Diberdayakan oleh Blogger.

Hasrat


posted by rahmatullah on

No comments



Ketika gaya hidupmu mulai tak sederhana, persoalan hidupmu mulai tak sederhana
–Prie GS-

Jumat pekan lalu saya terlibat obrolan dengan rekan dosen sekitar 2 jam, sebetulnya obrolan biasa. Karena sarat pesan moral, maka saya anggap luar biasa dan saya rekam dalam tulisan ini. Obrolan bermula seputar penetapan Anas Urbaningrum (44) sebagai tersangka, kemudian meluas ke Lutfi Hasan Ishak (52), membahas juga Andi Mallarangeng (50), Nazarudin (35) , Neneng Sri Wahyuni (31), Angelina Sondakh (36), Wa Ode Nurhayati (32), Dhana Widiatmika (37), dan Gayus (33).  Sengaja saya tulis dalam kurung adalah usia, sebagai penanda betapa mudanya mereka, hanya berselisih beberapa tahun dari usia saya.

Mungkin ada yang sentimentil dengan penulisan nama-nama diatas, karena terkait fanatisme golongan, saya hanya berucap kalau sudah tersangka maka sudah saja, tak perlu pasang badan untuk dibela, karena siapapun manusia di muka bumi punya potensi untuk tercela, termasuk saya, apalagi orang yang memiliki akses dan kuasa. 

Nama-nama diatas bukanlah orang biasa, melainkan orang-orang besar, ketika mahasiswa mereka adalah aktivis, turut menggedor kemapanan Soeharto, turut menjadi da’I dalam menyeru kebenaran, pernah menulis buku mengenai uraian idealisme menurut kata hati mereka, berpendidikan tinggi dalam dan luar negeri, memiliki pengikut yang fanatik karena ‘kebesaran’ atau nama besar golongan politik mereka.

Saya sangat mafhum nama besar mereka diukir tidak satu dua hari, setahun, bahkan puluhan tahun, bahkan untaian doa Ibundanya sejak dalam kandungan. Sebagaimana saya orang kampung, merasakan untuk menjadi orang besar adalah bagaimana mengurai mimpi. Nama besar mereka dirintis dari jalan berliku, bergelut dalam keterbatasan ekonomi, jungkir balik agar bisa kuliah, menghidupi diri saat berpendidikan, hingga pada akhirnya nama mereka terang benderang menjadi tokoh level nasional.

 Obrolan kami bertemu dalam satu titik, yaitu ‘hasrat dan nafsu’. Saya dan rekan mengobrol pernah bersinggungan langsung maupun tidak langsung dengan beberapa nama diatas. Sama-sama pernah aktif dalam pergerakan, paham bagaimana luhurnya idealisme mereka, sahajanya kehidupan mereka, cendekianya pola pikir mereka, taatnya mereka dalam beribadah, dan aneka persona lain terkait keseharian mereka.

Namun sejak sibuk akan pekerjaan dan urusan kehidupan masing-masing, kami kehilangan jejak mereka hingga mereka berada dalam puncak kesuksesan, juga kini klimaks kehidupan mereka. Sejak mereka ditetapkan menjadi tersangka, memori kami berputar kebelakang, mengingat dan membayangkan bagaimana mereka, orang-orang jujur, hidup bersahaja, tak ada cela karena idealisme, lurus dalam berkata dan bertindak.

