-->
Judul diatas merupakan pernyataan
Ignatius Jonan Direktur PT. Kereta Api Indonesia (KAI), Pernyataan filosofis pimpinan
yang menjadi motto, ruh, ritme dan sikap seluruh karyawan PT. KAI dalam
melakukan perubahan. Konon dalam kurun waktu singkat dimulai dari motto
tersebut telah jadi perubahan besar dalam manajemen PT. KAI. Perubahan yang
pada mulanya merupakan momok besar karena akan berhadapan dengan onum-oknum
yang sudah berada dalam zona nyaman, namun karena visi sudah menjadi ritme
karyawan, kepimpinanan yang tegas, sebesar apapun hambatan, perubahan besar
menyangkut pemangku kepentingan PT. KAI pada akhirnya terjadi.
Perubahan dalam manajemen PT.KAI
berdampak besar pada perubahan layanan yang signifikan, kini stasiun tertata
rapi, terdapat parkiran kendaraan, pedagang yang turut memperkumuh stasiun
sudah tidaka ada, nuansa estetik mewarnai stasiun, angka kriminalitas menurun drastis,
tiket dalam bentuk kertas sudah terganti dengan kartu sehingga program paperless terwujud.
Memang tidak mudah dalam
melakukan perubahan, benturan besar bahkan konflik terjadi, kericuhan dalam penertiban
pedagang terjadi hampir diseluruh stastiun, blokade lajur kereta api berulangkali
dilakukan warga maupun pedagang, provokasi juga dilakukan oleh oknum yang
terganggu kenyamanannya. Namun penegakkan filosofi menjalankan peraturan bukan
kebiasaan dilakukan dengan penuh komitmen walaupun beresiko berbuah hasil.
Apa yang dilakukan dalam
manajemen PT.KAI merupakan best practice perubahan
dalam suatu lembaga yang dampaknya luas. Terlebih PT.KAI berkaitan langsung
dengan aneka pemangku kepentingan (masyarakat, pedagang, dunia usaha,
pemerintah daerah, pemerintah pusat, dll). Satu kebijakan telah mewarnai hajat
hidup orang banyak. Sangat elok jika apa yang dilakukan manajemen KAI dilakukan
juga oleh institusi atau lembaga lain terkait pelayanan atau kebutuhan publik.
Misalnya di kepolisian, di badan pertanahan, urusan pelayanan di pemerintah
daerah, di Rumah Sakit, dan lembaga lain terkait pelayanan publik.
Kunci keberhasilan adalah
kepemimpinan. Takkan punya gigi visi dibuat, misi diturunkan, program dan
kegiatan dirancang, kebijakan ditetapkan jika tidak seiring dengan sikap
kepemimpinan. Apapun yang tertulis hanya akan menjadi sampah jika pemimpin
tidak memiliki nyali, tidak terpancar pada tindakan, tidak pasang badan
melindungi bawahan. Salah satu kelemahan pemimpin yang ada di negeri ini hanya
pandai dalam tatanan konsep namun lemah dalam tindakan. Terlebih jika merekalah
yang berada dalam zona nyaman, sering terjadi malahan mereka yang pasang badan ketika
terganggu, ibarat menepuk air dalam dulang yang membasahi muka sendiri. Amat
penting memikiki pemimpin yang bersih, tidak memili cacat, berani dan konsisten
dalam mengawal visi, bukan pemimpin yang lemah.
Walaupun sudah ada perubahan pada
beberapa lembaga, namun akan menjadi luar biasa jika perubahan dilakukan secara
berjamaah, secara kolektif, tidak hanya PT.KAI, PT.POS, tapi seluruh lembaga
pemerintah melakukan hal yang sama. Dipastikan dampaknya akan luar biasa.
Permasalahan di negeri ini sudah warga bersifat permisif (permakluman), pembolehan,
bertolerasni atas pelanggaran, ditambah lemahnya penegakan aturan, maka yang
terjadi adalah ketidakteraturan yang membuaday mengalahkan peraturan yang ada,
sehingga motto yang saat ini mendarah daging adalah sebaliknya “Ikuti kebiasaan
bukan aturan”. Akibat kebiasaan yang membudaya, berdampak pada sulitnya
penegakkan aturan, hingga benturan terjadi di mana-mana bahkan berdarah-darah.
Saya berkeyakinan jika perubahan
dilakukan secara kolektif, dari pusat hingga daerah makan akan ada perbaikan
perilaku masyarakat, aka nada kultur baru yang menjadikan masyarakat berada
dalam keteraturan, tertib dan disiplin. Misalnya jika peraturan lalu lintas
ditegakkan tanpa diskriminasi, tidak ada pimpinan polisi ataupun aparat yang
bermain, dipastikan lalu lintas lancar, berkurangnya angka kecelakaan.
Bagitupula jika aturan di rumah sakit ditegakkan, maka tidak akan ada perawat
yang ketus, mal praktik, pasien yang terlantar, yang meninggal karena terlambat
dalam penanganan. Pun begitu jika peraturan pertanahan ditegakkan, tidak
dipersulit oknum, maka kepemilikian sertfikat tanah akan progressif, dan aneka
contoh lain yang kita impikan terkait ketaraturan akan terwujud. Semoga muncul
Ignatius Jonan lainnya di negeri ini, yang turut mewarnai perubahan menuju
kebaikan masyarakat.***