Melaksankan tanggungjawab sosial secara normatif merupakan kewajiban moral
bagi jenis perusahaan apapun. Ketika perusahaan sebagai komunitas baru
melakukan intervensi terhadap masyarakat lokal, sudah menjadi keharusan
untuk melakukan adaptasi dan memberikan kontribusi, dikarenakan
keberadaannya telah memberikan dampak baik positif maupun negatif.
Tidak hanya berkutat pada aspek normatif, saat ini CSR telah diatur dalam
beberapa regulasi yang sifatnya mengikat agar ’perusahaan tertentu’ wajib
melaksanakan tanggungjawab sosialnya. Terdapat proses panjang berkaitan dengan
sejarah munculnya peraturan terkait CSR atau program yang pada mulanya
identik dengan istilah Community
Development (CD), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Saat ini berdasarkan catatan penulis, terdapat 7 (tujuh) regulasi terkait
tanggungjawab sosial perusahaan baik dalam bentuk undang-undang, peraturan
pemerintah, maupun peraturan menteri. Diluar itu pemerintah daerah juga
menerbitkan aneka produk sejenis Perda CSR. Setidaknya lebih dari 50 Kab/ Kota di
Indonesia telah Menerbitkan Perda CSR. Sebagian daerah mampu mengimplementasikan
Perda, dan hanya sebagian kecil daerah mendapatkan impact dari keberadaan Perda CSR.
Agar memudahkan memahami regulasi CSR dan mampu menerapkannya sesuai jenis,
cakupan, dan kebutuhan perusahaan. Penulis memaparkan ke-7 (tujuh) regulasi CSR
di Indonesia, jika sudah memahami, pihak perusahaan diharapkan bisa merujuk
pada aturan mana yang mengikatnya, selain juga menjadi kontrol bagi pihak lain
yang akan menjadikan CSR sebagai alat kepentingan kalangan tertentu. Bagi
pemerintah pusat maupun daerah, dengan memahami aturan yang ada, diharapkan
tidak membuat regulasi baru yang berpotensi bertentangan dengan peraturan
diatasnya, atau mengalihbebankan tanggungjawab pembangunan pemerintah kepada
perusahaan.
Adapun Ketujuh regulasi terkait tanggungjawab sosial perusahaan di Indonesia
sebagai berikut; Pertama, Peraturan
yang mengikat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagaimana Keputusan Menteri
BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). PKBL terdiri program perkuatan
usaha kecil melalui pemberian pinjaman dana bergulir dan pendampingan (disebut
Program Kemitraan), serta program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat
sekitar (disebut Program Bina Lingkungan), dengan dana kegiatan yang bersumber
dari laba BUMN.
Kedua,
Peraturan mengikat Perseroan Terbatas (PT) yang operasionalnya terkait Sumber
Daya Alam (SDA), yaitu Undang-Undang
Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Dalam pasal 74 disebutkan: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan
dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Ketiga, Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan.
PP ini melaksanakan ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 . Dalam PP ini, perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam diwajibkan untuk melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan. Kegiatan dalam memenuhi kewajiban tanggung
jawab sosial dan lingkungan tersebut harus dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan
dan kewajaran.
Keempat, Peraturan yang mengikat jenis perusahaan penanaman modal,
yaitu Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007. Dalam Pasal 15 (b) dinyatakan bahwa "Setiap penanam modal berkewajiban
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan." Sanksi-sanksi, diatur
dalam Pasal 34, berupa sanksi administratif dan sanksi lainnya,
diantaranya: (a) Peringatan
tertulis; (b) pembatasan kegiatan usaha; (c) pembekuan kegiatan usaha
dan/atau fasilitas penanaman modal; atau (d)
pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
Kelima,
Peraturan CSR bagi perusahaan pengelola Minyak dan Gas (Migas), diatur dalam Undang-Undang Minyak
dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001. Dalam pasal 13 ayat 3
(p) disebutkan: Kontrak
Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan
pokok yaitu: (p) pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat
adat”.
Keenam,
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin,
Undang-undang ini tidak membahas secara khusus peran dan fungsi perusahaan
dalam menangani fakir miskin, melainkan terdapat klausul dalam pasal 36 ayat 1 “Sumber pendanaan dalam penanganan fakir miskin, meliputi: c. dana yang disisihkan dari perusahaan
perseroan. Diperjelas dalam ayat 2 Dana yang disisihkan dari perusahaan
perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf digunakan sebesar-besarnya
untuk penanganan
fakir miskin. Sedangkan pada Pasal 41 tentang “Peran Serta Masyarakat”,
dalam ayat 3 dijelaskan bahwa “Pelaku
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j berperan serta dalam
menyediakan dana pengembangan masyarakat sebagai pewujudan dari tanggung jawab
sosial terhadap penanganan fakir miskin.
Ketujuh, Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 13 Tahun 2012 tentang Forum tanggungjawab dunia usaha dalam
penyelenggaraan Kesejehteraan Sosial.
