Diberdayakan oleh Blogger.

KAPITAL DALAM MASYARAKAT PADA WILAYAH OPERASIONAL PT. ABCD


posted by rahmatullah on

3 comments

Studi Atas Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility (CSR) Di Desa Mangkalapi, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

        I.            Latar Belakang
Masyarakat beserta kebudayaan yang ada di dalamnya senantiasa akan mengalami perubahan, baik perubahan yang terjadi secara cepat maupun lambat. Perubahan yang berjalan cepat umumnya disebabkan adanya program pembangunan yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat yang merubah kebiasaan sehari-hari, atau adanya komunitias lain yang hidup dalam areal bersama sebagai suatu masyarakat yang berbeda pola hidup antar masing-masing komunitas. Perbedaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya permasalahan sosial.
Keberadaan perusahaan sebagai komunitas pendatang pada suatu wilayah, memberikan dampak terhadap perubahan dalam masyarakat, dampak tersebut dapat berupa: peningkatan kualitas ekonomi masyarakat, terbukanya lapangan pekerjaan, perbaikan akses maupun pembangunan infrastruktur, dan bantuan sosial perusahaan. Namun ada juga perusahaan yang keberadaannnya memberikan kontribusi masalah, seperti pencemaran lingkungan, rusaknya sumber-sumber ekonomi masyarakat, maupun munculnya konflik akibat disparitas ekonomi dan sosial yang mencolok antara karyawan perusahaan dengan masyarakat setempat.
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat diakibatkan oleh pengaruh intensif yang dibawa dan disebarkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan, berupaya melakukan apapun demi terwujudnya tujuan. Kondisi tersebut sebagaimana terjadi di Desa Mangkalapi, Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Keberadaan perusahaan tambang batubara yang mengeksploitasi sumber daya alam sejak tahun 2000, berkontribusi terhadap perubahan struktur sosial yang ada dalam masyarakat.
Dampak yang ditimbulkan dari intervensi perusahaan tambang batubara terhadap masyarakat adalah munculnya konflik kepentingan pada pengurus desa terkait proses ganti rugi lahan, dimana aparat menjadi perantara ganti rugi kepada perusahaan, masyarakat dengan mudah menggantirugikan tanahnya kepada perusahaan tanpa memikirkan nasib ladang berpindah dan sumber ekonomi kehutanan lainnya, masyarakat enggan melakukan aktivitas seperti gotong royong karena mengukur pekerjaan dengan kompensasi uang, perputaran uang di desa sangat besar yang bersumber dari ganti rugi lahan, namun hanya bertahan dalam waktu singkat, karena habis untuk kebutuhan konsumsi, sama sekali tidak meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat jangka panjang. Selain itu perusahaan dalam mencapai kepentingannya sering memberikan bantuan sosial, mengatasnamakan program tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR), baik dalam bentuk uang maupun barang tanpa melakukan pelibatan dan analisa kebutuhan. Hal yang paling memperihatinkan adalah terjadinya konflik di masyarakat hingga level keluarga, akibat perebutan lahan ganti rugi, yang pada akhirnya memperlemah ikatan-ikatan sosial yang ada dalam masyarakat.
Dampak dari perubahan masyarakat dirasakan oleh PT. ABCD, sebagai perusahaan perkebunan kelapa sawit yang merupakan komunitas pendatang, yang baru melakukan pembukaan lahan pada bulan November 2008, di Desa Mangkalapi. PT ABCD merupakan perusahaan yang memiliki komitmen terhadap pembanguan berkelanjutan dengan mengedepankan perkebunan ramah lingkungan dan memiliki tanggungjawab sosial.
PT. ABCD berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, melalui pembukaan lapangan kerja, pembangunan akses jalan dan infrastruktur dengan mengedepankan partsispasi masyarakat, dan penerapan CSR berbasis pemberdayaan masyarakat, melalui pelibatan dalam perencanaan program didasarkan pada kebutuhan masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu upaya keras dan berkesinambungan, terlebih perusahaan berada dalam kondisi masyarakat yang mengalami perubahan. Dalam hal ini terkait upaya meluruskan pemahaman masyarakat mengenai hakikat CSR, penetapan harga yang wajar dalam proses ganti rugi lahan, menumbuhkan kembali partisipasi masyarakat dalam pembangunan wilayahnya, agar tidak menggantungkan pada perusahaan, hingga upaya menumbuhkan kembali kapital sosial dalam masyarakat.
Jika perusahaan tidak berupaya melakukan perubahan atau mengikuti struktur baru sebagaimana saat ini terjadi, maka akan merugikan perusahaan jangka panjang, karena tingginya biaya investasi yang dikeluarkan, termasuk didalamnya biaya sosial, semakin memperpuruk kondisi masyarakat karena besarnya dependensi terhadap perusahaan, memperbesar potensi konflik antara masyarakat dengan perusahaan, hingga semakin rusaknya struktur sosial yang ada dalam masyarakat.

