Masuk perkuliahan semester-3 saya putuskan agar
istri mengambil cuti karena usia kehamilan sudah masuk 8 bulan, walaupun
sebetulnya hanya tinggal dua mata kuliah dan masuk pengajuan proposal tesis. Harapannya
memang bisa segera lulus karena lumayan biaya kuliah yang mempengaruhi
keseimbangan dapur hehe… Kuliah kini, cuti
tidak cuti tetap harus bayar walaupun ada pengurangan sekitar 80% SPP,
namun saya dorong agar istri tetap ada progress dalam proses perkuliahan dengan
tetap melakukan penjajakan ke lokus penelitian dan pengambilan data sekunder,
agar proposal tesis bisa tuntas sambil menunggu kelahiran.
Apa kabar dengan Aiman? Paragraf ini memang
milik Aiman hehe… Sebagaimana orang tua
yang pada saat itu akan memiliki anak kedua, rasa hawatir muncul karena dari
hasil bacaan dan obrolan bahwa biasanya anak pertama akan iri dengan kehadiran
adiknya karena adanya perubahan lingkungan dimana semua perhatian, khususnya Ibu dan semua yang ada di rumah tertuju kepada
sang adik. Namun Alhamdulillah, sedari awal saya selalu meyakinkan istri jika
Aiman adalah anak yang hebat, dewasa pada usianya, ia akan senang dengan
kehadiran adiknya. Menghadapi keadaan tersebut memang harus dipersiapkan, sejak
hamil, istri selalu berkomunikasi dan memberikan gambaran pemahaman kepada
Aiman, semisal apa itu adik, kenapa harus sayang dan menjaga adik, bagaimana
jika adiknya lahir, dsb. Dalam aspek lain sejak masuk kehamilan 8 bulan Aiman
mulai dipahamkan dan dibiasakan agar mau tidur dengan siapa saja, dengan saya, neneknya
atau uwaknya. Alhamdulillah ia bisa memahami situasi dan beradaptasi dengan perubahan
yang ada. Memang waktu Aiman kini banyak dihabiskan dengan saya, neneknya, dan
uaknya mulai dari tidur, mandi, makan dan bermain. Aiman tidak pernah iri jika
sepanjang hari Ibunya fokus pada Aisyah karena ia paham sudah diceritakan dari jauh
hari, walaupun tetap jika Aisyah tidur Ibunya intensif menemani Aiman. Aiman
tidak pernah usil atau mengganggu Aisyah, naluri atau watak kakaknya sudah
hadir, terkadang ia mengusap kening Aisyah dan bilang “Aisyah Sayang”, dan
menjadi kebiasaan jika Aisyah menangis sendiri di kamar ia akan melapor kepada
Ibunya, saya ataupun neneknya “ Aisyah
nangis tuh minta di gendong”.
Hal yang terpenting dalam proses ini adalah
pergeseran sentuhan kasih sayang, jangan sampai kehadiran adiknya mengurangi
sayang terhadap Aiman. Oleh karena itu, sentuhan yang berkurang di Ibunya
meningkat di saya, nenek, maupun uwak-uwaknya sehingga Aiman tidak merasa
terkucilkan dengan kehadiran sang adik. Memang ada kekurangan yang harus kami
penuhi dalam tumbuh kembang Aiman saat ini, yakni tidak ada teman sebaya,
lingkungan rumah adalah orang dewasa, di Usianya 3 Tahun ia lebih banyak
nyambung berkomunikasi dan interaksi dengan orang dewasa, pemahaman dan
bicaranya ‘ala’ orang dewasa, dan cenderung ‘menguasai’ dan tidak nyaman jika
ada saudara atau sepupu yang seusia.
Bagaimana dengan Aisyah? Ada situasi dan
perilaku berbeda memang antara anak pertama dengan anak kedua. Terbersit
hawatir nanti Aisyah akan lahir di mana? Karena Askes (BPJS) kini tidak
mengakomodir untuk melahirkan normal di RS, diasumsikan bisa dilakukan pada
Faskes 1, yaitu di Puskesmas atau Klinik. Beda dengan saat Aiman dulu, dengan
mudah kami bisa mendapatkan rujukan dari Puskesmas untuk Kontrol di Rumah Sakit
Swasta termasuk melahirkan. Untuk aisyah
memang kontrol kami lakukan di Puskesmas dan bidan, jatah BPJS untuk USG
sepanjang hamil hanya 1 kali, jika diluar jatah harus bayar 50 ribu hehe.
Terhitung hanya dua kali Aisyah
‘menyengajakan’ kontrol di dokter kandungan. Diakhir-akhir kami putuskan agar
istri melahirkan di Bidan dekat rumah Orang tua di Pandeglang. Saya dan istri
yakin bahwa melahirkan juga bukan persoalan tempat semata, tapi masalah
keyakinan kita pada Allah dan bidan yang membantu. Beruntung di dekat rumah
orang tua ada praktik Bidan namanya bu Lelah, beliau orang yang hangat,
pendengar yang baik dan sangat membuat nyaman pasiennya.
Aisyah lahir dengan begitu dimudahkan, tepatnya
hari sabtu jam 10.45. Prosesnya lancar dengan bobot yang lumayan 3,4 Kg. Saya
teringat jika hari jumat sebelum lahiran sebagaimana biasa jadwal rutinitas mengajar
di sebuah kampus di Serang. Mengajar selepas magrib sampai jam 21.00, kemudian
menginap di rumah kecil kami di Serang, mengajar kembali besoknya hingga jam 10
dan baru pulang ke pandeglang. Namun malam sabtu itu istri menepon agar saya
mengusahakan pulang ke Pandeglang Karena Aiman demam, walaupun letih mengajar
dan harus memacu mengendarai motor menuju Pandeglang, saya jalani demi Aiman.
Alhamdulillah waktu subuh Panas Aiman sudah mereda dan istri kemudian bercerita
jika dari jam 3 sudah merasakan kontraksi namun tidak membangunkan saya karena
kasihan kelihatan lelah. Jam 7 kami kontrol ke bidan dinyatakan sudah pembukaan
4, dipersilahkan pulang untuk melakukan aktiftas yang memudahkan pembukaan
berikutnya, dan jam 10 kembali ke bidan dinyatakan harus persiapan karena masuk
pembukaan 7 dan Alhamdulillah selang 45 menit kemudian Aisyah hadir dengan
proses yang Allah lancarkan. Keyakinan tawakal pada Allah memang membuahkan
kemudahan termasuk proses keluarnya ASI, dua minggu berselang untuk
kontrol berat badan Aisyah sudah sampai
4,5 Kg.
Tentunya doa yang saya tuturkan sebagai hamba
yang Allah amanahkan menjadi kepala rumah tangga dan Ayah bagi kedua anak tidak
lain agar meraka menjadi anak yang shaleh/ shalehah, baik budi pekertinya dan tentunya
bermanfaat bagi sesama. Hal yang harus kita hadirkan adalah bahwa sekenario
Allah itu sudah ada jalannya, dan pertolongan hadir bisa dari tangan siapa
saja. Jangan kita ragu dan hawatir, peran kita adalah berusaha dan terus
berusaha menjalankan tugas Allah dengan baik dalam segala urusan baik di rumah,
di jalan dan di pekerjaan.***