-->
I.
Penerapan
Pembangunan Sosial Di Indonesia
Di Indonesia,
pentingnya peran negara dalam membangun dan mengimplementasikan kebijakan
publik di bidang kesejahteraan (public
welfare) dilandasi oleh perspektif historis, ideologis, logis dan global
universal (Suharto, 2008). Secara historis, pendiri bangsa
memilih model negara kesejahteraan dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara ideologis, sila-sila pancasila
menegaskan kerinduan Indonesia akan adanya keadilan sosial bagi segenap
warganya. Secara logis, Indonesia adalah negara berpenduduk lebih dari
dua ratus juta jiwa, sebagian diantaranya masih terhimpit kemiskinan, kebodohan
dan ketelantaran. Secara universal, tidak ada sistem pemerintahan di dunia yang
tidak memberikan peran kepada negara untuk menjalankan pembangunan
kesejahteraan sosial.
Dalam konstitusi
Indonesia, terdapat bagian-bagian yang menunjukkan bahwa negara Indonesia
memberikan perhatian yang besar pada pembangunan sosial, sebagaimana dalam
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945), tujuan negara terdiri dari: melindungi
seluruh bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selain itu
Bab IX, UUD 1945 diberi judul Sistem Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial. Hal
ini menunjukkan bahwa sistem perekonomian Indonesia berorientasi, berpihak pada
rakyat dan mengarah pada kesejahteraan sosial. Pada beberapa pasal-pasal UUD
1945, ditegaskan mengenai jaminan negara terhadap komponen pembangunan sosial,
diantaranya: (1) Pasal 27, tentang hak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan
yang layak, (2) pasal 31, tentang hak mendapatkan pendidikan, (3) pasal 33,
tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial, (4) pasal 34, tentang jaminan
terhadap fakir miskin dan anak-anak terlantar. Tanggungjawab negara dalam
mendorong kesejahteraan juga diamanatkan dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial.
Disisi lain, kondisi
kesejahtaraan masyarakat Indonesia berada pada titik memprihatinkan terutama
dalam aspek kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Bulan Maret
2009, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 32,53 juta jiwa atau 14,15%
dari total jumlah penduduk Indonesia. Tingginya angka kemiskinan memberi kesan bahwa
praktik pembangunan nasional selama ini belum bisa meningkatkan kondisi
kehidupan masyarakat, dimana pembangunan nasional bertumpu pada pembangunan
ekonomi yang bersumber dari utang luar negeri.
Dalam mengatasi distrorsi
pembangunan yang terjadi di Indonesia, dengan mengevaluasi permasalahan yang
terjadi pada pemerintahan sebelumnya, pembangunan sosial sudah menjadi bagian
dari rencana pembangunan 2009-2014, sebagaimana dikemukakan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidato kenegaraan dihadapan Sidang Paripurna DPR,
pada tanggal 16 Agustus 2009, bahwa esensi dari program lima tahun mendatang
adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, penguatan demokrasi dan penegakan
keadilan. Presiden menyampaikan bahwa pemerintah menempatkan peningkatan
kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama, ekonomi Indonesia harus tumbuh
semakin tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang diciptakan adalah pertumbuhan
yang inklusif, pertumbuhan yang berkeadilan, dan pertumbuhan yang disertai
pemerataan.
Definisi Pembangunan
sosial sebagaimana dikemukakan Midgley, yaitu proses perubahan terencana yang
didesain untuk mengangkat kesejahteraan penduduk menyeluruh dengan
menggabungkannya dengan proses pembangunan ekonomi yang dinamis (Midgley,
2005), tercermin dalam kebijakan ekonomi Indonesia, diantaranya:
1.
Menjaga agar sektor rill dapat terus
bergerak, melalui berbagai kebijakan termasuk insentif fiskal untuk mendorong
sektor rill lebih tumbuh cepat.
2.
Mencegah terjadinya gelombang PHK seraya
terus menurunkan angka pengangguran.
3.
Menjaga stabilisasi harga, terutama
bahan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat.
4.
Menjaga dan meningkatkan daya beli
masyarakat dalam bentuk penurunan tarif pajak penghasilan Orang Pribadi (OP),
peningkatan batas Penghasilan Orang Tidak Kena Pajak (PTKP), penurunan harga
BBM, dan pemberian BLT pada saat terjadi tekanan yang sangat berat terhadap
kelompok keluarga miskin.
