Diberdayakan oleh Blogger.

Negara Saya Maju Karena Rasa Malu


posted by rahmatullah on

No comments

Suatu saat saya berbincang dengan Gabriel Facal, seorang mahasiswa program doktoral Antropologi dari Prancis yang sedang meneliti Pencak Silat di Banten. Saya ingat obrolan itu persis malam terakhir sebelum Gabriel Pulang mengakhiri penelitiannya di Banten.

Sebetulnya hanya obrolan ringan namun bagi saya dalam maknanya. Empat bulan Gabriel di Kota Serang dan wilayah Banten lainnya, setidaknya cukup baginya mengungkapkan hipotesa tentang kondisi  masyarakat yang tidak beranjak, yang miskin semakin miskin dan tereksploitasi, yang kaya semakin bertambah kekayaannya. Intinya begitu senjang kondsi ekonomi masyarakat di Banten, mungkin begitu juga di Indonesia. Gabriel bilang penyakitnya memang sama di belahan dunia manapun terutama di negara berkembang, yakni korupsi, orang-orang yang punya akses kuasa dan usaha mengeksploitasi hak-hak yang seharusnya menjadi milik masyarakat tanpa sedikitpun rasa empati.

Satu hal yang membuat saya terenyuh, ketika Gabriel bilang, problem utamanya adalah kualitas pendidikan yang masih rendah, dan karakter masyarakat yang mudah lupa. Gabriel mengungkapkan bahwa masyarakat di Banten mudah lupa jika kaus atau kerudung yang  dibagi-bagikan calon gubernur atau Bupati mungkin seharusnya digunakan untuk mengaspal jalan, membangun sekolah atau memperbaiki pasar. Namun pemberian yang sesaat bisa menutup kekurangan yang dimiliki seorang pemimpin. Padahal kelak nasibnya akan tergadai selama lima tahun kedepan.

Satu hal lagi yang Gabriel kemukakan, klo kami di Prancis, harga diri dan rasa malu adalah nomor satu dan itu selalu diwariskan orang tua kami. Cerita sejarah tentang perjuangan pahlawan-pahlawan di negara kami yang membuat kami bangga akan negara kami dan tidak ingin mempermalukan negara kami. Mungkin doktrin yang disampaikan orang tua kami yang membuat masyarakat di Prancis malu untuk korupsi. Yang ada dalam benak kami adalah kami harus berkontribusi terhadap kemajuan negara kami. Benar atau salah yang dilakukan para pahlawan kami dulu, yang pasti kami bangga. Dan yakini bahwa kualitas pendidikan yang baik pada suatu bangsa akan meningkatkan derajat bangsa tersebut.

Gabriel memang sudah pulang ke Prancis, yang pasti apa yang beliau kemukakan tidak luruh dalam ingatan saya. Berjibun rasanya kami punya pahlawan beserta kisah heroiknya, tak terhitung kisah penjajahan yang bangsa kami punya, tapi mungkin semua berhenti hanya pada teks-teks buku sejarah dan gambar-gambar pahlawan yang rupanya tidak mampu menghidupkan batin kami sebagai masyarakat Indonesia yang entah sedang pergi kemana harkat dan martabatnya.***

Leave a Reply

Sketsa