Kementrian Sosial memandang penting
dibentuknya forum CSR pada level Provinsi, sebagai sarana kemitraan antara
pemerintah dengan dunia usaha. Rekomendasi Permensos adalah dibentuknya Forum
CSR di tingkat provinsi beserta pengisian struktur kepengurusan yang dikukuhkan
oleh Gubernur.
Aneka regulasi diatas dengan segala kelebihan dan kekurangannya, menimbulkan
optimisme juga kekhawatiran. Optimisme, karena berbagai pihak memandang
besarnya potensi CSR dalam mendukung pemerintah meningkatkan kesejahteraan. Kekhawatiran
muncul, karena bagaimanapun perusahaan ”tersandera” oleh aneka aturan CSR baik
pada level pemerintah pusat, provinsi, hingga daerah. Padahal hampir di semua
perusahaan, CSR dianggarkan dari ’keuntungan perusahaan’, belum semua
perusahaan menganggarkannya secara khusus, karena bagaimanapun core perusahaan adalah bisnis.
Perusahaan-pun berasumsi bahwa kewajibannya mensuskseskan program pemerintah
dengan menunaikan aneka pajak.
Sebetulnya diikat oleh aturan apapun, CSR tidak akan maksimal jika perusahaan
sendiri belum faham apa itu CSR, belum menempatkan staf secata khusus sebagai pengelola
CSR, belum memiliki struktur CSR, belum memiliki code of conduct, belum memiliki sistem administrasi CSR.Karena yang
saat ini terjadi multipihak berebut memanfaatkan dana CSR.
Kita pahami bahwa core perusahaan
adalah bisnis, bukanlah mengurusi CSR semata, jika kian dibelit aneka aturan
CSR pada berbagai level. Sangat besar kemungkinan investasi-investasi di negeri
ini akan berpindah ke negara lain, karena banyak ikatan yang semakin menambah
beban modal perusahaan.***
mhn ijin copy artikelnya pak, trims
Silahkan copy tapi tuliskan referensinya
Assalamualaikum. Mas Rahmat, Saya Thantri. Saya sudah membaca artikel anda ini, apakah saya boleh minta softcopy Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 13 Tahun 2012 tentang Forum tanggungjawab dunia usaha dalam penyelenggaraan Kesejehteraan Sosial? jika berkenan tolong kirimkan melalui email
Alaikumsalam. Salam kenal mba thantry, mohon maaf sy tidak memiliki softnya, adanya draft Permensosnya. Kebetulan dulu mendapatkan saat ada sosialisasi kemensos.
Alaikumsalam. Salam kenal mba thantry, mohon maaf sy tidak memiliki softnya, adanya draft Permensosnya. Kebetulan dulu mendapatkan saat ada sosialisasi kemensos.
salam kenal juga mas Rahmat....boleh kan mas saya minta copy draftnya, karena saya mencari peraturan menteri sosialnya belum ketemu juga. jika berkenan bisa mas tolong hub saya di no 081283232832. tks
Aturan sebagai Payung Hukum untuk dibuat didaerah tentang Tnggungjwb Sosial dan Lingkungan Perusahaan, Apa berupa PERDA atau PERKADA Pa Rahmat? Mohon Pencerahan?
Untuk payung hukum daerah bisa dalam bentuk peraturan daerah (inisiatif DPRD) atau peraturan bupati/ walikota. Tergantung kondisinya. Namun harus dikaji juga tingkat kebutuhan terhadap Payung hukum, karena akan berpengaruh pada saat implementasinya.
Salam kenal Mas Rahmat, saya teguh, mohon ijin untuk mengutip regulasi ini untuk sosialisasi kepada masyarakat. Karena saya sering kali menemukan ada perbedaan pemahaman dari masyarakat terhadap program CSR perusahaan.trima kasih
Dipersilahkan, mohon kutipkan sumbernya
Slmt siang mas Rahmat saya Linda. mohon ijin copy artikelnya
Dipersilahkan, mohon tuliskan sumbernya
Mohon izin untuk dijadikan referensi dalam thesis saya. Terima kasih.
ijin copy mas ...trims mas
aslmkm,, mhon bantuannya mas,, mengenai undang-undang no berapa yang menjelaskan bahwa dana CSR yang diwajibkan kepada perusahaan adalah 5% dari laba bersih setelah pajak
elamat siang...pak.................apakah......minta dispensasi listrik dari PLN untuk sekolah, dan jaringan wifi/speedy dari TELKOM termasuk CSR.....dan apa aja dasar hukumnya (Komite SDN002)
saya ucapkan terimaksah atas artikelnya dan mohon ijin untuk mengkopinya.
Makasih atas artikelnya pak, salam kenal dari saya. Pak saya mohon kalo ada aturan yang mengatur tentang pelaksana pengelola program CSR yang dilakukan oleh Perusahaan MiGas. Mohon infonya Pak.
ijin kutip pak Matur nuwun.
berguna..
ST3 Telkom
tingkatkan...
ST3 Telkom
Salam
Silahkan pak Mujiyanto email dan kontak saya ada di Profile. Trimakasih