Diberdayakan oleh Blogger.

Spirit Jokowi


posted by rahmatullah on

No comments


Hanya ada satu Jokowi. Kemenangannya dalam Pemilukada DKI telah melahirkan sejarah baru dalam catatan politik Indonesia. Besar kemungkinan sejarah jokowi menjadi gubernur DKI akan menjadi teori baru dalam ilmu politik dan kenegaraan.

Jokowi merupakan antitesis dari sebuah kemapanan, kekakuan, dan tradisi birokrasi. Jokowi mewakili pola kepemimpinan khalifah Umar bin Khatab dan Umar bin Abdul Aziz yang turun ke bawah (Turba) mengamati, mengatahui dan merasakan langsung apa yang menjadi permasalahan warganya, langsung pada jantung permasalahan. Jokowi bukanlah tipe pemimpin yang cukup duduk di belakang meja, menjaga riasan dan busana pakaian lalu cukup mendengarkan laporan bawahan lalu tertawa Asal Bapak Senang (ABS).

Betul sekali, jika kepemimpinan dan keberhasilan Jokowi masih omong kosong, belum teruji apalagi terbukti. Karena memang belum ada indikator yang bisa digunakan untuk mengukur keberhasilan kepemimpinan yang baru berumur 9 hari. Namun yang terpenting adalah spirit Jokowi, dalam menerapkan kepemimpinan tak bersekat baik oleh pakaian, tanpa batas (borderless) berda di tengah masyarakat, dan minimum protokoler. Dalam 8 hari jantung permasalahan jakarta tertembus, mulai dari kondisi kali yang menyebabkan banjir, pemukiman kumuh, merasakan kemacetan, hingga tahu dan merasakan bagaimana mentalitas aparatur negara.

Saya menulis ini bukanlah fanatik akan jokowi, pendukung partai pengusung Jokowi ataupun timses. Hanyalah masyarakat yang menginginkan perubahan, itu saja. Tentu saja titik jenuh kita akan pemimpin masa kini baik di daerah, di provinsi, hingga di pusat yang hanya sekedar mementingkan kelompoknya, partainya, dan sekedar rutinitas menggunting pita sudah harus kita tinggalkan. Terlalu banyak pejabat kita yang harus diganti karena sepatunya takut kotor, make-upnya takut luntur, selalu berkacamata hitam (simbol jarak) karena tidak tahan panas.

Jujur Jokowi hanyalah antitesis dari harapan akan perubahan yang saat ini memang simbolnya baru Jokowi. Kita ingin pemimpin yang turun ke bawah karena disanalah empati dan kelembutan hati pemimpin diuji. Semoga virus jokowi mewabah, mewabah dalam arti tren positif munculnya sosok-sosok terbaik daerah yang memiliki kapasitas dan kualitas memimpin daerahnya, bukan lagi botol-botol kosong yang jadi pemimpin, bukan lagi kolega, famili, anak, bahkan istri mantan penguasa. Virus Jokowi penting untuk perubahan indonesia, semoga berdiaspora dan direplikasi.

Dalam sebuah kompetisi, siapapun masyarakat pemilih maupun yang bukan pemilih selayaknya sudah tidak lagi berdebat andai Jokowi ataupun bukan Jokowi bahkan melakukan kampanye hitam kembali membahas urusan Sara maupun pembunuhan karakter. Dalam sebuah kompetisi siapapun pemenangnya mau tidak mau itulah yang harus di dukung. Jangan karena rasa tidak suka atau benci, malah melakukan hal yang kontraproduktif, yang berdampak pada disharmoni dalam masyarakat, yang tanpa sadar kita telah menjadi penghasut maupun provokator.

Sekali lagi tulisan ini bukanlah membahas individu Jokowi semata, melainkan “Spirit Jokowi” yang harus ditumbuh kembangkan.***

Leave a Reply

Sketsa