Tulisan ini mengenai catatan peristiwa hari
senin lalu (28/12/2015), tentang dunia Aiman. Mengingatnya aga menitikan air
mata, karena terkait spiritualitas anak. Sebagaimana biasa menjelang magrib,
Aiman pergi kekamar neneknya, menemani nonton TV, kebetulan sedang ada tayangan
adzan magrib di salah satu statsiun TV. Tiba-tiba dia beranjak dari kasur
neneknya dan bialng “Aiman mau gambar Allah” sambil mencari kertas dan pulpen. Saat
itu saya hanya menyaksikan dari kursi karena sedang menyelesaikan pekerjaan.
Aiman kemudian menggambarkan sesuatu diatas kertas dalam posisi tiduran. Ia
kemudian beranjak ke mushala kecil kami dan menaruh kertas diatas meja.
Saya, neneknya dan Aiman kemudian menunaikan
shalat magrib berjamaah, selesai salam sebagaimana biasa ia berdoa dalam tutur
katanya “Ya Allah jadikan aiman, aisyah anak yang shaleh. Sembuhkan abi, umi,
nenek, semuanya…Amiin”. Doa itu memang saya ajarkan agar aiman lafalkan selesai
shalat. Kemudian ia mengambil kertas diatas meja sambil tiduran manja dan menunjukkan
“Abi ini Allah”, ia menunjukkan tulisan dalam kertas block note. Tulisan
tersebut lafadz arab yang tidak sempurna karena kurang huruf ‘ha’. Saya
tertegun karena saya, ibunya maupun neneknya belum pernah mengajari Aiman lafadz
“Allah”. Sambil kemudian Aiman bilang “Abi, Aiman mau ketemu Allah”.
Sampai sekarang saya tidak paham apa
sesungguhnya maksud Aiman. Sampai tiba waktu isya, kami kemudian melanjutkan shalat
berjamaah, lalu saya beranjak untuk menidurkan Aiman, dan kembali ia membawa
kertas block note yang ada tulisan Allah. Sambil kami mengobrol di kasur, Aiman
lalu membuka block note diatas bantal membuka lembaran yang ada tulisan
Allahnya, kemudian mengambil posisi tidur, dan ia bilang “Abi kertasnya jangan
dijadiin kipas ya”, memang kebiasaan saya jika menidurkan Aiman mengipasinya
dengan Koran atau buku. Tidak lama kemudian ia tertidur sambil satu tangan
memegang block note.
Bagaimanapun saya agak bingung sekaligus haru. Aiman
baru berumur 3 (tiga) Tahun dan memang belum pada taraf kami membahas dengannya
tentang Allah baik lafadznya apalagi dzatnya, karena kami rasa belum waktunya.
Baru pada tahap mengenalkan iqra, mengajaknya shalat dan pembiasaan amalan yang
lain. Esoknya saya Tanya istri untuk meyakinkan apa memang mengajarkan Aiman
menulis lafadz Allah atau menjelaskan dzat Allah. Istri menggelangkan kepala
dan bilang sama sekali belum pernah mengajarkan menuliskan apalagi menjelaskan
dzat Allah, paling sekedar mengenalkan Iqra saja.
Saya hanya bisa terharu dan berkaca-kaca, menganggap ini mungkin spiritualitas anak, entah siapa yang mengajarkan dan membimbing, mungkin hanya
Allah dan Aiman yang tahu. Semoga kami bisa menjaga orang tua yang baik, mampu menjaga
amanah yang Allah titipkan.***