Diberdayakan oleh Blogger.

Modal Sosial dan Kebijakan Publik


posted by rahmatullah on

No comments



 foto: http://www.antarafoto.com/spektrum/v1288350308/kerja-bakti

Para sosiolog, analis kebijakan dan pekerja sosial, belakang ini cukup sering membicarakan mengenai modal dalam bentuk lain, seperti modal manusia, modal intelektual dan modal kultural atau budaya, yang juga dapat digunakan untuk keperluan tertentu atau diinvestasikan untuk kegiatan di masa yang akan datang. Modal manusia misalnya dapat meliputi keterampilan atau kemampuan yang dimiliki orang untuk melakukan tugas tertentu. Modal intelektual mencakup kecerdasan atau ide-ide yang dimilikii manusia untuk mengartikulasikan sebuah konsep atau pemikiran. Sedangkan modal kultural meliputi pengetahuan dan pemahaman komunitas terhadap praktek dan pedoman-pedoman hidup dalam masyarakat.  Konsep mengenai modal manusia, intelektual dan kultural lebih sulit diukur, karena melibatkan pengetahuan yang dibawa orang dalam benaknya dan tidak mudah dihitung secara biasa. Modal sosial yang juga konsep yang tidak gampang diidentifikasi dan apalagi diukur secara kuantitas dan absolut. Modal sosial dapat didiskusikan dalam konteks komunitas yang kuat (strong community), masyarakat madani yang kokoh, maupun identitas negara bangsa (nation state identity). Modal sosial termasuk elemen-elemennya seperti kepercayan, kohesivitas, altruisme, gotong royong, jaringan dan kolaborasi sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi melalui beragam mekanisme, seperti meningkatnya partisipasi dalam proses demokrasi, menguatnya keserasian masyarakat, dan menurunnya tingkat kekerasan dan kejahatan (Suharto, 2008).
Dua tokoh utama yang mengembangkan konsep modal sosial , yaitu Putnam dan Fukuyama, memberikan definisi modal sosial yang penting. Meskipun berbeda, definisi keduanya memiliki kaitan yang erat, terutama menyangkut konsep kepercayaan (trust). Putnam mengartikan modal sosial sebagai penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan dan dan kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Menurut Fukuyama, modal sosial adalah kemampuan yang timbul dari adanya kepercayaan dari sebuah komunitas.
Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam satu komunitas. Namun demikian pengukuran modal sosial jarang melibatkan interaksi itu sendiri. Melainkan,hasil dari interaksi tersebut, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. Sebuah interaksi dapat terjadi dalam skala individual maupun institusional. Secara individual, interaksi terjadi manakala relasi intim antar individu terbentuk satu sama lain yang kemudian melahirkan ikatan emosional. Secara institusional, interaksi dapat lahir pada saat individu dan tujuan suatu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi lainnya.
Meskipun interaksi terjadi karena berbagai alasan, orang-orang berinteraksi, berkomunikasi dan kemudian menjalin kerjasama pada dasarnya dipengaruhi oleh keinginan untuk  berbagai cara mencapai tujuan bersama yang tidak jarang berbeda dengan tujuan dirinya secara pribadi. Keadaan ini terutama terjadi pada interaksi yang berlangsung relatif lama. Interaksi ini melahirkan modal sosial yaitu ikatan-ikatan emosional yang menyatukan orang untuk mencapai tujuan bersama, yang kemudian menumbuhkan kepercayaan dan kemanan yang tercipta dari adanya relasi yang relatif panjang. Seperti halnya modal finansial, modal sosial seperti ini dapat dilihat sebagai sumber yang dapat digunakan baik untuk kegiatan atau proses produksi untuk saat ini, ataupun bagi kegiatan di masa depan.
Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi cenderung bekerja secara gotong-royong, cenderung merasa aman untuk berbicara dan mampu mengatasi perbedaan-perbedaan. Sebaliknya masyarakat yang memiliki modal sosial rendah akan tampak adanya kecurigaan satu sama lain, merebaknya ”kelompok kita” dan “kelompok mereka”, tiadanya kepastian hukum dan keteraturan sosial, serta sering munculnya kambing hitam.

