Diberdayakan oleh Blogger.

Aiman dan Aisyah


posted by rahmatullah on

No comments





Alhamdulillah tanggal 3 Oktober 2015 Aiman memiliki adik perempuan bernama Aisyah, selisih usia diantara mereka 3 tahun 3 bulan. Memang dasar sifat manusia adalah hawatir seakan tidak yakin dengan ketetapan Allah. Pada mulanya saya dan istri tersirat  kehawatiran dengan kondisi kehamilan kedua, karena sedang memasuki perkuliahan semester ke-2, harus pulang pergi Pandeglang-Depok, berangkat sebelum subuh dan baru sampai Pandeglang sektar jam 21.00. Namun puji syukur karena selalu ada malaikat-malaikat yang menolong sepanjang kehamilan, ada teman-teman istri yang rela memberi tumpangan kendaraan dari Serang menuju Depok, walaupun tetap ada rasa hawatir karena hamil muda dalam goncangan kendaraan untuk jarak perjalanan lumayan jauh.

Masuk perkuliahan semester-3 saya putuskan agar istri mengambil cuti karena usia kehamilan sudah masuk 8 bulan, walaupun sebetulnya hanya tinggal dua mata kuliah dan masuk pengajuan proposal tesis. Harapannya memang bisa segera lulus karena lumayan biaya kuliah yang mempengaruhi keseimbangan dapur hehe… Kuliah kini, cuti  tidak cuti tetap harus bayar walaupun ada pengurangan sekitar 80% SPP, namun saya dorong agar istri tetap ada progress dalam proses perkuliahan dengan tetap melakukan penjajakan ke lokus penelitian dan pengambilan data sekunder, agar proposal tesis bisa tuntas sambil menunggu kelahiran.
Apa kabar dengan Aiman? Paragraf ini memang milik Aiman hehe…  Sebagaimana orang tua yang pada saat itu akan memiliki anak kedua, rasa hawatir muncul karena dari hasil bacaan dan obrolan bahwa biasanya anak pertama akan iri dengan kehadiran adiknya karena adanya perubahan lingkungan dimana semua perhatian, khususnya  Ibu dan semua yang ada di rumah tertuju kepada sang adik. Namun Alhamdulillah, sedari awal saya selalu meyakinkan istri jika Aiman adalah anak yang hebat, dewasa pada usianya, ia akan senang dengan kehadiran adiknya. Menghadapi keadaan tersebut memang harus dipersiapkan, sejak hamil, istri selalu berkomunikasi dan memberikan gambaran pemahaman kepada Aiman, semisal apa itu adik, kenapa harus sayang dan menjaga adik, bagaimana jika adiknya lahir, dsb. Dalam aspek lain sejak masuk kehamilan 8 bulan Aiman mulai dipahamkan dan dibiasakan agar mau tidur dengan siapa saja, dengan saya, neneknya atau uwaknya. Alhamdulillah ia bisa memahami situasi dan beradaptasi dengan perubahan yang ada. Memang waktu Aiman kini banyak dihabiskan dengan saya, neneknya, dan uaknya mulai dari tidur, mandi, makan dan bermain. Aiman tidak pernah iri jika sepanjang hari Ibunya fokus pada Aisyah karena ia paham sudah diceritakan dari jauh hari, walaupun tetap jika Aisyah tidur Ibunya intensif menemani Aiman. Aiman tidak pernah usil atau mengganggu Aisyah, naluri atau watak kakaknya sudah hadir, terkadang ia mengusap kening Aisyah dan bilang “Aisyah Sayang”, dan menjadi kebiasaan jika Aisyah menangis sendiri di kamar ia akan melapor kepada Ibunya, saya ataupun neneknya  “ Aisyah nangis tuh minta di gendong”. 
