Berbicara Bahan Bakar Minyak (BBM)
sesungguhnya kita sedang berada dalam area tipu muslihat mulai hulu hingga
hilir, mulai dari pembuat kebijakan, pemantau kebijakan, hingga pemakai
kebijakan semua melakukan tipu-tipu.
Mungkin karena nilai yang ada
dalam BBM menjadikan semua pihak memanfaatkannya dengan berbagai upaya.
Berdasarkan berita yang kita dua bulan kebelakang, pemerintah melalui APBN udah
tidak mampu menanggung subsidi BBM khususnya premium, bahkan diperkirakan awal desember
cadangan premium bersubsidi sudah habis. Sampai pada akhirnya Menteri ESDM
mencanangkan pada tanggal 22 desember 2012, sebagai hari tanpa BBM bersubsidi,
walaupun akhirnya dikonfirmasi batal dilaksanakan.
Kenapa tipu-tipu? Karena sesungguhnya
semua pihak di negeri ini sedang melakukan manipulasi mulai dari pemerintah,
DPR, hingga rakyatnya. Pemerintah seringkali tidak dipercaya sehingga kebijakan
baik dan buruk selalu dicurigai. Jika dulu pemerintah bisa sepihak menaikan
harga BBM, sedangkan sekarang harus melalui persetujuan DPR. Hal yang menarik beberapa
bulan lalu, saat pemerintah mengalami kuldesak, APBN berada dalam kondisi
kritis karena sudah tidak mampu mensubsidi BBM, dan memang kenyataannya seperti
itu, DPR melalukan penolakan hingga dilakukan voting yang keputusan akhirnya harga
BBM batal dinaikan dengan alasan akan
membebani masyarakat miskin.
DPR selalu mengatasnamakan
masyarakat miskin padahal kenyataannya APBN sudah tidak mampu, sungguh
manipulasi luar biasa mengatasnamakan rakyat demi sebuah pencitraan. Disaat
negara sedang sekarat akibat beban subsidi akhir tahun BBM yang kian membengkak
DPR tidak ambil pusing dan abai terhadap masalah pemerintah. Padahal jika nilai
subsidi BBM dikurangi, dan masyarakat menyadari berapa harga riil BBM khususnya
premium akan muncul banyak alternatif yang tentunya bisa diadaptasikan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Toh seseungguhnya yang menikmati subsidi bukan
masyarakat miskin melainkan kelas menengah atas yang memiliki kendaran pribadi.
DPR selalu mengatasnamakan rakyat karena sarat kepentingan Pemilu 2014,
seolah-olah pro rakyat, padahal sesungguhnya sedang menipu rakyat.
Disisi lain banyak orang
berbicara masalah ketimpangan pembangunan infrastruktur di Indonesia, yang sesungguhnya
pembangunan tersebut bisa dialihkan dari nilai subsidi BBM. Andai subsidi BBM
dicabut berapa jembatan bisa dibangun,
berapa ruas jalan bisa dibangun dan aneka alihan lain melalui program
pemerintah yang lebih produktif. Memang sulit keluar dari zona nyaman subsidi
BBM, tapi mau tidak mau hal tersebut harus dilewati dan harus dimulai pola
hidup baru masyarakat.
Problem berikutnya, dalam turunannya
tidak ada kebijakan yang mumpuni, dalam urusan hilir tipu-tipu makin menjadi.
Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan kendaraan dinas/ plat merah wajib
menggunakan pertamax. Silahkan cek, berapa banyak kendaraan plat merah yang
juga memilki plat hitam? Hampir seluruh kendaraan dinas di Indonesia memiliki
plat hitam abal-abal yang digunakan ketika mengisi BBM agar mendapatkan jatah
premium, padahal dalam anggaran perubahan APBD/APBNsudah dianggarkan belanja
pertamax. Betapa ironisanya, pemerintah yang membuat kebijakan pemerintah pula
yang melanggarnya, fenomena yang terparah terjadi pada pemerintah daerah. Hingga
saya menemukan pada satu daerah wakil
walikota, sekda, kepala dinas, mengenakan kendaraan dinas yang sudah ditutupi
plat hitam, betapa lucunya negeri ini?.
Sesungguhnya keberhasilan program
suatu negara bergantung juga pada partisipasi masyarakatnya. Sungguh begitu
rendah kesadaran masyarakat terhadap masalah negaranya. Titik persoalannya
ketika subsidi BBM digunakan oleh kelas menengah atas. Sering kita temukan
orang kaya, mobilnya ber –cc besar namun masih menggunakan BBM premium, orang
kaya macam tak mampu bukan? Tapi fenomena ini begitu menggejala, hampi semua
daerah terjadi. Ada satu keluarga memiliki kendaraan roda empat lebih dari satu
unit, bukankan subsidi BBM jatuh pada mereka. Sedangkan masyarakat miskin,
paling mewah menggunakan kendaraan roda dua atau kendaraan umum seperti angkot.
Jika memang subsidi tepat sasaran bukanlah seharusnya penggunaan kendaraan roda
dua dan transportasi publiklah yang layak mendapatkan subdisi BBM.
Masalahnya kembali pada
keseriusan pemerintah dan DPR, jika
memang semua tipu-tipu, maka sampai kapanpun negara ini akan menjadi negara
tipu-tipu, semua elemennya melakukan muslihat. Dari BBM sesungguhnya bisa
berdampak banyak, jika subsidi BBM dicabut atau hanya pada kendaraan publik
atau roda dua, dimungkinkan kepemilikinan kendaraan pribadi akan berkurang,
kemacetan akan berkurang, dana subsidi bisa dialihkan kepada pembangunan
infrastruktur dipelosok negeri. Jika memang semua menghendaki zona nyaman, mari
kita nikmati stagnasi negeri ini.****