diberikan solusi dengan tiga kata tadi. Namun kata sedekah membuat pikiran saya tersambungkan pada ikon Ustad Yusuf Mansyur yang mengangkat tema sedekah, mungkin bagian kecil dalam literatur Islam, tapi ternyata dari kata sedekah menjadikan kajian ustad Yusuf Mansyur seolah menjadi energi kebangkitan umat Islam saat ini. Saya heran, karena awalnya menganggap sedekah hanyalah dogmatis, dan sempat bertanya-tanya,mana mungkin sedekah bisa menyelesaikan aneka kemelut masalah, karena apa hubungannya??? Tapi anehnya kok banyak orang yang memberikan testimoni bahwa setelah bersedekah, rizki menjadi lancar, pekerjaan mudah di dapat, rumah tangga jadi rukun, jodoh Allah dekatkan. Lalu apa sebenarnya kaitan antara selesai masalah dengan sedekah, karena kalau dilogikakan secara pragmatis tidaka ada sambungannya.
Walaupun logika saya masih menolak, karena belum percaya, namun sedikit-sedikit saya mulai mempraktekan sedekah, jika dulu memberi pengamen, pengemis, dan anak kecil di pertigaan jalan disertai gerutu, sekarang mencoba dengan tidak mengomentari apapun, sampai pada akhirnya merutinkan zakat mal dengan mencoba menyekolahkan saudara jauh yang sudah yatim. Ternyata dengan mencoba belajar tulus bersedekah pikiran menjadi teralihkan, fokus pada yang disedekahi, seperti membayangkan betapa sulitnya kehidupan anak jalanan, penyapu jalan, orangtua penjual ulekan, dll.
Aneh bin ajaib, ternyata problem besar yang saya hadapi yang pada awalnya saya ragu bisa terselesaikan, ternyata dalam waktu cepat bisa diatasi, selama saya mencoba mengamalkan ilmu sedekah dengan catatan tanpa pretensi apapun. Ada hal yang coba saya petik, ternyata pertanyaan awal saya mengenai tidak ada relasi antara sedekah dengan terselesaikannya masalah terjawab pada saat mempraktikan sedekah.
Sedekah atau memberi rupanya kumparan energi potensial yang selama ini banyak kita diamkan, namanya potensial bisa digiring menjadi semakin negatif atau sebaliknya semakin positif. Tanpa kita sadari dengan bersedekah merubah energi negatif menjadi pusaran energi positif yang luar biasa dampaknya buat kesehatan psikis kita. saya lebih senang mengganti istilah sedekah dengan ‘memberi’. Pertanyaan sederhana, apa yang terbayang ketika kita memberi kepada orang lain?, maka tanpa harus kita pikirkan lebih jauh, muncul jawaban-jawaban rupanya banyak orang lain yang masalahnya jauh lebih kompleks dibandingkan masalah yang kita hadapi, melihat anak kecil tidak sekolah, terlahir dengan keterbatasan fisik, tidak punya ayah ibu dan sanak saudara, dihinggapi hutang berlipat, sudah kakek nenek tapi menjadi pemulung dan sebagainya yang mengantarkan pada sebuah renungan, ternyata masalah yang kita alami tidak ada apa-apanya dibanding masalah mereka, masalah kita hanya msalah kecil yang seperseberapanya dibandingkan masalah yang orang lain hadapi. Tanpa sadar menghantarkan kita pada rasa syukur pada Allah dengan apa yang diberikan saat ini, bahkan dengan banyak ‘memberi’ membuat kita khusnudzan atau memandang positif setiap ujian apapun yang Allah berikan kepada kita.
Coba kita maknai bersedekah dengan istilah ‘memberi’, karena hal yang paling menyenangkan dalam hidup adalah ketika kita mampu memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Hal kecil yang bisa kita lakukan adalah dengan belajar memberikan senyum, belajar mendengarkan masalah orang lain, membantu orang lain dengan segala keterbatasan yang kita miliki, melawan keburukan dengan segala kebaikan, membantu tanpa orang lain minta, memberikan peluang rizki pada orang lain, dan apapun bentuknya yang terpenting adalah semangat memberi karena dengan member akan menjadi energi positif yang luar biasa. Yakin, dengan kebiasaan tersebut, suatu saat kita akan mengalami kehidupan yang amat ringan, karena dengan member secara tidak kita sadari pelan-pelan telah menghilangkan keegoisan diri.
