Jika melirik foto disamping, saya
merasa sepanjang memiliki foto, foto itulah yang tergagah. Mengenakan
seragam coklat, berkacu merah putih, Berpangkat Rakit, memasang SKK sebagai
tanda kekuhususan kecakapan, berlogo Regu Paksi, berambalan Jagaraksa mewujud
pada riwayat legenda pejuang di wilayah kami, dan saking 'fanatiknya', diakhir
nama kami menggunakan singkatan PS (Paksi) bukan mobil-PS. Begitulah rasa
bangganya sebagai anak pramuka, ditambah saking ingin kerennya sampai ngangsur baret woll yang disebut baret
jayawijaya, karena gagah rasanya jika hinggap di kepala kami .
Bagi saya rasa bangga pada saaat
itu dan kini bukan pada aspek pakaian dan simbol kecakapan semata, melainkan pramuka
bagi saya adalah awal belajar ‘sikap’ yang meliputi kepemimpinan, rasa
tanggungjawab, berani berbuat, mengambil keputusan, tenggang rasa, kerjasama
dan aspek dasar-dasar kehidupan lainnya. Dalam perjalanan hidup, dasar berorganisasi khususnya kepemimpinan saya dapatkan saat Pramuka penggalang.
Kebetulan pramuka diandalan kami
memiliki instruktur-instruktur hebat yang merupakan guru-guru SMP kami, sebagai tanda terimakasih saya
sebutkan beliau adalah Bapak Uri Rahmawiana, Pak Dadan, Bu Endang, dan kakak-kakak tingkat
saat itu. Pada masa itu saya katakan penyelenggaraan kegiatan Pramuka penggalang sudah sangat profesional dan terencana karena kami berlatih terprogram sepanjang tahun, bukan berlatih hanya
pada saat akan perlombaan saja. Jika mungkin yang lain belajar merancang
program di organisasi baru didapatkan tingkat SMA atau perkuliahan, Alhamdulillah saya mendapatkan ilmu tersebut sedari ikut Pramuka penggalang, ditambah diamanahi jabatan sebagai ketua Bidang Giat Operasional yang tugasnya membuat kurikulum latihan pramuka dalam satu tahun, kemudian mem-breakdown kedalam jadwal latihan tiap hari jumat.
Disaat orang-orang kini belajar
atau kursus public speaking dengan
biaya mahal, sedangkan kami saat berpangkat rakit (SMP kelas 2) justru mempraktikan
tehnik berbicara di depan umum, dengan menjadi pembina upacara, instruktur atau pemateri dihadapan
adik-adik kelas, dengan bergantian setiap jumat sebagaimana jadwal yang telah
kami susun. Kematangan psikologis kami sebagai pemimpin dilatih dengan menjadi penguji kecakapan umum dan khusus, karena
setelah berpangkat rakit kami mendapatkan lisensi menguji kecakapan adik kelas kami.
Kematangan menjadi pemimpin saya dapatkan sejak dipercaya menjadi ketua regu “Paksi Rimba”, pada zamannya regu
kami begitu disegani, karena menjadi juara lomba penggalang se wilayah Banten (masih
Provinsi Jawa Barat) dan saya terpilih sebagai ketua regu terbaik. Dalam level
Provinsi Jawa Barat waktu itu, kami membuka lembaran sejarah jika daerah yang kami
wakili yaitu Kabupaten Pandeglang bisa mencapai prestasi sebagai juara ke-2 Lomba Tingkat IV (LT-IV) tingkat Provinsi Jawa
Barat.
Baru regu kamilah yang membuka lembaran sejarah menjuarai perlombaan pramuka level Provinsi, padahal waktu itu Kabupaten Pandeglang dipandang sebelah mata, tidak diperhitungkan oleh kabupaten/ Kota manapun, malah menjadi kuda hitam berhasil menggeser kabupaten Kota favorit seperti Kabupaten/ Bandung, Bogor, Cianjur, Depok, Tangerang dll. Padahal kala itu kami sadar betapa prihatinnya berangkat PP Pandeglang- Bum perkemahan Kiara Payung Jatinangor menggunakan truk tentara, sepatu yang kami kenakan adalah sepatu PDL pinjaman atau bekas tentara yang dipilox ulang sedangkan yang lain sudah memakai sepatu PRAMA, bahan baju yang kami kenakan yang terlusuh diantara peserta, jika yang lain sudah mengenakan bahan drill, kami masih menggunakan bahan panateks .
Baru regu kamilah yang membuka lembaran sejarah menjuarai perlombaan pramuka level Provinsi, padahal waktu itu Kabupaten Pandeglang dipandang sebelah mata, tidak diperhitungkan oleh kabupaten/ Kota manapun, malah menjadi kuda hitam berhasil menggeser kabupaten Kota favorit seperti Kabupaten/ Bandung, Bogor, Cianjur, Depok, Tangerang dll. Padahal kala itu kami sadar betapa prihatinnya berangkat PP Pandeglang- Bum perkemahan Kiara Payung Jatinangor menggunakan truk tentara, sepatu yang kami kenakan adalah sepatu PDL pinjaman atau bekas tentara yang dipilox ulang sedangkan yang lain sudah memakai sepatu PRAMA, bahan baju yang kami kenakan yang terlusuh diantara peserta, jika yang lain sudah mengenakan bahan drill, kami masih menggunakan bahan panateks .
Cerita diatas hanyalah potongan
kecil dari untaian panjang pengalaman pramuka penggalang yang begitu mendalam,
memori saya rasanya masih mengingat semua yang saya rasakan saat itu. Itu terjadi karena ilmu ‘sikap’ yang saya
terapkan hingga kini, dapatkan saat Pramuka Penggalang. Rasa malu jika ingkar
janji, disiplin waktu, kemampuan berbicara didepan umum, berani memutuskan saat genting,
Percaya Diri, empati, solider dll. Bahkan
keberanian saya untuk survive bekerja di pedalaman Kalimantan beberapa tahun
lalu diasah karena ujian pengembaraan berjalan kaki 2 hari 2 malam sebagai syarat mendapatkan
lisensi Tanda Kecakapan Khusus berlogo kaki.
Singkat kata saya ucapkan
terimakasih dan “Selamat Hari Pramuka” saya yakin jika hakikat Pramuka
dihidupkan sebagaimana zaman saya SMP akan lahir anak-anak hebat yang memiliki sikap yang unggul.***
keren kak :D