Parameter Modal sosial
Modal sosial mirip bentuk-bentuk modal lainnya, dalam arti ia juga bersifat produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khsususnya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial menunjuk pada jaringan, norma dan kepercayaan yang berpotensi pada produkstifitas masyarakat. Namun demikian modal sosial berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sndirinya (self reinforcing) (Putnam, 1993). Modal sosial tidak akan habis jika dipergunakan, melainkan semakin meningkat. Rusaknya modal sosial lebih sering disebabkan oleh bukan karena dipakai, melainkan karena ia tidak dipergunakan. Berbeda denga modal manuisa, modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi dengan orang lain (coleman 1988). Bersandar pada norma-norma dan nilai-nilai bersama, asosiasi antar manusia tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur (Fukuyama, 1995).
Merujuk pada Ridell (1997), ada tiga parameter modal sosial, yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms) dan jaringan-jaringan (networks).
1.       Kepercayaan
Sebagaiman dijelaskan Fukuyama, kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh perilaku jujur, teratur, dan kerjasama yang dianut oleh norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Cox (1995) kemudian mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif; hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Kepercayaan sosial pada dasarnya produk dari modal sosial yang baik. Adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan yang harmonis (Putnam, 1995). Kerusakan modal sosial akan menimbulkan anomie dan perilaku anti sosial (Cox, 1995).
2.       Norma
Norma terdiri dari pemahaman, nilai-nilai, harapan–harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama dimasa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam, 1993; Fukuyama, 1995). Norma-norma dapat merupakan prakondisi maupun produk kepercayaan sosial.
3.       Jaringan
Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia (Putnam, 1993). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tmbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu orang dengan orang lain. Mereka kemudian membangun inter-relasi yang kental, baik bersifat formal maupun informal. Putnam berargumen bahwa jaringan-jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama antar anggotanya serta manfaat-manfaat dari partisipasinya itu.

Bersandar pada parameter diatas, beberapa indikator kunci yang dapat dijadikan ukuran modal sosial antara lain (Suharto, 2006):
-          Perasaan identitas
-          Perasaan memiliki atau sebaliknya perasaan alienasi
-          Sistem kepercayaan dan ideologi
-          Nilai-nilai dan tujuan-tujuan
-          Ketakutan-ketakutan
-          Sikap-sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat
-          Persepsi mengenai akses terhadap pelayanan, sumber dan fasilitas (misalnya pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi dan jaminan sosial)
-          Opini mengenai kinerja pemerintah yang dilakukan terdahulu
-          Keyakinan pada lembag-lembaga masyarakat dan orang-orang pada umumnya
-          Tingkat kepercayaan
-          Harapan-harapan yang ingin dicapai dimasa depan

Dapat dikatakan bahwa modal sosial dilahirkan dari bawah (bottom up), tidak hirarkis dan berdasar pada interaksi yang saling menguntungkan. Oleh karena itu modal sosial bukan merupakan produk dari inisiatif dan kebijakan pemeritah. Namun demikian, modal sosial dapat ditingkatkan atau dihancurkan oleh negara melalui kebijakan publik.

Mengembangkan Modal sosial melalui Kebijakan Publik
Dalam konteks kebijakan publik, modal sosial pada intinya menunjuk pada political will dan penciptaan jaringan-jaringan, kepercayaan dan nilai-nilai bersama, norma-norma dan kebersamaan yang timbul dari adanya interaksi manusia di dalam sebuah masyarakat. Pemerintah dapat mempengaruhi secara positif kepercayaan, kohesivitas, altruisme, gotong-royong, partisipasi, jaringan, kolaborasi sosial dalam sebuah komunitas. Modal sosial pada umumnya akan tumbuh dan berkembang bukan saja karena ada kesamaan tujuan dan kepentingan, melainkan pula karena adanya kebebasan menyatakan pendapat dan berorganisasi, terjalinnya relasi yang berkelanjutan, serta terpeliharanya komunikasi dan dialog yang efektif. Gambar berikut menunjukkan bagaimana kebijakan publik dapat mempengaruhi lingkaran modal sosial yang pada gilirannya menjadi pendorong keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan kesejahteraan sosial:

