Pokok persoalan bangsa
ini hanyalah satu yakni ‘Robohnya Keluarga’. Jika kita cermati, masifnya
peredaran Narkotika dan Obat-Obat Terlarang (Narkoba), tumbuh suburnya organisasi
sosial keagamaan yang merasa paling benar serta mengajarkan paham fanatisme dan
narsisme, munculnya gerakan-gerakan kelompok yang ditengarai fundamental
mengarah pada tindakan teror, maraknya kriminalitas, tumbuh suburnya Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang diidentikan mental pemalas diwakili
oleh anak jalanan, gelandangan dan pengemis, dan yang paling kekinian adalah
lahirnya generasi muda galau,
semangat hidupnya ditentukan oleh mood,
semua persoalan diatas diakibatkan oleh absennya keluarga.
Entahlah saat ini
keluarga yang merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas ayah,
ibu dan anak telah kehilangan kehangatan dan fungsi saling bergantung. Rumah
kini mungkin hanya berperan sebagai ruang hinggap ibarat penginapan, sekedar
tempat makan, tempat tidur, dan kembali ke pusaran aktivitas. Bukan lagi
sebagai tempat perhentian untuk
membaharukan energi, perasaan dan pikiran.
Sebetulnya aneka
persoalan yang disebutkan diatas diawali ketidakberfungsian keluarga. Narkoba
merajalela karena keluarga telah gagal menangkal, lahirnya pemuda galau karena keluarga gagal membentuk jatidiri
anak, kian diminatinya gerakan sosial keagamaan yang mengajarkan narsisme dan
fanatisme oleh anak muda hingga terlibat dalam gerakan sesat dikarenakan
keluarga gagal menjadi madrasah ruhani,
tumbuh subur dan kian variatifnya kenakalan remaja diakibatkan kegagalan
keluarga dalam menanamkan nilai moral, dan aneka persoalan lain yang memang
cikal bakalnya dikarenakan lemahnya keluarga. Keluarga yang padamulanya
dicita-citakan menjadi ‘surga’ telah menjadi ‘neraka’ dikarenakan gagal
memenuhi kebutuhan lahir maupun batin baik bagi ayah, ibu maupun anak-anak.
Hal yang sering kita
lupakan adalah seolah-olah keluarga tidak memiliki peran terhadap kemajuan
bangsa. Namun justru keberhasilan suatu bangsa merupakan akumulasi keberhasilan
dari unit-unit keluarga sebagai lembaga terkecil dalam masyarakat. Jika kita
cermati, sesungguhnya kemajuan peradaban bangsa ini hanya dapat diraih dengan
hadirnya keluarga. Karena keluarga sejatinya menjadi tempat bernaung, mengadu, mencurakan
isi hati, melepas energi negatif dan menghirup sebesar-besarnya energi positif,
tempat bersandar atas segala persoalan, dan tempat belajar segala jenis ilmu (madrasah). Lalu apa yang kemudian
terjadi jika lembaga keluaraga tidak memiliki ketahanan? Tentunya dengan
keluarga yang terpuruk dan tidak memiliki ketangguhan hanya akan menjadi beban
bagi negara, dengan tumbuh suburnya persoalan turunan.
Pemerintah-pun memiliki
kekhawatiran yang sama terkait persoalan diatas, kemudian merespon melalui
gerakan “Revolusi Mental”. Revolusi mental yang bukan hanya diprioritaskan pada
Aparat Sipil Negara (ASN) melainkan juga menyentuh tatanan keluarga, sehingga diharapkan
keluarga kembali pada hakikatnya, ayah dan ibu bisa menjadi polisi moral bagi
anak, dan anak merasakan rumah sebagai surga mereka. Akan tetapi keluarga
tangguh hanya bisa dibentuk dengan dukungan semua pihak, hal yang tidak bisa
ditolak adalah kemajuan teknologi informasi, jika pada masa pemerintahan lalu ketahanan
keluarga dapat dijaga karena adanya sensor yang ketat terhadap penyiaran dan
itupun dibatasi melalui media pemerintah yakni RRI dan TVRI. Sedangkan di era
keterbukaan kini, siaran TV yang menuhankan rating memiliki andil dalam membentuk
generasi-generasi galau, guyon dan membangkang.
Jika pemerintah hadir, mau dan sungguh-sungguh siaran TV melalui
program-programnya bisa kembali darahkan menjadi sarana memperkokoh ketahanan
keluarga, bukan malah lambat laun menggerogoti.
Great!!!