Karena ini
hari jumat, saya ingin menulis yang berwangi religi hehe. Ini tentang kita,
soal hutang piutang, siapa yang tidak bersangkut paut dengan hutang, rasanya
tidak ada manusia di muka bumi yang tidak berurusan dengan hal tersebut. Entah
kewajiban siapa mengingatkan ummat mengenai ini, karena mimbar jumat dan
sebagian ustad kini lebih banyak membahas politik dibanding panduan hidup
keseharian.
Kemarin
pulang kantor ibu berkisah tentang keluh kesah pedagang kelontong samping rumah
yang baru buka 2 bulanan, karena harga miring dan ambil margin untung sedikit
terlihat laris memang. Tapi apa dinyana si abang cerita, jikapun laris tapi
rata-rata warga membeli dengan berhutang, sulit memutar modal. Jikapun ditagih,
selalu ada alasan, ada juga penghutang yang menghilang, ada juga yang tidak
menghutangi ujungnya menebar fitnah, karena si abang adalah pendatang. Kenapa ibu begitu perasa dengan hal utang
piutang, karena seingat saya 27 tahun lalu saat saya SD, ibu pernah membuka
warung kelontong untuk menopang membiayai hidup 8 anak, lalu bangkrut karena
habis dihutangi tetangga.
Sama
nasibnya dengan Bu omah yang pernah saya kisahkan disini http://www.rahmatullah.net/2012/08/omah.html.
Setiap ibu belanja sayur beliau selalu curhat ke ibu, “Kalau gak ingat anak gak
akan jualan bu”, Perempuan perkasa penjaja sayur menggunakan motor keliling ini
mengisahkan jika banyak yang menghutanginya, bervariasi mulai dari ribuan
hingga ratusan ribu. Sama polanya, yang pasti sulit ditagih, banyak alasan, ada
penghutang yang menghilang karena pindah kontrakan. Boro-boro meningkatkan
usaha dagangan sayur, belanja untuk dijual esok hari-pun harus memutar otak
darimana tambahan uangnya.
Begitupun
hal yang saya dan istri alami, saat menolong tetangga sebarang rumah yang
diusir saudaranya, lalu saya izinkan untuk mengontrak di rumah samping yang
kebetulan kosong. Murah saja satu unit rumah saya kontrakan hanya Rp 500 ribu,
saya tidak patok tanggal berapa harus dibayar. Namun apa yang terjadi, 4 bulan
nunggak membayar dengan seribu satu alasan, hingga suatu waktu saya dikabari
tetangga jika rumah yang saya kontrakan sudah kosong dan si pengontrak menebar
desas-desus ke tetangga jika ia disuruh istri saya angkat kaki karena kontrakan
yang ditempati akan dijual. Pedih memang niat menolong, malah kena fitnah, hingga
kini hutang tak dibayar, untaian maaf tak pernah terucap, gossip tersebar.
Saya yakin
semua kita pernah berurusan dengan utang piutang, bisa jadi peminjam atau
pemberi pinjaman. Pola dan gaya hidup konsumtif membuat hutang dianggap biasa,
karena setiap hari apa yang tidak kita peroleh dari cara ngredit. Mulai dari daster, baju anak, panci, kulkas, furniture,
TV, motor, hingga mobil kita peroleh dengan cicilan hutang. Namun entah kenapa
kita beraninya berhutang pada pedagang kecil, warung kecil, mengorbankan
kehidupan dan membangrutkan mereka. Kita tidak pernah berani berhutang ke
Indom*rt, Alf*mart, Gi*nt, c*refour, Dep* b*ngunan, dealer mobil, Bank. Kepada pemodal
kaya kita begitu patuhnya, namun kepada mereka yang lemah semakin kita
jatuhkan.
Tulisan
ini sebenarnya ingatan buat saya sendiri dan mengingatkan kepada para pembaca.
Jika kita berhutang dan sedang berkeluasaan rizki ayo lunasi, bisa jadi rekan
yang kita hutangi sedang tidak mengepul dapurnya, sedang butuh untuk biaya
berobat atau sekolah anaknya. Yang pasti jika kita meninggal saat ini, alangkah
berat hisabnya.
Pada prinsipnya berhutang, itu boleh
sebagaimana surat Al-Baqarah ayat 245:
“Siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (Q. S.