Strategi Kebijakan Publik dalam Pengembangan Modal Sosial
Beberapa strategi kebijakan publik yang dapat dirancang guna mempengaruhi tumbuh kembangnya modal sosial adalah sebagai berikut:
1.       Memperkuat kepercayaan sosial (social trust) melalui:
-          Model integrasi dan relasi di dalam dan diluar lembaga-lembaga pemerintahan
-          Proses-proses yang mampu mengatasi konflik dan pertentangan berdasarkan prinsip ‘win-win policy’
-          Desentralisasi dalam pengambilan keputusan
2.       Menumbuhkembangkan nilai-nilai kebersamaan, melalui:
-          Kurikulum pendidikan
-          Hukum dan kebijakan keteraturan
-          Perasaan bersama menganai identitas dan kepribadian sebagai satu negara bangsa
-          Peraturan yang mempromosikan nilai-nilai sosial positif, hak asasi manusia dan hak-hak publik
-          Kepastian standar
3.       Mengembangkan kohesifitas dan altruisme, melalui;
-          Pengurangan pajak bagi perorangan atau perusahaan yang melakukan kegiatan sosial atau Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)
-          Registrasi dan pengorganisasian kegiatan kedermawanan sosial
4.       memperluas partisipasi lokal, melalui:
-          Pendanaan proyek-proyek kemasyarakatan
-          Dukungan bagi program pengembangan masyarakat (community development) guna meningkatkan kapasitas masyarakat dan kepemimpinan lokal
-          Inisiatif-inisiatif yang memperkuat keluarga
5.       Menciptakan jaringan dan kolaborasi, melalui;
-          Kolaborasi diantara lembaga pemerintah dan antara lembaga pemerintah dan lembaga-Lembaga Swadya Masayarakat (LSM) serta lembaga usaha
-          Dukungan terhadap organisasi-organiasi sukarela untuk membangun jaringan dan aliansi
6.       Meningkatkan keterlibatan masyarakat warga melalui proses tata pemerintahan yang baik (good governance), melalui:
-          Kampanye agar orang terlibat dalam pemilihan pemerintah pusat dan daerah secara demokratis
-          Konsultasi dan advokasi kebijakan bagi warga masyarakat
-          Pelibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan dan penganalisisan implementasinya
-          Promosi dan sosialsiasi konsep mengenai masyarakat warga yang aktif
-          Penyediaan sarana informasi pemerintah yang dapat diakses secara luas oleh masyarakat

Manfaat
Aapa manfaat yang dapat diperoleh melalui strategi kebijakan publik yang difokuskan pada pengembangan modal sosial:
-          Meningkatnya partisipasi di dalam masyarakat sehingga terdapat kesempatan yang lebih luas dan kemampuan yang lebih baik dalam mencapai tujuan bersama
-          Meningkatnya partisipasi dalam proses-proses demokrasi sehingga pemerintah pusat dan lokal lebih akuntabel dan terbuka dalam mendengarkan beragam suara dan aspirasi masyarakat.
-          Menguatnya aksi bersama yang merefleksikan perasaan tanggungjawab bersama
-          Tumbuhnya dukungan bagi, dan kepercayaa daripada, individu dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasinya.
-          Menguatnya perasaan memiliki, identitas dan kebanggaan bersama sebagai satu warga masyarakat
-          Menurunnya tingkat kejahatan, korupsi dan alienasi karena meningkatnya keterbukaan, kontrol sosial, kerjasama dan harmoni
-          Meningkatnya hubungan dan jaringan antar sektor pemerintah, swasta, lembaga sukarela dan keluarga
-          Terjadinya tukar menukar gagasan dan nilai diantara keragaman dan pluralitas warga masyarakat
-          Rendahnya biaya-biaya transaksi karena adanya koordinasi dan kerjasama yang erat dan memudahkan penyelasaian konflik
-          Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam merespon guncangan yang datang tiba-tiba Karena adanya jaringan kerjasama yang erat diantara seluruh komponen masyarakat warga
-          Menguatnya kemampuan dan akses masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber-sumber yanga da di sekitar mereka.

Referensi
-          Lawang, Robert MZ (2004), Kapital Sosial, Dalam Perspektif Sosiologik Suatu Pengantar. Jakarta: UI Press.
-          Suharto, Edi. (2008), Kebijakan sosial sebagai kebijakan publik, Bandung: Alfabeta.

Leave a Reply

Sketsa