Ada satu pengalaman yang mungkin tidak akan pernah bisa saya lupakan. Suatu kali saya ikut pelatihan motivasi, entah mengapa perhatian saya bukan tertuju pada materi, melainkan pada sosok perempuan yang memiliki keterbatasan fisik pada kakinya berupa kecacatan yang sama-sama menjadi peserta, tapi hal yang mengherankan adalah keterbatasan yang ada sama sekali tidak nampak, karena yang terlihat adalah gurat senyum dan semangat, hal tersebut diketahui saat beliau menceritakan aneka aktivitasnya, mulai dari mengajar anak jalanan, membuat buku yang ketiga, menjadi asisten dosen, menitipkan barang jualannya di kos-kosan. Ketika ditanya, mengapa selalu semangat? Ternyata jawabannya adalah “saya ingin selalu memberi dan membantu orang lain dengan apa yang saya bisa”.” Karena walaupun saya punya cacat, dihimpit kesulitan ekonomi, susah kemana-mana, tapi ternyata banyak yang lebih susah dari saya”.
Ketika kita berniat memberi jangan terpikir harus banyak uang, karena hakikat memberi adalah membantu orang lain dengan apapun yang kita miliki, bisa dengan tersenyum, mendengarkan, meminjamkan, mengantar, menyemangati, mendoakan. InsyAllah semangat memberi akan membuat pikiran dan hati kita lapang ketika akan mengawali hari… karena kita yakin Allah-pun memberi bukan apa yang kita pinta, melainkan apa yang kita butuhkan, hanya terkadang kita terlambat memaknainya.***
saya sangat senang dengan muatan posiif dari sedekah kang, didunia kekristenan bila boleh sharing mengangkat sedekah sama dengan menjalankan ibadah puasa, hal praktis yang bisa di analogikan adalah sama halnya dengan segelas air di tangan sang juru minum, ia sangat tahu saat bagaimana gelas harus tetap berisi anggur...bila didapati kosong maka ia bertanggung jawab mengisi kembali, namun bila gelas masih terisi penuh maka ia akan mengistirahatkan perhatiannya pada gelas tersebut...sama seperti gelas hidup kita sering didapati penuh dengan rutinitas tanggung jawab, dipenuhi dengan kebanggaan akan hasil kerja bahkan sampe meluber, dipenuhi dengan kesombongan dan pencitraan diri, maka saat kita butuh diperlengkapi dengan rasa manis dlm anggur yang asam tak ada tempat lagi...heheheh...saya yakin kang Rahmatullah tidaklah demikian...usahakan gelas selalu kosong agar sang juru minum selalu memperhatikan dan memberi yang terbaik dari tugasnya...dan ingat saat kita tidak menyodorkan tangan untuk memberi, maka Tuhan enggan menjadikan tangan anda sebagai saluran berkat dan memberikannya pada orang lain kesempatan ini...Tuhan memberkati
Leonardo
Bersukacitalah dalam pengharapan, bersabar dalam kesesakkan dan bertekun dalam doa
Terimakasih Mas Leo...pada dasarnya esensinya mungkin sama, kita memang diwajibkan mengejar hal besar, tapi jangan lupa untuk membantu yang ada di bawah kita...suatu saat hukum kausal terjadi, kita yang butuh uluran tangan orang lain:). Semangat selalu..
terima kasih telah mengingatkan kembali rumusnya....(sambil mengetik bait demi bait tugas dari mas Rahmat :))
Sami-sami bu ita, sekedar bertutur bukan tulisan berkualitas...oia lanjutkan progressnya:), mohon maaf saya tersendat u pekan ini, mudah-mudahan bisa terkejar speednya Ibu.