      II.            Profil Masyarakat Desa Mangkalapi
Desa Mangkalapi merupakan tipologi desa sekitar hutan, memiliki luas lahan 72.000 ha. Dari luas lahan tersebut, yang telah dimanfaatkan berupa tanah kering, meliputi tegalan/ ladang seluas 360 ha dan permukiman seluas 135 ha. Sisanya belum dimanfaatkan. Di Desa Mangkalapi tidak terdapat tanah yang dikhususkan untuk sawah atau tanah yang dimanfaatkan untuk perkebunan, baik perkebunan yang dikelola oleh rakyat, swasta, maupun oleh pemerintah. Sampai dengan saat ini untuk memenuhi kebutuhan pokok, masyarakat melakukan perladangan berpindah, dengan menanam padi setahun sekali dan hasilnya untuk dijadikan cadangan selama setahun, sampai tiba masa tanam tahun berikutnya. 
Posisi Desa Mangkalapi berada di luar Ibu Kota Kecamatan, memiliki jarak tempuh ke Kecamatan Kusan Hulu yang berlokasi di Binawara sejauh 32 Km, dengan waktu tempuh 1,5 jam. Sedangkan jarak ke Ibu Kota Kabupaten Batu Licin sejauh 62 km, dengan waktu tempuh selama 2 jam menggunakan sepeda motor. Sedangkan jarak dari Desa Mangkalapi ke Ibu Kota Provinsi di Banjarmasin sejauh 270 km, membutuhkan waktu tempuh 7  jam.

Mata Pencaharian
Berdasarkan data yang didapatkan dari profil Desa Mangkalapi, mayoritas atau 100 orang warga bekerja sebagai petani, 74 orang bekerja sebagai buruh dalam hal ini pendulang emas dan pencari kayu, 2 orang berstatus sebagai pegawai negeri dan 9 orang sebagai pedagang.
Masyarakat Desa Mangkalapi, tidak melakukan aktifitas pertanian yang menghasilkan komoditas tertentu seperti jagung, kedela, ubi, tomat, bawang, jeruk, alpukat, rambutan, mangga dan sebagainya. Alasan masyarakat tidak melakukan aktivitas yang menghasilkan komoditas pertanian maupun buah-buahan, dikarenakan gangguan hama babi hutan, dan curah hujan yang tinggi sehingga sering menimbulkan banjir. Disisi lain tanah yang berada di wilayah Desa Mangkalapi merupakan jenis tanah yang cocok untuk aktivitas pertanian.
Pada dasarnya masyarakat Mangkalapi tidak memiliki pekerjaan tetap, dimana secara turun temurun menggantungkan nasibnya kepada alam, ketika hutan masih lebat mereka menjadi pencari kayu, ketika hayu habis, mereka beralih menjadi pendulang emas, sedangkan deposit emas yang ditambang secara manual setiap tahun mengalami penyusutan, hal tersebut menjadi ancaman tersendiri bagi masyarakat.
Salah satu perusahaan tambang pernah membuat program CSR, dengan tujuan utamanya adalah “merubah perilaku masyarakat”, agar tidak bergantung kepada alam, seperti mencari kayu dan mendulang, dengan mencarikan alternatif sumber penghasilan melalui pola pinjaman bergulir yang dikelola oleh fasilitator desa, memberikan bibit tanaman perkebunan, dan memberikan bantuan sapi, dengan cara mencicil. Namun modal yang digulirkan tidak pernah kembali, bibit karet yang dibagikan hanya sebagian yang menanam. Jika dilihat dari fenomena tersebut tidak mudah merubah perilaku masyarakat karena terbiasa dengan pola pekerjaan yang uangnya dinikmati setiap hari dengan menjual hasil alam, seperti mendulang emas, menjual kayu, madu maupun rotan.

