Berita mengenai Perda CSR ini memang sudah lama, tetapi telah menjadi snowballs di Provinsi Banten, karena tidak hanya Kabupaten serang, Kota Serang dan Kabupaten Tangerang juga menggodok Perda CSR, mungkin diantaranya sudah menjadi Perda. Jika dibaca secara sekasama, pada tulisan diatas terlihat bahwa domain yang disampaikan anggota dewan melulu mengenai pengelolaan "dana CSR", bukan substansi pada bagaimana seharusnya CSR dilaksanakan, atau peningkatan kualitas CSR dari charity ke pemberdayaan. Entah seperti apa kajian akademik yang telah dilakukan.
Jika domainnya hanya mengurus, mengelola dan mungkin "memperebutkan anggaran CSR perusahaan", untuk apa adanya Perda CSR, mungkin tidak memberikan pengaruh signifikan untuk masyarakat, karena selalu semuanya mengatasnaman masyarakat. Berita diatas mengantarkan kita pada keraguan sejauhmana pemahaman anggota dewan akan CSR, karena mungkin dalam benaknya CSR adalah semata-mata sumbangan. Kekhwatiran berikutnya dana CSR bisa diklaim sebagi raihan APBD, pembangunan yang didapat dari dana CSR menjadi klaim oleh eksekutif, yang tentunya kesemuanya memiliki sisi yang berbeda.
Sangat besar kemungkinan efek snowballs Perda CSR terjadi ketika satu daerah membuat, maka daerah lain di banten maupun diseluruh Indonesa juga membuatnya. Memprihatinkan jika CSR sebagai bagian dari kerja lapangan, hanya dirasa cukup dalam ruang-ruang legislasi. Terlebih satuhal yang terlupakan jika sampai dengan saat ini, RPP CSR belum disahkan, apa yang akan terjadi jika dalam waktu dekat RPP CSR disahkan menjadi PP, maka secara otomatis Perda CSR yang ada akan kembali dibatakan oleh MA, karena dimungkinkan aturan terebut bertumpang tindih,
Semoga ada kesempatan untuk menguatkan pemahaman tentang CSR untuk legislatif kita
Jika domainnya hanya mengurus, mengelola dan mungkin "memperebutkan anggaran CSR perusahaan", untuk apa adanya Perda CSR, mungkin tidak memberikan pengaruh signifikan untuk masyarakat, karena selalu semuanya mengatasnaman masyarakat. Berita diatas mengantarkan kita pada keraguan sejauhmana pemahaman anggota dewan akan CSR, karena mungkin dalam benaknya CSR adalah semata-mata sumbangan. Kekhwatiran berikutnya dana CSR bisa diklaim sebagi raihan APBD, pembangunan yang didapat dari dana CSR menjadi klaim oleh eksekutif, yang tentunya kesemuanya memiliki sisi yang berbeda.
Sangat besar kemungkinan efek snowballs Perda CSR terjadi ketika satu daerah membuat, maka daerah lain di banten maupun diseluruh Indonesa juga membuatnya. Memprihatinkan jika CSR sebagai bagian dari kerja lapangan, hanya dirasa cukup dalam ruang-ruang legislasi. Terlebih satuhal yang terlupakan jika sampai dengan saat ini, RPP CSR belum disahkan, apa yang akan terjadi jika dalam waktu dekat RPP CSR disahkan menjadi PP, maka secara otomatis Perda CSR yang ada akan kembali dibatakan oleh MA, karena dimungkinkan aturan terebut bertumpang tindih,
Semoga ada kesempatan untuk menguatkan pemahaman tentang CSR untuk legislatif kita