Dalam konteks pembangunan saat ini, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single botom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangan, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya. Perusahaan bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan usahanya, melainkan juga bertanggungjawab terhadap sosial dan lingkungannya. Dasar pemikirannya adalah, menggantungkan semata-mata pada kesehatan finansial tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi terkait lainnya, termasuk dimensi sosial dan lingkungan.
Mengapa keberlanjutan sebuah perusahaan ditentukan oleh aspek sosial dan lingkungan, bukan semata-mata faktor materiil, dikarenakan aspek social dan lingkungan adalah parameter untuk mengetahui apakah ada dampak posistif atau negatif dari kehadiran sebuah komunitas baru (perusahaan) terhadap komunitas lokal (masyarakat setempat). Selain itu perusahaan perlu mendapatkan local license sebagai bentuk legalitas secara kultural jika keberadaannya diterima masyarakat. Perusahaan terkadang merasa cukup dengan hanya mengandalkan izin formal baik dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten, namun mengabaikan izin lokal dalam hal ini memberikan perhatian terhadap aspek social dan lingkungan.
Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Provinsi Banten (www.bkpmd.banten.go.id), bahwa banten merupakan kawasan andalan nasional, dengan sektor unggulannya adalah industri. Industri yang telah tumbuh di Provinsi Banten sebanyak 1.623 industri dengan 72 jenis produk, mulai dari baja, plastik, kertas, tekstil, produk kimia, pakan ternak, suku cadang kendaraan bermotor, alat berat, kayu olahan, pangan, alat rumah tangga, pengolahan cat, sepatu, kulit, karet, mesin, dan lain-lain. Hasil produksi industri tersebut telah diekspor ke berbagai negara antara lain Uni Eropa, Amerika Serikat, Australia, Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, Jepang, Cina, Eropa Timur dengan nilai ekspor setiap tahunnya terus meningkat, dan catatan pada tahun 2005 mencapai sebesar US$ 2.864.535.421,84 dengan volume sebesar 116.335,9 ton.
Menjadi sebuah kebanggaan ketika banten berhasil menjadi kawasan industri dikarenakan hal tersebut menunjukkan besarnya kepercayaan investor terhadap pemerintah dan masyarakat Banten, serta betapa strategisnya banten bagi perekonomian Indonesia. Saat ini industri di banten sudah terkonsentrasikan kedalam 17 (tujuh belas) kawasan yang tersebar di Kota dan Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, serta Kota Cilegon. Secara kuantitatif berdasarkan data diatas bahwa investasi yang telah ditanamkan sangat membanggakan mulai dari jumlah, tipe investasi, skala industri, hingga devisa yang diperoleh oleh pemerintah pusat hingga kabupaten yang diserap melalui pajak. Namun yang menjadi pertanyaan adalah sejauhmana kontribusi yang telah diberikan dari banyaknya perusahaan yang berinvestasi di banten terhadap komunitas lokal? jangan sampai pola yang diterapkan adalah paradigma masa lalu, dimana perusahaan hanya memberikan kontribusi pendapatan bagi pemerintah pusat atau daerah, beserta berbagai jenis upeti, lalu memberikan dampak negatif terhadap masyarakat lokal, mulai dari munculnya kesenjangan social, berbagai jenis polusi, shock culture, dan sebagainya, yang ujungnya adalah mengakibatkan konflik antara perusahaan dengan masyarakat lokal.
Saat ini yang dikhawatirkan adalah perusahaan-perusahaan yang melaksankan operasi di wilayah banten, baru sekedar menciptakan profit demi kelangsungan usahanya dan menegasikan aspek sosial dan lingkungan, padahal jika dilihat dari tipe perusahaan yang beroperasi di wilayah Kota dan Kabupaten Tangerang, Kabupaten serang dan Kodya Cilegon, diantaranya merupakan BUMN, Perusahaan swasta multinasional, nasional dan lokal, serta BUMD yang terikat akan kewajiban melaksankan program tanggungjwab sosial perusahaan atau lebih dikenal dengan istilah Corporate social responsibility (CSR).
Melaksankan program CSR, secara normatif merupakan kewajiban moral, dimana ketika komunitas baru melakukan intervensi terhadap komunitas lokal, sudah menjadi etika untuk melakukan adaptasi dan memberikan kontribusi, dikarenakan keberadaannya telah memberikan dampak baik positif maupun negatif. Tidak hanya berkutat pada aspek normatif, saat ini CSR telah diatur dalam regulasi yang sifatnya mengikat agar perusahaan wajib melaksanakan tanggungjawab sosialnya. Bagi BUMN hal tersebut diatur dalam Undang-undang (UU) nomor 19 Tahun 2003, dimana pasal 2 ayat 1 huruf e, menyebutkan bahwa: Salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat, dan pasal 88 ayat 1: bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN.
Undang-undang tersebut disempurnakan lagi dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Negara BUMN No: Per-05/MBU/2007 Pasal 1 ayat (6), bahwa Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN, dan pada pasal 1 ayat (7) dijelaskan bahwa Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan ruang lingkup bantuan Program BL BUMN, sesuai dengan Pasal 11 ayat (2) huruf e meliputi: Bantuan korban bencana alam; Bantuan pendidikan dan atau pelatihan; Bantuan peningkatan kesehatan; Bantuan pengembangan prasarana dan atau sarana umum; Bantuan sarana ibadah; dan Bantuan pelestarian alam.
Selain BUMN, saat ini Perseroan Terbatas (PT)-pun diwajibkan melaksanakan program CSR, karena telah diatur dalam UU Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007. Dalam pasal 74 diatur bahwa : (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, (2)Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran, (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan acuan diatas, bahwa tidak ada dalih bagi perusahaan untuk tidak melaksanakan program CSR, karena semua sudah diatur dalam keputusan menteri dan undang-undang. Oleh karena itu keberadaan perusahaan di Provinsi Banten wajib memberikan kontribusinya berupa tanggungjawab sosial dan lingkungan. Jangan sampai perusahaan berasumsi bahwa bentuk tanggungjawab cukup dengan membayar pajak, karena secara hakikat pajak dinikmati secara proporsional, sedangkan CSR berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat lokal. Jika entitas itu diimplementasikan oleh seluruh pihak terkait (stakeholder), maka secara otomatis akan terbangun Banten dengan sendirinya, terlebih jika CSR dilakukan secara berkelanjutan (sustainable) dan sesuai dengan analisa kebutuhan.