Sumber Daya Manusia
Penduduk mangkalapi berjumlah 641 orang, terdiri dari 331 orang laki-laki, dan 310 orang perempuan, yang tercakup dalam 184 KK. Komposisi umur dominan terbanyak pada rentang usia produktif yaitu antara 20-35 tahun. Usia tersebut merupakan usia angkatan kerja.  Dari jumlah 184 KK, 150 KK terkategorikan sebagai keluarga prasejahtera dan sisianya 34 keluarga adalah keluarga sejahtera I.
Sebagian besar penduduk mangkalapi pada rentang usia 7-45 tahun atau sejumlah 230 orang tidak pernah mengikuti sekolah, 157 orang pernah mengikuti Sekolah Dasar, tetapi tidak tamat. Masyarakat yang tamat SD atau sederajat berjumlah 18 orang, tamat SLTP/ sederajat berjumlah 7 orang, yang tamat SMA/ sederajat hanya 3 orang, menamatkan DII 2 orang, DIII 1 orang, dan baru satu orang yang berhasil menamatkan SI. Mangkalapi termasuk kedalam Desa yang tertinggal secara pendidikan, karena dari data tersebut menunjukkan rendahnya taraf pendidikan masyarakat setempat. Lembaga pendidikan yang ada hanyalah Sekolah Dasar (SD) yang didirikan pada tahun 2002, dan baru meluluskan 3 angkatan.

Agama dan Etnis
Warga mangkalapi yang berjumlah 640 orang beragama Islam. Dari 184 Kepala Keluarga (KK), mayoritas atau 178 KK berasal dari etnis banjar (etnis lokal), 5 KK merupakan etnis bugis, dan 1 KK berasal dari etnis Lombok. Untuk fasilitas sarana ibadah, terdapat satu buah Masjid dan 3 buah langgar (mushala) di Desa Mangkalapi. Pendekatan yang diperkirakan tepat dilakukan dalam melakukan intervensi kepada masyarakat adalah pendekatan religius, melalui forum-forum pengajian atau aktivitas keagamaan lainnya.

Kelembagaan
Kelembagaan tertinggi yang ada dalam masyarakat Desa Mangkalapi adalah pemerintahan desa, tidak terdapat lembaga adat. Namun demikian Kepala Desa merupakan pihak yang memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat, dimana setiap ada masalah kepala desa selalu dijadikan sebagai rujukan. Secara formal kepala desa mewakili sebuah jabatan, namun juga secara informal kepala desa yang terpilih merupakan orang secara kedudukan dihormati atau keturunan dari kepala desa sebelumnya.
Sebagaimana Pemerintahan desa pada umumnya, terdapat juga Badan Perwakilan Desa (BPD), yang ketuanya merupakan tokoh agama setempat, Ibu-ibu PKK yang hanya kumpul jika ada acara. Lembaga lain yang ada di Desa adalah pengajian bapak-bapak, Ibu-ibu, dan karang taruna. Akan tetapi dengan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, berdampak pada kurang berwibawa pemerintahan desa, dan mulai ada kecendrungan masyarakat memutuskan perkara tanpa melibatkan aparat desa.

Prasarana dan Sarana Transportasi, Komunikasi dan Kelistrikan
Kondisi jalan desa Mangkalapi jika terjadi hujan, sangat memperihatinkan, dikarenakan becek dan lengket sehingga menghambat aktivitas masyarakat. Belum terdapat jalan aspal, panjang jalan desa macadam 80 km, dalam kondisi becek ketika hujan dan berdebu ketika kemarau, panjang jalan tanah 10 km, dan panjang jalan antar desa/ kecamatan 32 km. Terdapat dua buah jembatan desa yang terbuat dari Kayu ulin yang dibangun pada tahun 2006, menggantikan jembatan sebelumnya yang terhempas banjir besar.
Belum terdapat jaringan telepon umum atau wartel. Dalam berkomunikasi, masyarakat menggunakan hand phone yang baru mendapatkan sinyal jika dengan bantuan antenna HP.. Terdapat 28 unit TV dan 22 unit antenna parabola yang dimiliki masyarakat, siaran televisi bisa didapatkan hanya jika mengguanakan antenna parabola. Jaringan listrik PLN belum masuk ke Desa Mangkalapi, masyarakat saat ini menggnakan genset untuk menghidupkan alat elektronik dan lampu minyak untuk penerangan. Perusahaan tambang pernah menyumbang listrik sel surya, namun setelah musibah banjir tahun 2008 sudah tidak bisa digunakan akibat terendam air dan sebagian lain dijual.

