Diberdayakan oleh Blogger.

Ayah Omah


posted by rahmatullah on

No comments


Ketika kami kuliah di bilangan Jatinangor, kami sempat mendirikan bimbingan belajar dan SMP Terbuka gratis bagi pelajar yang kurang mampu. Alasan kami, keberadaan kampus yang besar di Jatinangor rupanya ibarat menara gading, hanya terhitung jari putra daerah yang bisa berkuliah di sana, entah karena seleksi masuk yang sulit, ketidakmampuan biaya atau memang motivasi rendah.

Kami coba telusuri lebih jauh, rupanya memang faktor ekonomi dan motivasi yang rendah penyebab utama mengapa banyak pelajar yang putus sekolah di Jatinangor. Kami terenyuh, rupanya keberadaan kampus tidak berdampak lebih hanya semakin membangun jarak antara dosen, mahasiswa sebagai pendatang dengan segala gaya hidup wah-nya dan warga setempat yang seolah menjadi tamu di kampung halamannya.

Dalam kesibukan kuliah dan beraktivitas di kampus, bersama beberapa teman kami mendirikan bimbel dan SMP Terbuka. Salah satu murid kami bernama Omah, seorang anak perempuan yang berperawakan besar dan berpotongan tomboy. Omah adalah salah satu siswa kami yang tidak mampu melanjutkan sekolah ke SMP reguler karena harus membantu orang tuanya mencari nafkah, kadang mengembalakan kambing, kadang membantu mengasuh lima adiknya, dan kadang membantu ibunya menjadi buruh cuci. Semangat dan keceriaan Omah bersekolah di SMP terbuka menjadi energi tersendiri bagi kami. Terkadang jika Omah tidak masuk, kami tanyakan ke temannya atau kami cari, rupanya Omah sedang sibuk membantu orang tuanya.

Ayah Omah hanyalah seorang pemulung, berperawakan kecil dan diuji kecacatan, hanya memiliki tangan satu. Dalam segala keterbatasan dengan satu tangan Ayah Omah berkeliling memanggul karung dengan satu tangan mencari sampah-sampah yang masih bisa dimanfaatkan atau di jual demi menyambung hidup keluarganya.  Dalam salah satu silaturahmi Ayah Omah bilang pantang baginya meminta-minta walaupun cacat, beliau yakin bahwa rizki dari Allah selalu ada dan cukup baginya. Salah satu hal yang menarik untuk kami tanyakan, belum pernah kami melihat Ayah Omah bekerja memulung sampah pada hari Jumat. Rupanya ketika kami tanyakan, Ayah Omah menjawab “Saya meliburkan diri kalau hari jumat, sengaja biar bisa fokus ibadah dan menggunakan pakaian bersih dengan kondisi badan bersih”. Ayah Omah tidak pernah takut kehilangan nafkah setiap jumat walau tidak kerja. Beliau memiliki cara memuliakan Tuhannya dengan meliburkan satu hari kerjanya.

 Seorang kepala keluarga cacat, dengan kondisi ekonomi pas-pasan, memiliki tanggungan hidup anggota keluarga lumayan banyak. Namun sungguh menjadi oase, ketika dia komitmen memuliakan Tuhannya di hari jumat, walaupun setiap harinya dia telah menunaikan kewajiban akan TuhanNya. Banyak orang yang khawatir kehilangan rizkinya ketika tidak bekerja, banyak orang yang lebih takut kehilangan pekerjaan lalu meninggalkan kewajiban pada  Tuhannya. Tapi tidak bagi Ayah Omah, beliau dalam segala keterbatasan memiliki keyakinan akan porsi Rizki yang telah dicukupkanNya. Bagaimana dengan kita, shalat tepat waktupun kita jarang karena takut mengganggu waktu kerja, puasa wajibpun terkadang kalah oleh letih bekerja. Banyak pakaian bagus dan bersih yang kita punya, namun sangat jarang kita kenakan untuk menghadapNya. Sering kita lebih rapi menghadap atasan dan alakadarnya ketika menghadap Tuhan.

Sudah lebih dari empat tahun belum bertemu Ayah Omah, semoga Allah memuliakan dan menganugerahkan kesehatan.***

Leave a Reply

Sketsa