5.
Memberikan perlindungan pada masyarakat
miskin atau hampir miskin (near poor),
karena salah satu fungsi negara adalah memberikan perlindungan dan menyediakan
jaring pengaman sosial (social safety net)
kepada masyarakat lapisan bawah.
6.
Menjaga ketahanan pangan dan energi.
Harga pangan harus tetap terjangkau dengan jumlah yang cukup.
7.
Tetap berupaya mempertahankan
pertumbuhan ekonomi nasional pada angka yang relatif tinggi, setidaknya antara
4 - 45%.
Sebagaimana isi pidato
tersebut, pada dasarnya sudah jelas arah pembangunan sosial Indonesia
sebagaimana indikator Midgley: bertitik pusat pada komunitas dan masyarakat,
menekankan intervensi yang terencana, mengangkat pendekatan yang berorientasi
perubahan bersifat dinamis yang inklusif dan universal, yang intinya
mengharmonisasikan intervensi sosial dengan usaha-usaha pembangunan ekonomi.
II.
Faktor
Penghambat dan Pendukung Pembangunan Sosial Indonesia
Faktor
Penghambat:
-
Pembangunan ekonomi Indonesia masih
diserahkan pada mekanisme pasar. Meskipun
mekanisme pasar mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja,
namun cenderung gagal menciptakan pemerataan pendapatan dan memberantas masalah
sosial.
-
Luasnya wilayah dan beragamnya kondisi
sosial budaya masyarakat menyebabkan masalah kemiskinan di Indonesia menjadi
beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang
berbeda.
-
Kemiskinan yang timbul, bukan
semata-mata akibat dari faktor-faktor yang ada dalam diri masyarakat sendiri,
melainkan akibat dari eksploitasi. Kemiskinan dalam kelompok masyarakat ada
hubungannya dengan kemakmuran yang terjadi pada kelompok elite dalam
masyarakat.
-
Pemerintah menggunakan instrumen
penanggulangan kemiskinan dari pinjaman luar negeri. Sampai dengan Oktober
2010, pinjaman terhadap negara maupun lembaga asing mencapai 185,39 miliar U$
(Infid, 2010).
Faktor Pendukung
-
Pembangunan sosial sudah menjadi Pengarusutamaan
pendekatan pembangunan pada level global, sehingga pembangunan sosial sudah
menjadi tata dunia baru.
-
Pembangunan sosial dijamin dalam konstitusi,
sebagaimana tujuan negara, pasal-pasal, dan Bab IX dalam UUD 1945, sebagaimana
dibahas dalam uraian sebelumnya.
-
Masyarakat Indonesia memiliki asset
potensial, diantaranya: social capital,
human capital, environmental capital, financial capital, physical capital, dan technological capital. Selain juga
masyarakat Indonesia memiliki ketahanan terhadap badai krisis.
-
Dalam aspek pembangunan ekonomi, pemerintah
mulai menggabungkannya dengan aspek pembangunan sosial, sebagaimana rencana
jangka panjang 2009-2014 pemerintahan SBY: pencegahan gelombang Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), penurunan harga BBM, pemberian Bantuan Langsung Tunai
(BLT) pada saat terjadi tekanan sangat berat terhadap keluarga miskin.
-
Program pemerintah mulai mengarah pada
pemberdayaan, bukan lagi bantuan sosial semata: Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) dan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Referensi:
Midgley, James.
2005. Pembangunan Sosial, Perspektif
Pembangunan Dalam Kesejahteraan Sosial. Direktorat Perguruan Tinggi Agama
Islam Depag RI. Jakarta.
Prayitno,
Ujianto Singgih. 2009. Tantangan
Pembangunan Sosial di Indonesia. Pusat Pengkajian Data dan Informasi
(P3DI). Sekretariat Jendral DPR RI. Jakarta
__________2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik.
Alfabeta. Bandung.
Suwarsono&
SO, Alvin. 1999. Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia. LP3ES. Jakarata
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009, Tentang Kesejahteraan Sosial.
Pidato
Kenegaraan Presiden RI, 16 Agustus 2009, dalam Sidang Paripurna DPR RI, Tentang
Rencana Pembangunan 2009-2014.