    III.            Profil Perusahaan
PT ABCD merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit milik Penanaman Modal Asing (PMA) Srilanka, yang sedang mengembangkan operasinya di Indonesia. Dibawah grup usaha PT AHL, saat ini sudah dikembangkan perkebunan kelapa sawit di enam lokasi, empat lokasi di Kalimantan tengah, dan masing-masing satu lokasi di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
PT ABCD mulai membuka lahan di Desa Mangkalapi pada bulan November 2008. Saat ini masih pada tahap land development, dimana lahan yang telah diganti rugikan baru mencapai 5.000 ha, dalam target penanaman sebagaimana izin seluas 20.000 ha. Sejak memulai operasionalnya di Desa Mangkalapi, PT ABCD memiliki komitmen yang kuat dalam pembangunan berkelanjutan dengan mengikuti standarisasi internasioanl baik dalam aspek menjaga kelestarian alam maupun dalam bentuk tangggungjawab sosial perusahaan. Keterlibatan PT.ABCD dalam aspek lingkungan hidup, dengan menjadi anggota Rountable Sustainable Palm Oil (RSPO), yaitu lembaga penjamin mutu bagi perusahaan yang memiliki komitmen terhadap lingkungan, dimana hanya perusahaan yang memiliki sertifkasi ini, produk Crude Palm Oil (CPO) bisa diterima oleh Uni Eropa. Dalam aspek CSR PT.ABCD walaupun baru satu tahun beroperasi, mulai melakukan proses standarisai International Standard Organization (ISO) 26000 mengenai Sosial Responsibility (SR). Selain itu, wujud komitmen PT.ABCD dalam aspek CSR adalah dengan menempatkan CSR assistant sejak pembukaan lahan, untuk pembuatan baseline study sociocultural, yang dijadikan rujukan dalam penerapan program CSR jangka panjang, artinya walaupun keuntungan perusahaan perkebunan kelapa sawit baru didapatkan setelah tahun kelima, namun sejak awal pembukaan lahan dan penanaman, perusahaan sudah melaksanakan aktivitas CSR.
Komitmen CSR PT. ABCD, terwujud dalam struktur perusahaan, dimana pada setiap site, terdapat Departemen CSR yang otonom, sejajar secara struktur dengan departemen lain, bukan sebagai bidang yang sementara (adhock) atau menjadi bagian depertemen lain. Departemen CSR memiliki otonomi dalam membuat anggaran keuangan dan penentuan program jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Pertanggungjawaban program CSR disampaikan langsung kepada General Manager (GM) di tiap site dan kepada Head of CSR yang berada di kantor pusat Jakarta yang kemudian ditembuskan kepada Direktur Sustainability yang berada di Srilanka.
Dalam penerapan program CSR, PT ABCD memiliki manual program juga kode etik, sehingga proses CSR didasarkan pada acuan yang jelas, selain itu PT.ABCD memiliki daur program CSR yang terukur mulai dari proses need assessment, pembuatan baseline data, pra pelaksanaan, pelaksanaan program, monitoring dan evaluasi, hingga terminasi atau pemutusan hubungan atau program.
                PT ABCD berupaya memberikan manfaat  langsung kepada masyarakat, dengan membuka lapangan pekerjaan, bagi yang berpendidikan maupun tidak berpendidikan, didasarkan pada Upah Minimum Provinsi (UMP), setiap lahan yang digunakan berstatus Hak Guna Usaha (HGU), artinya setelah izin pakai selesai bisa kembali menjadi milik masyarakat, dan masyarakat mendapatkan keuntungan bulanan dari sistem bagi hasil plasma. Perusahaan memiliki program CSR yang didasarkan pada need assessment, sehingga bantuan maupun program yang diberikan didasarkan kepada kebutuhan, bukan keinginan masyarakat, sehingga program CSR bisa berjalan terukur, efektif dan efisien.
Namun demikian perlu waktu dan usaha yang keras dalam menjelaskan dan mensosialisasikan tujuan perusahaan kepada masyarakat, dikarenakan cara pandang masyarakat telah berubah akibat intervensi perusahaan-perusahaan yang sebelumnya sudah berada di wilayah tersebut.
Upaya PT ABCD Dalam Merespon Perubahan Masyarakat
Dalam mengatasi kendala tersebut, pihak perusahaan melalui departemen CSR, melakukan beberapa aktivitas diantaranya:
       Melakukan need assessment dan pembuatan baseline data untuk mengetahui kondisi sosial, ekonomi, budaya, riwayat konflik, pesrepsi. Outputnya adalah program sesuai peta potensi dan kebutuhan masyarakat, jangka pendek, menengah dan panjang.
       Melakukan pendekatan formal dan informal, identifikasi stakeholder dan stakeholder mapping. Dengan pendekatan ini dapat diketahui siapa saja tokoh yang memiliki peran dan sejaumana kepentingannya dalam masyarakat, agar mempermudah proses intervensi sosial. Output: Peta stakeholder formal& informal.
       Prioritas pendekatan informal untuk membangun kepercayaan tokoh masyarakat dan warga:
-          Mengunjungi kepala desa, aparat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan mereka yang memiliki pengaruh dalam masyarakat. Pendekatan yang dilakukan tidak hanya pada saat perusahaan memiliki kepentingan, melainkan dilakukan secara reguler.
-          Intensif mengunjungi masyarakat pada saat mereka melakukan aktifitas, baik di sungai, di  ladang, pada saat olah raga, maupun di tempat berkumpul lainnya.
-           Hadir dalam kegiatan keagamaan, kepemudaan, upacara adat, menghadiri pernikahan, kematian, warga yang sakit/ terkena musibah.
-          Mendukung dan berpartisipsi dalam program desa.
-          Mengundang masyarakat ke lokasi perkebunan agar ada rasa memiliki.
       Menjaga ketepatan waktu dalam pembyaran gaji karyawan dan pembayaran ganti rugi. Agar masyarakat setempat mulai terbiasa bekerja dengan pola pembayaran gaji bulanan, dan menghindari konflik akibat keterlambatan pembayaran ganti rugi lahan.
       Melakasanakan Program CSR berdasarkan kebutuhan masyarakat dan memprioritaskan mendukung program desa yang beririsan dengan program perusahaan, sambil meluruskan persepsi masyarakat tentang CSR.