Hal yang terpenting dalam proses ini adalah pergeseran sentuhan kasih sayang, jangan sampai kehadiran adiknya mengurangi sayang terhadap Aiman. Oleh karena itu, sentuhan yang berkurang di Ibunya meningkat di saya, nenek, maupun uwak-uwaknya sehingga Aiman tidak merasa terkucilkan dengan kehadiran sang adik. Memang ada kekurangan yang harus kami penuhi dalam tumbuh kembang Aiman saat ini, yakni tidak ada teman sebaya, lingkungan rumah adalah orang dewasa, di Usianya 3 Tahun ia lebih banyak nyambung berkomunikasi dan interaksi dengan orang dewasa, pemahaman dan bicaranya ‘ala’ orang dewasa, dan cenderung ‘menguasai’ dan tidak nyaman jika ada saudara atau sepupu yang seusia.
Bagaimana dengan Aisyah? Ada situasi dan perilaku berbeda memang antara anak pertama dengan anak kedua. Terbersit hawatir nanti Aisyah akan lahir di mana? Karena Askes (BPJS) kini tidak mengakomodir untuk melahirkan normal di RS, diasumsikan bisa dilakukan pada Faskes 1, yaitu di Puskesmas atau Klinik. Beda dengan saat Aiman dulu, dengan mudah kami bisa mendapatkan rujukan dari Puskesmas untuk Kontrol di Rumah Sakit Swasta termasuk melahirkan.  Untuk aisyah memang kontrol kami lakukan di Puskesmas dan bidan, jatah BPJS untuk USG sepanjang hamil hanya 1 kali, jika diluar jatah harus bayar 50 ribu hehe. Terhitung  hanya dua kali Aisyah ‘menyengajakan’ kontrol di dokter kandungan. Diakhir-akhir kami putuskan agar istri melahirkan di Bidan dekat rumah Orang tua di Pandeglang. Saya dan istri yakin bahwa melahirkan juga bukan persoalan tempat semata, tapi masalah keyakinan kita pada Allah dan bidan yang membantu. Beruntung di dekat rumah orang tua ada praktik Bidan namanya bu Lelah, beliau orang yang hangat, pendengar yang baik dan sangat membuat nyaman pasiennya. 
Aisyah lahir dengan begitu dimudahkan, tepatnya hari sabtu jam 10.45. Prosesnya lancar dengan bobot yang lumayan 3,4 Kg. Saya teringat jika hari jumat sebelum lahiran sebagaimana biasa jadwal rutinitas mengajar di sebuah kampus di Serang. Mengajar selepas magrib sampai jam 21.00, kemudian menginap di rumah kecil kami di Serang, mengajar kembali besoknya hingga jam 10 dan baru pulang ke pandeglang. Namun malam sabtu itu istri menepon agar saya mengusahakan pulang ke Pandeglang Karena Aiman demam, walaupun letih mengajar dan harus memacu mengendarai motor menuju Pandeglang, saya jalani demi Aiman. Alhamdulillah waktu subuh Panas Aiman sudah mereda dan istri kemudian bercerita jika dari jam 3 sudah merasakan kontraksi namun tidak membangunkan saya karena kasihan kelihatan lelah. Jam 7 kami kontrol ke bidan dinyatakan sudah pembukaan 4, dipersilahkan pulang untuk melakukan aktiftas yang memudahkan pembukaan berikutnya, dan jam 10 kembali ke bidan dinyatakan harus persiapan karena masuk pembukaan 7 dan Alhamdulillah selang 45 menit kemudian Aisyah hadir dengan proses yang Allah lancarkan. Keyakinan tawakal pada Allah memang membuahkan kemudahan termasuk proses keluarnya ASI, dua minggu berselang untuk kontrol  berat badan Aisyah sudah sampai 4,5 Kg.
Tentunya doa yang saya tuturkan sebagai hamba yang Allah amanahkan menjadi kepala rumah tangga dan Ayah bagi kedua anak tidak lain agar meraka menjadi anak yang shaleh/ shalehah, baik budi pekertinya dan tentunya bermanfaat bagi sesama. Hal yang harus kita hadirkan adalah bahwa sekenario Allah itu sudah ada jalannya, dan pertolongan hadir bisa dari tangan siapa saja. Jangan kita ragu dan hawatir, peran kita adalah berusaha dan terus berusaha menjalankan tugas Allah dengan baik dalam segala urusan baik di rumah, di jalan dan di pekerjaan.***

Leave a Reply

Sketsa