Persis genap dua tahun usia Aiman
saat lebaran kali ini. Sungguh menakjubkan fase demi fase perkembangannya.
Alhamdulillah usia 20 bulan sudah lancar berbicara, hafal 7 surat pendek
Al-Quran plus ayat kursi, hafal beberapa doa harian, hafal lagu-lagu kenegaraan
macam Garuda Pancasila, Halo-Halo Bandung, Dari Sabang Sampai Merauke, dll.
Mulai bisa bertutur tentang satu peristiwa, membedakan waktu tadi, kemarin dan
‘abis ini’.
Kenangan lebaran kemarin adalah
saat saya berdebat dengan istri antara mengajak Aiman sholat Idul Fitri atau
tidak. Pada mulanya saya berkeberatan dan meminta istri untuk bersama Aiman
tinggal di rumah dan tidak mengikuti shalat Id dengan dasar kekhawatiran saya,
bahwa shalat id harus terpenuhi rukun mulai dari shalat hingga khutbah,
tentunya terbayang anak 2 tahun akan uring-uringan dan berpotensi mengganggu
jamaah lain. Sedangkan istri dengan ‘keyakinannya’ bersikeras tetap ingin melangsungkan
shalat id bersama Aiman dan meyakinkan saya bahwa Aiman anak yang mudah memahami
pesan orang tua. Akhirnya kami sepakat mengajak Aiman shalat idul fitri,
kebetulan kali ini kami berlebaran di Ciledug Tangerang, tempat orang tua istri
dan melangsungkan shalat id di lapangan parkir Giant Kreo, beserta ribuan
jamaah. Sebelum dan sepanjang jalan
menuju tempat shalat id sambil menggendong Aiman saya mengajaknya ngobrol dan
memberikan pesan “Aiman ikut shalat sampe selesai ya di samping mamah, gak
boleh lari-lari, gak boleh jalan di depan orang lain”, pesan tersebut
berkali-kali saya ulang hingga berpisah lokasi sholat dengan istri.
Sungguh mengejutkan sembari saya
intip-intip, rupanya Aiman duduk khidmat di samping ibunya ditengah ribuan
jamaah sholat id. Saat tak terhitung jamaah lain terpancing berdiri lalu pulang
dan meninggalkan khutbah id, Aiman masih tetap tekun duduk, dan hingga akhirnya
khutbah selesai baru ia berdiri. Hanya memang saat khutbah ibunya bercerita
Aiman bilang “Abis ini kita beli balon Angry bird ya Ma”.
Pemenangnya adalah Aiman dan
Mamanya, keyakinan Mema-nya memang benar jika Aiman ‘bisa dipercaya’ dan
memahami pesan. Bagi saya sebagai Bapak, merasa sungguh menakjubkan anak 2
tahun bisa khidmat shalat id hingga khutbah yang memakan waktu sekitar 1 jam,
dengan hanya duduk di sajadah kecilnya.
Dialog
Memang dialog dan memberikan
pemahaman adalah hal kunci dalam mendidik anak sedari dini. Banyak tetangga
yang anaknya sebaya Aiman kaget mendengar tutur kata dan laku Aiman. Tutur
katanya lembut dan mengayun, tidak menghentak/ membentak. Memang betul kata dan
laku orang tua yang nampak atau disembunyikan akan membentuk laku dan kata
anak.
Rutinitasnya adalah selalu tidur
sebelum jam 21.00 dan terbangun sebelum adzan subuh, dan ikut abahnya shalat
subuh di mushola disaat anak lain masih terlelap dalam damai. Oia sejak bayi memang
kami selalu ‘ngajak’ Aiman ngobrol soal apapun tentunya topiknya tentang
kebaikan, dan kebiasaan itu berlanjut hingga kini. Dan memberikan pesan dan
menepati janji adalah penanaman nilai integritas yang ditanamkan sedari dini
dan itu akan menjadi habitual anak. Saya dan ibunya selalu bilang ketika akan
melakukan satu hal, misalnya “ Aiman, nanti siang kita ke Indoma*et, kita beli
susu, es krim, dan beng-beng, kalo yang lain hanya boleh di pegang aja”. Ketika
sampe ke Indoma*ret sebagaimana anak 2 tahun, ia langsung berlari-lari
mengitari toko perbelanjaan, namun hebatnya Aiman pegang janji, ia hanya
memegang produk-produk yang ada, dan hanya mengambil yang sudah disampaikan
sebelumnya. Memang ia ingin mengambil produk lain apalagi yang bermotif mainan
anak, namun saya paham bahasa tubuhnya ia akan melirik saya sambil memegang
barang yang ia inginkan, namun kembali saya ingatkan “Aiman, kita gak beli itu,
kan ke sini beli susu, Es krim dan beng-beng”. Alhamdulillah ia tidak histeris
atau menangis, sekalipun kecewa ia hanya
minta digendong untuk mendamaikan hatinya.