    IV.            Tinjauan Teori
Sejumlah teoritis menempatkan kapital sosial sebagai salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi maupun masyarakat sipil (civil society). Meskipun tidak memberikan penjelasan secara jelas dan tegas, Coleman mendefinisikan kapital sosial berdasarkan fungsinya. Bahwa kapital sosial bukanlah suatu entitas tunggal tetapi terdiri dari sejumlah entitas dengan dua elemen yang sama, yakni: aspek struktur-struktur sosial dan memfasilitasi tindakan tertentu dalam aktor dalam struktur itu.
Lebih lanjut Coleman menjelaskan, fungsi kapital sosial menyangkut nilai aspek struktur-struktur sosial bagi para aktor sebagai sumber yang dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan kepentingannya. Merujuk definisi Coleman, Lawang (20005), merangkum bahwa konsep kapital sosial menurut Coleman berakar pada sejumlah grand theory dalam sosiologi, yaitu: fungsionalisme struktural (struktur, fungsi dan sistem sosial), serta paradigma pertukaran sosial dan interaksionisme simbolik (konsep aktor) yang melahirkan teori pilihan rasional (rational choice) yang dikembangkan sendiri oleh Coleman.
Sedangkan Putnam melihat kerjasama secara sukarela lebih mudah terjadi di dalam suatu komunitas yang telah mewarsi sejumlah kapital sosial yang substansial dalam bentuk aturan-aturan timbal balik dan jaringan-jaringan ikatan antar warga. Dijelaskan juga bahwa kapital sosial mengacu kepada aspek-aspek utama dari organisasi sosial, seperti kepercayaan (trust), norma (norm) dan jaringan sosial (social network) yang dapat meningkatkan efisiensi dalam masyarakat melalui tindakan-tindakan yang terkoordinasi.
Dalam Putnam diuraikan bentuk kapital-kapital lainnya, kapital sosial bersifat produktif yang memungkinkan pencapaian tujuan tertentu. Tanpa kontribusi kapital sosial, tujuan tersebut tidak akan tercapai. Sebagai contoh, suatu kelompok yang anggotanya memperlihatkan rasa percaya dan percaya sekali satu sama lain akan mampu menyelesiakan masalah jauh lebih banyak dibandingkan kelompok yang tidak memiliki rasa percaya dan kepercayaan.
Menurut Woolcock (1998), Kapital sosial muncul sebagai satu istilah yang secara luas mencakup norma-norma dan jaringan-jaringan yang mempermudah tindakan kolektif untuk kemanfaatan bersama (mutual benefit). Tingginya persediaan kapital sosial, memungkinkan masyarakat lebih aman, jujur, kaya, dan lebih baik tata kelolanya, daripada masyarakat dengan dengan kapital sosial rendah. Fukuyama (2001) juga melihat eksistensi kapital sosial sebagai norma informal yang mempromosikan kerjasama antara dua atau lebih individu.
Menurut Fukuyama (2001) sebagai aturan informal yang menghasilkan kerjasama, maka kapital sosial muncul secara sepontan sebagai hasil dari proses yang berulang-ulang (literated). Jika individu berinteraksi satu sama lain secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, maka telah meletakkan dasar bagi kejujuran dan kepercayaan. Dalam kondisi persediaan kapital sosial yang tinggi, maka keteraturan sosial dapat tercipta sehingga kesejahteraanpun dapat dicapai, karena menurut Falk dan Klipatrick (1999), ada tidaknya kapital sosial yang terbangun tergantung pada kualitas dan kuantitas interaksi sosial. Hasil dari interaksi sosial berpotensi menyumbang bagi penciptaan kesejahteraan sosial dan ekonomi dalam sebuah komunitas.
Woolcock membedakan tiga sifat dasar dari sumber sosial kapital yang multidimensional tersebut, masing-masing; bonding, bridging dan linking. Sifat pertama merujuk pada hubungan antara anggota keluarga, teman dekat dan keluarga. Bridging sendiri menggambarkan hubungan dengan teman jauh (distant friend), perkumpulan den teman sejawat (collagues). Sedangkan, linking merujuk pada dimensi vertical yang menggambarkan jaringan dan hubungan terlembagakan (institutional relationship) diantara beberapa agen yang tidak sama (unequal agents). Lebih lanjut, Szerter (2002:579) menjelaskan linking kapital sosial sebagai karakter dari demokrasi dan pemberdayaan dimana semua pihak terlibat dalam upaya mewujudkan tujuan kemanfaatan bersama atas dasar saling menghormati, saling percaya, persamaan status, sedangkan wujud perbedaan mereka ada di dalam posisi masing-masing.
