Diberdayakan oleh Blogger.

Sentuhan Aiman


posted by rahmatullah on

No comments



Terasa luruh segala letih ketika sampai rumah disambut dengan senyum, tawa, tangan menepuk angin dan lonjakan Aiman dalam gendongan Mamanya, yang ingin bersegera pindah ke dekapan Abahnya. Badannya mengarah ke sepeda yang ada di garasi dan dengan isyarat tubuh agar bersegera Abahnya menginjak pedal sepeda untuk berkeliling rumah. Dalam kesempatan lain istri  bercerita jika Aiman itu beda kalau Abahnya ada di rumah, tidur malamnya akan lebih larut, selain dinenin juga ekstra harus ditepuk-tepuk pantatnya oleh Abah, kalau gak bakal rewel. Biasanya cukup di nenenin juga sudah lelap.  

Kebetulan Istri dan Anak kini tinggal bersama Ibu di Pandeglang, saban hari mengisi rumah di Serang,  dikarenakan malam mengajar dua hari sekali saya pulang ke Pandeglang.  Rasa ingin selalu berada di samping Aiman begitu besar, ini yang mungkin disebut malarindu, terlebih apapun tingkah polahnya begitu terngiang, walaupun butuh energi ekstra istri dalam mendampingi Aiman.

Diusianya bulan kesebelas sengaja saya catatan tingkah polah sebagai ingatan di masa mendatang agar kian mensyukuri anugerah dari Allah. Ketika saya tertidur biasanya Aiman menyentuh  pipi, menarik kuping atau rambut agar menemaninya bermain. Satu hal yang membuat haru dan harap, kebiasaanya ketika mendengar azan, tak lama berselang Aiman mempraktekan posisi sujud, gak kenal di lantai, karpet atau kasur, apalagi kalau kita bilang Allahu Akbar ia akan berkali-kali mempraktekan sujud. Jika sampai waktu magrib, selepas gerak sujud ia akan mengacungkan dua tangannya, mungkin maksudnya meniru cara berdoa, selepas itu mengasongkan tangan kanannya untuk salaman. Selepas itu Aiman merambat mengambil  Al-Quran yang disimpan diatas meja, mematut-matut dan membolak balik, mungkin maksudnya mengaji. Lain halnya saat ada neneknya, Aiman akan mengambil kain gendongan yang biasa yang kemudian ia berikan pada neneknya sambil merondang agar di gendong.

Bagi saya tingkah polah Aiman adalah sentuhan hati, mengingatkan kemahabesaran ciptaan Allah. Benar jika bayi atau anak kecil ibarat kertas putih, yang kemudian orangtuanyalah yang membentuk pola gambar dan menentukan akan seperti apa wujud gambar itu, apakah indah, apakah menjadi buram ataupun menjadi kertas yang lecek bahkan sobek.

Terkadang saat Aiman terlelelap, saya dan istri saling mengkritik dan memberi masukan akan sikap yang kurang layak ditunjukkan pada Aiman, semisal menunjukkan emosi, mengungkapkan kekesalan yang sesungguhnya sedikitpun tidak elok untuk dilihat dan di rekam Aiman.

Saya memang baru menjadi orang tua alias orang tua amatir yang baru seujung jari pengetahuan mendidik anak, namun dalam usia anak yang baru menginjak 11 bulan tersadarkan akan pentingnya menjadi suritauladan. Apa yang Aiman lakukan adalah cerminan dari siapa yang terdekat tentunya Ayah dan Ibunya.  Jika tidak salah dalam ilmu psikologis bahwa anak adalah perekam terbaik di dunia, dan dia akan mencontoh apa yang dia lihat, dengar dan rasakan. Wajar jika Aiman mempraktekan sujud, mengambil dan mematut Al-Quran, karena mungkin itulah yang ia lihat kini. 

Pelajaran terbesar bagi saya dan istri adalah agar betul-betul menjadi suritauladan, menata diri agar sikap yang penuh akhlak yang tertampakan, kata-kata santun yang terungkapkan, hidup penuh semangat dan sahaja  karena kelak menjadi warna bagi Aiman. Sesungguhnya tanpa sadar sentuhan Aiman adalah guru bagi kami agar menata hidup lebih terpuji.***

Leave a Reply

Sketsa