Rupanya memang mereka sudah berubah. Hasrat adalah ujian kehidupan yang menerpa setiap manusia, juga saya terlebih mereka yang sudah menjadi orang besar, yang terbuka segala akses dan kuasa. Dalam benak saya hasarat itu terkait “tahta, harta dan wanita”. Semua manusia digoda nafsu yang sama, tak ada yang luput, yang berhasil adalah mereka yang mampu membuat batas dan jarak. Mari kita putar memori kita, jika mengingat nama diatas maka sudah terbayang bagaimana kendaraan mewah yang mereka kenakan, rumah mewah yang mereka miliki, pakaian yang sangat dendy, dan segala atributif lain yang terkesan wah. Mungkin saya terlalu berburuk sangka, karena kekayaan dan perubahan hidup mereka. Yang saya faham salah satu sifat kenabian adalah empati dan sahaja, karena budi mulya adalah alat kenabian Muhammad SAW. Muhammad itu kaya tapi tidak menunjukkan kekayaanya terlebih ia berada dalam negeri yang miskin, Muhammad berpoligami atas dasar kemanusiaan, sama sekali bukan aspek seksual karena hanya Aisyah yang berusia muda, sisanya adalah janda-janda tua, yang nabi lindungi dan nafkahi keturunan-keturunannya..
Mungkin juga fenomena kucing kurus, ada diantara mereka yang masa lalu atau masa kecilnya berada dalam lilitan kemiskinan, kekurangan, sehingga ketika mereka sudah punya akses dan kuasa, terus bernafsu mengeruk pundi-pundi kekayaan dari segala jalan, untuk ditunjukkan pada pihak lain jika mereka telah sukses, biar orang lain tertunduk hormat pada mereka. Atau juga sebaliknya mereka berasal dari keluarga kaya, ketika mulai redup mereka memanfaatkan akses dan kuasa agar tetap hidup mewah, karena memang tidak siap mental menjadi miskin.

Siapapun kita tentunya punya hasrat untuk menjadi kaya, memiliki jabatan, memiliki hasarat seksual. Sebagaimana teorinya Maslow tidak ada batas kepuasan.  Terlebih saat ini mungkin kita berada dalam himpitan keterbatasan; gaji cukup jika disertai puasa senin kamis, ke kantor masih kehujanan, rumah masih mengontrak, atau kebocoran jika hujan, tagihan bank menanti tiap bulan, adan aneka keterhimpitan lainnya. Sungguh ujian short cut, menerabas, jalan pintas, mencari akses dan kuasa, melakukan kolusi, memotong anggaran, meminta tolong saudara jauh, agar keluar dari himpitan adalah cara termudah. Lalu apakah memang itu solusi? Mungkin solusi menuju tercela. Saat kita tercela, beban bukan berada pada pundak kita pribadi, tapi turut menyeret nama besar keluarga kita, dan keturunan kita. Bagaimana hancurnya hati seorang anak tatkala teman-temannya menolok-olok jika ayahnya korupsi. Memang mungkin hukuman penjara tidak lama,tapi apakah labeling sebagai koruptor tidak akan terbawa hingga anak keturunan?.

Selayaknyalah kita bersyukur dengan segala karunia yang kita terima hari ini, bersyukur rizki yang didapat hasil cucuran keringat, makanan yang disantap anak kita adalah keberkahan yang mengalir dalam urat darah merka. Rumah yang bocor adalah hasil jerih payah penuh keberkahan. Benar apa yang diungkapkan oleh Prie GS “Ketika gaya hidupmu mulai tak sederhana, persoalan hidupmu mulai tak sederhana”. Banyak orang yang terjebak gaya hidup yang sudah tidak sederhana, tidak siap menurunkan standar hidupnya. Gaya hidup mewah adalah bencana besar, akar korupsi bermula dari keluarga, saat istri menuntut hidup mewah, saat anak menuntut gadget dan kendaraan tidak selayaknya, maka beban itu menjadi gerbang pembuka seorang kepala keluarga menjadi korup.

Sudahlah, kita bercermin dari pengalaman orang-orang besar untuk kebaikan kehidupan kita, untuk memahami sistem agar tak terjebak, untuk lebih hati-hati dalam bertindak. Hanya kita pribadi, istri yang selalu mengingatkan, dan anak yang senantiasa mendoakan yang bisa membantu mengendalikan nafsu akan hasrat. Semoga Allah senantiasa menjaga.***

Leave a Reply

Sketsa