Sabtu pekan lalu saya ajak Aiman ke Puskesmas untuk periksa
gigi, tidak lagi sakit sebenarnya, hanya memang hawatir dengan kondisi gigi geraham kanan kiri yang sudah berlubang,
tambah gigi depan yang keropos kian menghitam. Sebenarnya Aiman tergolong rajin
menggosok gigi, sama sekali tidak suka permen, itupun jarang makan coklat dan es
krim. Kami sadari sebagai orang tua kurang apik menjaga kesehatan gigi Aiman
atau memang ada faktor lain yang memicu parahnya kerusakan gigi, ada juga yang
bilang kadar air di tempat kami yang terlampau asam.
Oia, tapi tulisan sebenarnya bukan tentang gigi Aiman (hehe
gak penting kan), melainkan upaya kami merubah kebiasaan Aiman sebagai kertas
putih yang belum terkotori tinta, buram, lecek, apalagi robek. Ini tentang ‘penyakit’
anak kekinian yaitu ‘gadget’. Anak mana yang tidak kenal, dekat, bahkan
terpapar gadget, apalagi sepanjang waktu melihat lingkungan terdekatnya begitu
intim dengan gadget.
Dibilang hawatir, sayapun teramat takut jikalau Aiman
terpapar, bahkan tak terlepas dari gadget, terlebih HP bagi saya dan istri
bukan semata-mata terkait menyambungkan sesama manusia, juga terkait hal
pekerjaan. Sejak awal saya menerangkan ke Aiman jikalau saya pegang HP artinya
sedang bekerja, karena memang kebetulan saya tidak suka games, tidak menginstal
permainan, hanya memasukan aplikasi berita, aplikasi pesan dan pendukung
pekerjaan. Dan saat saya akan pegang HP saya akan bilang “Abi mau balas sms ya,
abi mau balas WA, atau abi mau baca berita”. Dengan begitu tidak sedikitapun
dalam benak aiman jika saya sedang nge-game
di HP.
Namun bukan berarti Aiman sama sekali tidak menggunakan
gadget. Saya terapkan jam khusus bagi Aiman boleh menggunakan Ipad mini,
waktunya selepas shalat subuh dan ngaji, saya bebaskan Aiman menggunakan hingga
jam 6 pagi, selapas itu berlanjut dengan aktivitas lain. Memang Ipad mini saya
khususkan untuk Aiman, saya install aplikasi terkait permainan kecerdasan anak,
boleh juga nonton Youtube yang settingnya sudah control orang tua.
Alhamdulillah jika jam sudah menunjukkan pukul 6, ia
memberikan Ipad ke saya atau menyimpannya diatas bufet. Jikalau lupa, tanpa
sepengatahuannya saya matikan modem wifi (koneksi internet), paling Aiman
bilang” Sudah jam 6, internetnya gangguan Abi”, sama sekali dia tidak tampak kecewa
ataupun marah. Oia saat dia menggunakan Ipad saya ada disampingnya, sayapun menggunakan
HP sekedar melihat WA ataupun membaca berita sambil minum kopi mendampingi
Aiman minum susu. Rupanya saya menyadari kunci agar anak patuh, respek, menaati
aturan yang ditetapkan orangtua adalah komitmen, pembiasaan, dan tauladan. Sehari-hari
saya tidak meletakan HP ditempat khusus, dimanapun tergeletak Aiman tidak
pernah berani menggunakan ataupun membuka-buka, karena sudah ter-frame jika HP
Abi adalah pekerjaan Abi. Alhamdulillah itupun menular pada adiknya Aisyah (2
tahun), jikalau ia mendapati HP saya tergeletak, dia akan bawakan dan
menyerahkan sambil bilang “Bi Hape”.