Kapital sosial menurut Lawang (2005: 217) menunjuk pada semua kekuatan sosial komunitas yang yang dikonstruksikan oleh individu atau kelompok dengan mengacu pada struktur sosial yang menurut penilaian mereka dapat mencapai tujuan individual dan kelompok secara efisien dan efektif dengan kapital-kapital lainnya.
Terdapat lima komponen kapital sosial dalam persepektif sosiologis berdasarkan pengertian diatas (Lawang, 2005: 217), yakni: pertama, kekuatan sosial menunjuk pada semua mekanisme yang sudah dan akan dikembangkan oleh semua komunitas dalam mempertahankan hidupnya. Kedua, pengertian komunitas meliputi: mikro, meso dan makro. Kekuatan-kekuatan sosial sebagai kapital sosial yang terbatas pada anggota komunitas itu saja dilihat sebagai bounded social kapital. Sedangkan jaringan dengan kapital sosial meso dan makro disebut sebagai bridging social kapital. Ketiga, kapital sosial pada dasarnya merupakan konstruksi sosial. Artinya melalui interaksis sosial individu-individu membangun kekuatan sosial (kolektif) untuk mengatasi masalah sosial yang dihadapi. Didalamnya terkandung sifat utilitarianistik yang memuat unsur kewajiban, norma dan sanksi. Keempat, kapital sosial merupakan alat (means) yang dikonstruksikan oleh individu-individu dalam mencapai tujuan (ends) bersama. Kelima, prinsip sinergitas antar kapital tetap berlaku agar kapital sosial dapat digunakan sebagai kekuatan sosial untuk mencapai tujuan bersama.
Kapital sosial tidak berdiri sendiri melainkan tertambat (embedded) dalam struktur sosial. Ketertambatannya dalam struktur sosial merupakan hal yang paling pokok dalam pembahasan sosial kapital menutut Lawang (2005). Struktur sosial bisa dibedakan dari segi terbentuknya (proses) dan cakupannya (mikro dan makro).
Dari proses terbentuknya, struktur sosial terdiri dari: pertama, struktur sosial yang diterima begitu saja dari generasi sebelumnya, dan seringkali diwariskan dengan cara begitupula ke generasi berikutnya dengan cara sosialisasi. Struktur sosial ini bersifat objektif. Kedua, struktur sosial yang muncul dari interaksi sosial antar subjek, baik karena makna bersama maupun karena reward sosial atau penghargaan ekonomi yang diperoleh. Struktur sosial ini bersifat intersubyektif.
Dilihat dari cakupannya terdapat tiga macam struktur sosial, yaitu: pertama, struktur sosial mikro yang mencakup status dan peran dan semua konsep kaitannya seperti norma, nilai, control sosial, sosialisasi dan sebagainya. Kedua, struktur sosial meso menunjuk pada institusi-institusi sosial yang ada dalam masyarakat. Ketiga, struktur sosial makro yang menunjuk pada stratifikasi sosial.
      V.            Analisis
Pada dasarnya saat ini tidak terdapat kapital sosial pada masyarakat di Desa Mangkalapi, dikarenakan belum adanya aspek yang memiliki ketertambatan (embeded) dalam struktur sosial. Hal ini terjadi dikarenakan struktur sosial mengalami perubahan diakibatkan intervensi dari perusahaan yang memiliki kepentingan pragmatis, sehingga ikatan-ikatan sosial, kearifan lokal (cultural capital) menjadi terlupakan atau hilang dari masyarakat, disamping rendahnya kepercayaan antar masyarakat, antara masyarakat dengan aparat dan tokoh, serta pengabaian terhadap norma yang berlaku.
Sedangkan menurut Coleman, kapital sosial hadir jika terdapat struktur sosial dan adanya aktor yang memfasilitasi tindakan dalam struktur tersebut. PT.ABCD merupakan pihak diluar masyarakat yang perlu melakukan intervensi masyarakat seminimal mungkin, dengan menstimulasi aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan semua pihak yang memiliki pengaruh dan peranan agar memunculkan kembali struktur sosial yang ideal.
