Kita memang bangsa permisif, yang
semua hal bisa diselesaikan dengan kata maklum, mohon dimengerti, mohon
dipahami atau sedang terdesak. Aturan yang ada hanya menjadi macan kertas,
selepas diketuk palu untuk ditetapkan, lalu dicetak dan didistribusikan,
selanjutnya hanya menghiasi meja atau lemari buku di kantor-kantor, nihil
implementasi. Padahal anggaran yang dikeluarkan untuk membuat aneka aturan
entah itu Peraturan Walikota/ Bupati, peraturan lembaga, hingga Undang-Undang
mulai draf, penetapan, hingga sosialisasi, bisa mencapai puluhan, ratusan
bahkan miliaran rupiah.
Contoh sederhana bagaimana aturan
dilanggar namun didiamkan adalah, bagaimana para pelajar begitu bebas
menggunakan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat. Mereka yang
berseragam putih biru sudah pasti melanggar aturan lalu lintas, juga sebagian
besar mereka yang berseragam putih abu-abu karena rentang usia anak SMA (16-18
tahun), dan jikapun mereka memiliki SIM belum tentu ditempuh prosedur yang
benar, karena saya yakin mental mereka belum bisa bertanggungjawab di jalan.
Bagaimana kita merasakan
hiruk-pikuk semrawutnya lalu lintas pagi, saya katakan pelajarlah yang paling
menyumbang semrawut dan kecelakaan. Pelajar hanya bisa mengendarai tanpa siap
bertanggungjawab, ketidakmatangan mental mereka yang biasanya mencelakai pengendara
lainnya. Kenapa demikian?. Coba lihat standar kendaraan yang mereka gunakan,
rata-rata sudah dimodifikasi, mulai dari knalpot, mesin, velg, stang yang sudah
pasti diluar takaran keselamatan pabrikasi. Kelengkapan keselamatan pun mereka
indahkan, hal utama adalah helm, sebagian diantara mereka tidak mengenakan helm
apalagi penumpangnya. Hal yang paling utama adalah mental yang belum siap,
bagaimana kita rasakan setiap pagi di jalan kita dipepet dan dibalap mereka,
entah karena mengejar agar tidak terlambat masuk kelas, yang pasti sangat
mengancam keselamatan dirinya dan pengguna jalan yang lain. Justru keliru jika
ada anggapan dengan menggunakan kendaraan pribadi kesekolah tidak akan telat
masuk sekolah, malah dengan adanya kendaraan, mereka berangkat diwaktu yang
mepet, menggeber kecepatan, asal bisa sampai sekolah.
Mentalitas anak sebetulnya
dipengaruhi dua pihak, yaitu orangtua dan aparat. Karena orang tualah yang
melegalkan bahkan mengajarkan anaknya melanggar aturan dengan membiarkan mereka
mengendarai kendaraan bermotor padahal belum memiliki SIM. Asumsi orangtua agar
anak tidak terjebak macet sungguh keliru karena asumsi itu digunakan oleh
ribuan orang tua yang malah memperarah kemacetan. Kendaraan pribadi bukan salah
satu solusi menghindari kemacetan, bukankah persiapan berangkat lebih pagi lebih
tidak mebahayakan nyawa anak akibat tergesa-gesa. Rusaknya bangsa salah satunya
sikap permisif yang dimulai dari rumah, permakluman-permakluman melanggar
aturan yang dimulai dirumahlah yang pada akhirnya membuat anak-anak muda zaman
sekarang abai aturan, abai sopan santun, mengindahkan segala nilai dan etika,
yang penting sampai tujuan, masa bodoh akan proses yang baik dan benar.
Mangapa aparat, khusunya
kepolisian, karena mereka adalah penegak dan penjaga marwah peraturan lalu
lintas. Jika memang kepolisian ingin menurunkan angka kecelakaan lalu lintas, gampang
saja tinggal menegakkan aturan lalu lintas, tilang semua pelajar yang
melanggar, matangkan mental meraka yang telah memiliki SIM agar bisa
bertanggungjawab dalam berkendara. Tanpa harus banyak pertimbangan, kepolisian
langsung saja tegakkan aturan penilangan jika menemui pelajar berseragam SMP
yang sudah pasti tidak memiliki SIM dan pelajar SMA yang sebagian besar tak
ber-SIM. Tegakkan aturan tanpa pandang anak siapa mereka, tapi menggunakan cara
andragogik, dengan memberikan pemahaman, bukan membuat mereka takut melainkan
faham dan sadar pentingnya mematuhi
aturan.
Bagaimanapun pelajar adalah aset
bangsa yang teramat mahal, jangan sampai mereka cacat lalu pupus harapan masa
depan, apalagi jika harus kehilangan nyawa hanya karena kecelakaan dijalan.
Dengan mengizinkan anak berkendara sesungguhnya orangtua sedang mencelakai
anak. Dengan membiarkan anak melanggar aturan lalu lintas, seseungguhnya
kepolisian sedang abai dan tidak bertanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya.***