Saya dan istripun termasuk pernah mengalami, upaya termudah menenangkan
anak adalah dengan smartphone, obat menunggu sesuatu biar anak gak bosen atau
BT paling efektif ya dengan gadget. Beberapa kesempatan jika mau antar Aiman
berobat, menunggu antrian, dan pekerjaan yang ada urusannnya dengan menunggu
selalu bawa Ipad. Tujuannya apa, ya biar Aiman anteng, gak menganggu situasi
lingkungan. Namun saya pikir jika begitu terus ‘tidak sehat’. Dari situ saya harus
menyusun cara agar bisa dirubah kebiasaan dengan aktivitas lain. Akhirnya saya
pacu Aiman tanpa paksaan sedikitpun dengan menyukai membaca buku dan menulis.
Caranya, tidak ada kata lain selain suritauladan, saya selalu menunjukkan
membaca buku saat dirumah, dan menyediakan buku-buku yang kiranya seusia Aiman bakal
suka, dengan meminta buku bekas ke saudara yang lain. Nah rupanya itu sangat
efektif sehingga kini buku adalah bagian dari Aiman. Berikutnya saya salami hal
ihwal apa kesukaan Aiman, rupanya dia suka dunia mobil, maka saya carikan buku
tentang mobil bahkan sengaja saya beli tabloid Otomotif, tujuannya biar dia
semakin antusias membaca. Dampak positif lainnya adalah tanpa disadari diapun
tertarik untuk menulis. Untuk mengapresiasi itu terkadang saya support Aiman
dengan membawa kertas bekas yang belakangnya kosong untuk dia menggambar dan
menulis apapun, membelikan white board, menyediakan buku tulis, dan dukungan
lain agar dia menyenangi dunia membaca dan menulis. Maka tidak aneh jika pulpen
pilot dua hari sudah habis, buku tulis seminggu sudah penuh.
Walupun memang tidak saya pungkiri dalam situasi khusus,
diluar subuh membolehkan Aiman menggunakan HP, misalnya saat terjebak macet,
menunggu yang terlalu lama, itupun tetap disertai aturan main dengan membatasi
waktu.
Alhamdulillah dengan pembiasaan diatas menginjak usia 5
tahun Aiman sudah lancar membaca huruf latin, lancar menulis dan tak lupa yang
wajib dia lancar juga membaca Al-Quran. Semua tidak terjadi dengan tiba-tiba,
tidak ujug-ujug, tapi sebuah proses menyelami, memprogram dan melakukannya
dengan kebersamaan dan suasana riang.
Nah kembali ke paragraf awal, cerita tentang Aiman dibawa ke
Puskesmas untuk berobat gigi. Sebetulnya saya sedang mengetes Aiman, apakah dia
mau sambil menunggu antrian periksa dokter, untuk membawa buku tulis. Saya
pancing “Aiman nantikan di Dokter lama, gimana kalau Aiman bawa buku tulis dan
pulpen biar gak bosen”. Tanggapan Aiman “Iya Abi, Aiman mau sambil lanjutin
gambar mobil sama bikin soal buat abi”, saya tanggapi lagi “ Oke, nanti abi
tulis pertanyaan yang banyak terus Aiman jawab ya”. Memang tiga minggu ini
Aiman lagi suka nulis tanya jawab soal apapun di buku tulisnya, gantian saya
bikin pertanyaan dia jawab, Aiman bikin pertanyaan saya jawab.
Alhamdulillah saat di Puskesmas, ketika yang lain baik anak
maupun orang tua mengalihkan waktu menunggu periksa beraktivitas dengan
smartphone-nya, Aiman malah sibuk dengan buku tulisnya, walupun Aiman kikuk
karena kok mata pengunjung pasien tertuju pada Aktivitas tulis menulis Aiman.
Entahlah Aiman yang aneh atau zaman yang aneh hehe…. ***
MasyaAllah....Aiman hebat...lbh hebat lg Abi sama Umi nya...Hebat.
Saya selalu suka baca tulisan-tulisan pak Rahmat apalagi tentang mendidik anak dan kebiasaan hidup yg bapak terapkan di keluarga..