Kelemahan pada struktur sosial pada masyarakat Desa Mangkalapi telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan pragmatis, untuk mencapai tujuannya. Kondisi struktur sosial yang rapuh ini diperparah oleh intervensi perusahaan tambang batubara secara terus menerus, sehingga melemahkan ikatan-ikatan dalam masyarakat, tidak dipatuhinya norma yang berlaku, sehingga semakin rendahnya kepercayaan antar warga.
Perubahan struktur sosial dalam masyarakat mengakibatkan lemahnya kerjasama sukarela antara anggota masyarakat, tidak adanya hubungan saling menguntungkan, karena yang ada dalam masyarakat adalah kepentingan-kepentingan ekonomi jangka pendek. Tidak adanya kapital sosial mengakibatkan tidak adanya hubungan timbal balik dan lemahnya jaringan-jaringan ikatan antar warga. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang dikemukakan Putnam, bahwa kapital sosial mengacu pada kepercayaan (trust), norma (norm) dan jaringan sosial (social network), yang meningkatkan efisiensi dalam tindakan yang terkoordinasi. Kepercayaan antar masyarakat dan aparat sangat rendah, norma semakin lama semakin diabaikan dan semakin lemahnya jaringan sosial, intensitas konflik yang semakin besar karena masing-masing pihak memiliki kepentingan dalam hal gantu rugi lahan. Dimensi konflik sudah berada pada level keluarga, karena memperebutkan hak waris untuk diganti rugikan.
Pihak yang paling dirugikan akibat dari perubahan struktur sosial dan tidak adanya kapital sosial dalam masyarakat adalah pemerintahan desa, karena tujuan-tujuan pembangunan desa menjadi tidak tercapai, akibat lemahnya peran dan kontribusi masyarakat untuk pembangunan desa.
Idealnya keberadaan perusahaan tambang batu bara memberi dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa Mangkalapi, namun dikarenakan tidak adanya kapital sosial, lemahnya kepatuhan teradap norma dan jaringan mengakibatkan tidak adanya manfaat yang dirasakan secara kolektif. Sehingga kondisi ideal kapital sosial yaitu terwujudnya masyarakat yang lebih aman, jujur, kaya dan lebih baik tata kelolanya sama sekali tidak terwujud pada Masyarakat Mangkalapi, yang justru terjadi adalah kebalikannya. Rendahnya kapital sosial mengakibatkan intensitas konflik semakin tinggi yang berdampak pada hilangnya rasa aman, masyarakat menjadi tidak jujur, uang hasil ganti rugi lahan dijadikan konsumtif, bukan produktif, mengakibatkan tidak meningkatnya kesejahteraan, dan tata kelola pemerintahan desa semakin tidak efaktif.  
Pada mulanya masyarakat Desa Mangkalapi memiliki kapital sosial yang tertambat pada struktur sosial, ketika belum adanya intervensi pihak luar. Namun setelah adanya intervensi perusahaan tambang batubara yang dilakukan secara intensif baik terhadap aparat, tokoh masyarakat, dan masyarakat secara simultan mengakibatkan hilangnya kapital sosial, dan pada akhirnya sikap pragmatis masyarakat menjadi struktur baru dalam masyarakat. Kondisi ini berlawanan dengan apa yang disampaikan Falk dan Klipatrik, dimana ketaraturan sosial menjadi tidak tercapai yang mengakibatkan semakin rendahnya ksejahteraan masyarakat.
Woolcock membedakan tiga sumber kapital sosial, yaitu bonding, bridging dan linking. Ketiga aspek ini memiliki kendala dalam masyarakat Desa Mangkalapi, karena hubungan antar keluarga, anggota keluarga dan teman dekat menjadi rapuh akibat kepentingan ekonomi. Hubungan antar teman jauh, maupun teman sejawat menjadi lemah, karena masing-masing memiliki kecurigaan. Sedangkan jaringan antar lembaga menjadi terhambat dikarenakan rendahnya kepercayaan baik antar masyarakat, antara masyarakat dengan lembaga, hingga antara lembaga dengan lembaga.
Pada dasarnya struktur sosial yang ada dalam masyarakat mangkalapi merupakan struktur yang diwariskan atau diterima begitu saja dari generasi sebelumnya, namun kualitas struktur sosial semakin lama semakin rapuh, dikarenakan adanya intervensi dari pihak luar, terlebih intervensi tersebut terkait dengan kepentingan ekonomi yang berkaitan dengan berbagai pihak yang diuntungkan secara ekonomi, mulai dari aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga masyarakat.