Al-Baqarah ayat 245).
Lalu apa bahayanya hutang piutang
sebagaimana sumber berikut https://dalamislam.com/dasar-islam/bahaya-hutang-dalam-islam:
Kebiasaan berhutang, meski tidak dalam keadaan
darurat, justru akan memberikan dampak buruk terutama jika hutang tersebut
tidak sempat untuk dilunasi karena yang berhutang lebih dulu meninggal dunia.
Berikut bahayanya berhutang:
1.
Menyebabkan stres
Tidak
salah lagi jika seseorang yang berhutang sering kali mengalami stres memikirkan
hutangnya. Kesulitan untuk tidur, pikiran tidak fokus, bahkan sampai tidak
nafsu makan. Hutang merupakan sesuatu yang menyebabkan seseorang mudah merasa
sedih di malam hari karena memikirkan cara untuk melunasinya, sedangkan pada
siang harinya akan merasa kehinaan karena merasa dipandang rendah oleh orang
lain akan hutangnya.
Dalam
kondisi psikis yang tertekan, ditambah fisik yang ikut lemas, tingkat stres pun
akan semakin tinggi. Bagi mereka yang senantiasa menyerahkan segala urusan
kepada Allah SWT, insya Allah bisa melalui semuanya dengan ikhlas. Sedangkan
mereka yang berpikiran sempit, tak jarang memilih jalan pintas, misalnya bunuh
diri, karena tidak sanggup lagi memikirkan bagaimana caranya untuk membayar
hutang tersebut (terutama sekali jika hutang itu sudah jadi kebiasaan yang
akhirnya akan menumpuk dan semakin sulit untuk menemukan cara melunasinya).
2.
Merusak akhlak
Kebiasaan
berhutang justru dapat merusak akhlak seseorang karena berhutang bukan termasuk
dalam hobi yang baik, layaknya kebiasaan berbohong. Nabi Muhammad SAW bersabda
yang artinya;
“Sesungguhnya
seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan
berjanji lantas memungkiri.” (H. R. Al-Bukhari).
Seseorang
yang terlilit hutang sangat mudah untuk dipengaruhi oleh iblis agar mengerjakan
maksiat demi bisa melunasi hutangnya, dengan berbagai cara termasuk mencuri
atau merampok.
3.
Dihukum layaknya
seorang pencuri
Rasulullah
SAW bersabda yang artinya;
““Siapa
saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu
Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (H. R. Ibnu Majah).
4.
Jenazahnya tidak
dishalatkan
Sebagaimana
yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Beliau pernah tidak mau menshalatkan
jenazah seseorang yang rupanya masih memiliki hutang namun belum terbayar dan
tidak ada meninggalkan sepeserpun harta untuk melunasinya. Sampai kemudian ada
salah seorang sahabat yang bersedia menanggungkan hutangnya, baru Rasulullah
SAW mau menshalatkan jenazah tersebut.
5.
Dosanya tidak
terampuni sekalipun mati syahid
Nabi
Muhammad SAW bersabda yang artinya;
“Semua dosa orang yang mati syahid Akan
diampuni (oleh Allah), kecuali hutangnya.”
(H. R. Muslim).
6.
Tertunda masuk
surga
Dari
Tsauban, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;
“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari
jasadnya (baca: meninggal dunia) dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya
ia akan masuk surga, yaitu: bebas dari sombong, bebas dari khianat, dan bebas
dari tanggungan hutang.”
7.
Pahala adalah
ganti hutangnya
Dari
Ibnu ‘Umar, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;
“Barangsiapa
yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka
hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena
di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (H. R. Ibnu Majah).
Artinya,
jika seseorang yang berhutang tidak sempat melunasinya karena meninggal dunia,
maka diakhirat nanti pahalanya akan diambil untuk melunasi hutangnya tersebut.
8.
Urusannya masih
menggantung
Dari
Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;
“Jiwa
seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.”
(H. R. Tirmidzi)
Pokoknya
mengerikan bukan? Ayo kita saling mengingatkan agar sebisa dan secepat mungkin
kita lunasi hutang, mengingatkan orang yang berhutang dengan kita agar saling menyelamatkan. Semoga kita tidak lupa akan hutang
yang kita punya, dan Allah menganugerahan rizki yang cukup untuk kita bisa
segera melunasinya.***