Per-Bulan September ini saya merasakan betul menjadi abah
(ayah) bagi Aiman. Bagaimanapun saya dan istri sedang menjalankan rencana yang
telah dibuat dan disepakati. Genap usia Aiman 2 (dua) tahun kami programkan
istri melanjutkan sekolah di kampus lamanya di Kota Depok. Saban minggu hari kamis jam 4 subuh istri berangkat menuju
Depok, menginap di orangtuanya dan sabtu malam baru pulang kembali ke
Pandeglang. Harapan kami adalah kelak istri menjadi pengajar (dosen) bukan
semata mencari uang tetapi mengabdi, berbagi ilmu, melanjutkan eksistensi serta
menjalin silaturahmi, namun waktu utamanya tetap untuk Aiman.
Setiap pilihan pasti ada konsekuensi yang harus dijalani.
Istri memiliki ritme baru, mengasuh, mengerjakan tugas dan ngampus dengan jarak yang cukup jauh antara Pandeglang -Depok.
Kalau dibilang capek tentunya amat capek untuk menuju depok naik bis/elf dari
pandeglang, lanjut shalat subuh di Kota serang, lanjut naik elf menuju Mal Taman Anggrek, naik Busway hingga Stasiun Cawang,
dan diakhiri dengan naik kereta di stasiun UI, demi mengejar perkuliahan jam 8.
Ujian berikutnya adalah kondisi letih dan ngantuk. Sedangkan jumat dan sabtu
menginap di orangtua daerah Ciledug. Dan komitmen saya dan istri semua tugas
harus diselesaikan selama ia di Depok dan Ciledug, saat kembali ke Pandeglang
sudah harus fokus ngasuh anak dan nyuci pakaian yang bertumpuk, walaupun
kenyataannya banyak tugas susulan yang harus dikerjakan sambil ngasuh Aiman.
Kebetulan saat ini rumah di Serang kami kosongkan dan boyongan ke Pandeglang merapat dengan
Ibu, jadi saat Aiman ditinggalkan Ibunya tiga hari, neneknya yang turut
mengasuh Aiman. Inilah point mengapa menuliskan “Menjadi Abah”, karena saya pun
tidak ingin mengalihkan pengasuhan aiman ke sepenuhnya ke Ibu, karena
bagaimanapun Ibu sudah sepuh dan saya sebagai Abah harus tetap ada untuk Aiman.
Jadi sepulang kantor secepat mungkin saya mengasuh Aiman, menyuapi, memandikan
dan memeluknya saat tidur. Biar iBu menemani Aiman saat bermain saja.
Menjadi Abah walau 3 hari rupanya tidak mudah. Awalnya saya
dan istri membayangkan bagaimana dengan respon Aiman saat harus ditinggal
ibunya sekolah selama 3 hari tiap minggu. Karena selama ini istri adalah Ibu
rumah tangga yang tidak pernah meningggalkan anak. Bayangan selanjutnya, apakah
Aiman akan tidur tanpa ibunya, bagaimana jika tiba-tiba teringat ibunya, apakah
akan histeris, bagaimana makannya, bagaimana jika ia pub, dan sebagainya. Namun
dalam hati saya ada keyakinan jika Aiman adalah anak yang tenang, sebagai
namanya panjang yang saya sematkan Dhiaurrahman, dan selama ini doa yang kami
panjatkan agar ia menjadi anak yang paham keadaan.
Alhamdulillah sudah tiga pekan berjalan menjadi Abah, Aiman
sangat paham keadaan, bening sekali hatinya. Walaupun saat ini ia memang agak
pemalu apalagi pada yang belum begitu kenal/ dekat (hehe mungkin sifat turunan
abahnya). Sebelum berangkat kekantor saya suapi dan mandikan Aiman, biar ketika
saya tinggal ke kantor main dengan neneknya. Saat pulang kantor saya mandikan
dan suapi aiman. Dan malam saya tidurkan Aiman. Begitu ritme saat ditinggal
Ibunya.
Hal yang paling saya syukuri adalah saat ditinggalkan ibunya
berangkat dia tidak menangis dan ikhlas melepas. Begitupun saat saya berangkat
ke kantor Nampak memang wajah sendu, namun ia tidak menangis dan menyadari jika
ia harus ditemani neneknya. Sesekali memang ia menanyakan ibunya pada nenek dan
malah ia yang menjawabnya sendiri “Mamah lagi nyari ilmu sampai dapat”, “Abah
lagi nyari duit buat beli popok”. Sayapun tidak tahu ia punya kalimat sendiri
seperi itu darimana. Saat dimandikan ia patuh, saat disuapi ia juga tidak
berontak (kecuali saat gak mood), dan saat ditidurkan tinggal dikipasi. Urusan
ditidurkan ini adalah hal yang unik, biasanya jika Aiman dibersihkan dengan air
sehabis pipis/ pub ia langsung tertidur pulas walaupun belum mengenakan
pakaian, terkadang trik kami agar aiman cepat tidur ya dibersihkan/ dibilas
dengan air, hehe.
Hal yang menarik saat ini Aiman sangat lihai bercakap,
sering membuat idiom atau kata-kata
khasnya sendiri, dan pandai dalam meniru. Hal yang ia sukai kini adalah segala
yang berbau bendera merah putih dan garuda pancasila, jika ada hal terkait itu
ia amat senang, selain juga menyanyikan lagu nasionalisme, walaupun ngajinya
sekarang macet di surat Al-Maun.
Alhamdulillah saya sangat bangga dan teramat bahagia saat
menjadi Abah, saat menggantikan peran ibunya ketika sekolah, saat harus
membersihkan pub-nya, saat memandikan, saat menyuapi, saat bermain, apalagi
saat memeluknya untuk tidur.
Bagaimanapun kebahagiaan terbesar adalah saat Aiman peka dan paham apa yang
sedang dilakukan, dan dihadapi abah mamanya. Tetap menjadi anak shalih yang indah
perangainya nak...