Dalam segala urusan saya dan
istri berupaya mengedepankan Dialog dengan Aiman dan memberikan alasan dalam
meng-iyakan maupun men-tidakan. Dan berupaya keras menepati janji, misalnya
saat akan pulang kantor saya berjanji membelikannya coklat, maka saya akan
membelikannya coklat, dan juga memberikan kabar jika saya tidak membawa
oleh-oleh saat pulang kantor.
Belajar Berpartisipasi
Sejak fase belajar berjalan, saya
dan istri mulai menanamkan nilai tanggungjawwab dan partisipasi, seperti mulai
menempatkan box khusus mainan, box khusus pakaian. Kami membiasakan sebelum
Aiman beranjak tidur mengajaknya untuk membereskan mainan dan menempatkannya
kedalam box bersama-sama, tentunya membereskan ala Aiman. Begitupula ketika
Mamanya melipat baju Aiman, berupaya mengajaknya turut melipat, kembali dengan
ala Aiman. Setidaknya untuk saat ini tanpa diperintah, ia akan datang dan turut
membantu, urusan kerapihan itu nomor 13, yang terpenting turut serta adalah hal
yang lebih penting. Samahalnya semangat membantu pekerjaan harian juga besar,
jika saya menyapu atau memotong rumput, biasanya ia ambil alih atau meminta
benda yang sama agar ia juga bias turut melakukan, walaupun untuk saat ini
lebih berantakan daripada beres. Tapi kembali rasa untuk turut sudah mulai
terasah.
Gadget
Memang salah satu tantangan mendidik
anak masa kini adalah urusan gadget, bagaimanapun Aiman mencerna situasi lingkungan
yang kian individual. Menghadapi hal tersebut saya punya perjanjian dengan
istri, tidak boleh menggunakan hp dihadapan Aiman, jikapun urgent harus
melakukannya diluar penglihatan Aiman. Jikapun saya menggunakan Ipad atau
laptop selalu bilang jika Abahnya sedang bekerja, kebetulan saya tidak suka
dengan games, sangat membantu mengajarkan kepada Aiman jika fungsi alat
tersebut untuk bekerja. Tapi memang tidak sepenuhnya membatasi, beberapa film
seperti Pocoyo, Dodo dan syamil, Marsha and Bear, lagu anak memang saya
downloadkan tapi saat ia menonton selalu didamping agar ada narasi yang kami
ajarkan, dan yang terpenting kami batasi waktu agar ia tidak keranjingan. Alhamdulillah
jika sudah waktunya berhenti saya bilang “Ipad-nya matikan, batrenya mau habis,
atau kita main keluar”, otomatis ia yang mematikan, atau jika kelihatan gesture
keberatan, saya gendong dan alihkan ke aktivitas yang menuntutnya banyak
bergerak.
Tauladan
Tentunya banyak laku dan kata
Aiman yang tak bisa tercatat, bagi saya mencatatkannya sebagian disini sebagai sarana
pengingat, sebagai lecutan motivasi menjadi suritauladan bagi anak. Saya sadar
bahwa tantangan dan tuntutan zamannya jauh lebih berat dibanding zaman Abahnya.
Apalagi yang terberat adalah terkait akhlak atau perilaku, banyak orang pandai,
orang kaya namun tak berdampak bagi lingkungannya, malah keberadaannya sebagai
beban. Sengaja diujungnamanya saya titipkan nama”Dhiaurrahman”, agar sifat
pengasih dan penyayang tetap melekat saat apapun zaman melekat pada dirinya.
Satu wasiat Kakeknya yang saya turunkan adalah tentang ajaran kebersahajaan dan
prihatin, agar kepekaan hati tetap terjaga “Jika kamu terbiasa hidup susah,
lalu menerima kesukaran, maka kamu akan biasa. Jika kamu terbiasa hidup susah
lalu menemukan kesenangan, maka kamu akan bersyukur. Sedangkan jika kamu terbiasa
hidup mudah lalu menghadapai kesukaran, belum tentu kamu siap”.