    VI.            Upaya PT ABCD Dalam Menumbuhkan Kapital Sosial
Upaya yang dilakukan oleh PT. ABCD yang merupakan perusahan pendatang namun memiliki komiteman dalam aspek lingkungan maupun aspek sosial adalah, melakukan intervensi sosial secara intensif dan berkelanjutan, dengan melakukan pendekatan terhadap tiga macam struktur sosial yang ada, yaitu. Pertama, struktur sosial mikro, dengan menstimulasi masyarakat melalui kepala desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga individu dalama masyarakat, agar menumbuhkan dan menguatkan kembali nilai dan norma yang sudah ada, menguatkan kembali kontrol sosial, agar tumbuh kembali ikatan-ikatan sosial, mengintensifakan kembali proses sosialisasi, melalui kelompok-kelopmok masyarakat, seperti: pengajian, karang taruna, pertemuan PKK, syukuran warga, hingga pertemuan-pertemuan yang sifatnya informal. Jika upaya ini berhasil maka yang diuntungkan bukan hanya masyarakat desa, melainkan juga perusahaan.
Kedua, struktur sosial pada level meso, yaitu menguatkan kembali institus-institusi sosial yang ada dalam masyarakat. Upaya ini dilakukan dengan menjalin kerjasama baik dalam bentuk program, melalui pendekatan institusional, hal yang penting perusahaan lakukan adalah dengan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan, melakukan meakinisme kontrol dalam pelaksanaan kerjasama program. Sebagai contoh dalam pemberian makan tambahan bagi balita dan pelajar, perusahaan memberikan kepercayaan kepada ibu-ibu PKK, namun dalam pelaksanannya berada dalam standar dan pengawasan perusahaa. Begitupula dalam pembangunan jalan dan jembatan, keterlibatan desa dan aparat menjadi penting, karena kapital fisik berupa kayu dan batu masyarakat yang menyediakan, kapital manusia, berupa tenaga kerja berasal dari masyarakat setempat, sedangkan kapital materi dalam bentuk upah tenaga kerja dan alat berat disediakan oleh perusahaan. Bentuk kerjasama ini menguatkan ikatan-ikatan dalam masyarakat dan menumbuhkan rasa saling memiliki terhadap infrastruktur.
Ketiga, pada level makro atau penguatan dalam stratifikasi sosial. Perusahaan mencoba melakukan intervensi dengan menghormati strukur sosial dalam bentuk stratifikasi yang sudah ada dan dipelihara secara turun temurun dalam masyarakakat. Upaya yang dilakukan PT.ABCD adalah dengan mendudukan kembali pihak-pihak yang memiliki pengaruh dalam masyarakat dan menempatkan pada porsinya masing-masing, tidak direndahkan sebagaiman dilakukan oleh perusahaan batu bara, dengan memberikan keuntungan ekonomi kepada tokoh kunci masyarakat, yang berdampak pada melemahnya wibawa di mata masyarakat. Secara sederhana lapis sosial dalam masyarakat Desa mangkalapi adalah Kepala Desa berada dalam posisi sangat dihormati, kemudiam tokoh agama dan tokoh adat. Dengan pemulihan lapis dalam msyarakat diharapkan munculnya kembali wibawa struktur sosial dalam masyarakat.

Referensi
Coleman, J.S. 1994. Dasar-Dasar Teori Sosial: Referensi Bagi Reformasi, Restorasi dan Revolusi (Terjemahan). Nusa Media, Bandung.
Field, John. 2010. Modal Sosial. Kreasi Wacana.Yogyakarta.
Fukuyama, Francis. 1999. Guncangan Besar: Guncangan Besar dan Tata Sosial Baru. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jogjakarta.
Lawang, R. 2005. Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologik: Suatu Pengantar. FISIP UI Press.
Taqiudin, Muh. 2010. Kapital Sosial dan Kesejahteraan Komunitas: Fungsi Kandang Kolektif Pada Pemeliharaan Ternak di Pulau Lombok. Tesis.
Profil PT. ABCD 2008
Baseline Study Sociocultural, Pada Desa Sekitar Operasional PT. ABCD 2008.
Profil Desa Mangkalapi 2008

3 comments

Leave a Reply

Sketsa