Pernahkah kita lupa status? Saya yakin setiap kita pernah
lupa akan status, sebagaimana yang dialami oleh Bu Menteri Susi Pudjiastuti. Sederhana
sebetulnya pasca beliau dilantik menjadia Menteri, lalu diwawancarai wartawan, respon
tidak sadarnya mengeluarkan rokok lalu menyulutnya dihadapan wartawan. Banyak yang
menanyakan ke saya terkait sikap Bu Susi, saya hanya menjawab beliau lupa jika
sudah beralih status menjadi menteri.
Bu Susi hanya satu contoh dari banyaknya gambaran seseorang
yang lupa akan statusnya. Mungkin kita pernah sedikit belajar ilmu perilaku,
bahwa sikap seseorang adalah cermin dari kebiasaan yang kita lakukan sepanjang
hidup kita, yang diwarnai oleh lingkungan dimana kita berada. Kemudian norma dan
nilailah yang membatasi kepantasan sikap kita.
Jika lupa, maka akan ingat. Sebagaimana dialami Bu Susi,
setelah digempur berita, saya yakin beliau akan ingat akan status barunya
sebagai Menteri yang segala laku dan katanya jadi cerminan dan tuntunan
masyarakat. Bahkan saya yakin perilaku beliau akan berubah menjadi lebih baik
setelah menjadi menteri.
Saya sepakat akan perlunya kontrol sosial terkait perilaku
seseorang, tujuannya agar perilaku tersebut seiring dengan norma dan nilai yang
dianut oleh masyarakat pada umumnya, sebagaimana kontrol yang dilakukan media
dan masyarakat terhadap sikap perilaku Bu Susi. Namun apa jadinya jika kontrol
yang dilakukan berlebihan, disertai aneka bumbu yang tidak berhubungan dengan
pokok perkara perilaku yang disorot, yang pada akhirnya bukan menjadi kontrol
yang merubah perilaku, malah membunuh karakter seseorang. Beruntung jika orang
tersebut menerima kontrol yang ada, bagaimana jika ia menolak label yang
disematkan dengan reaksi yang tidak diinginkan.