Pernah saya membayangkan apakah
jika kelak nanti diamanahkan memiliki anak, saat pulang kerja akan disambut,
dipeluk, disebut nama dan senantiasa dirindukan anak. Atau anak bermanja-manja mengajak bermain. Terbersit
kehawatiran, jika saya akan menjadi Ayah yang kering, ada tidak ada tidak
berpengaruh bagi anak, tidak dirindukan, tidak menjadi bahu yang hangat bagi
anak, semata-mata hanya menjadi mesin pencari nafkah buat keluarga.
Saat ini hal terbesar yang saya
syukuri dan mungkin doa yang Allah kabulkan adalah saat letih pulang kantor, saat membuka
pintu garasi, Aiman (2,8 tahun) berlari menyambut dan menyebut nama Abi sambil manja
menyorongkan kedua tangannya minta digendong. Selepas itu matanya mematut-matut
bagasi motor berharap ada plastik tergantung sambil bertanya “Abi bawa oleh-oleh
gak”. Alhamdulillah reaksinya datar saja jikapun saya tidak membawakan
oleh-oleh, senyumnya selalu mengembang saat saya pulang. Terharu misalnya saat
kemarin sore pulang kantor, saat saya membuka garasi, Aiman lari menyambut
menyodorkan bungkusan kertas warna coklat yang didalamnya terdapat buku, Aiman
bilang “Hadiah buat Abi”, langsung juga ia tunjukkan gambar-gambar yang ia buat
hari itu, atau langsung menarik tangan “ Abi kita main balok (lego) yu”. Perangai
Aiman yang justru membuat letih sepulang kantor dalam waktu singkat lenyap.
Betul kata Hadist Nabi yang saya
lupa isi lengkapnya, hati-hati berbicara keras atau marah didepan anak walau ia
masih bayi. Ada juga ungkapan perilaku orang tua yang terlihat ataupun tak
terlihat akan dirasakan dan menjadi perilaku anak. Karena memang anak adalah
perekam nomor satu, apapun yang iya lihat dengar dan rasakan akan ia tiru.
Contoh hal yang Aiman Tiru dan replikasi adalah saat saya dan istri memutarkan
video lagu anak judulnya Finger Family dari Videogyan Kids, isinya adalah
nyanyian tentang jari sambil menyebutkan panggilan ayah, ibu, anak laki-laki,
anak perempuan, dan bayi dalam aneka bahasa inggris, india, arab, dan cina.
Dari video yang ia lihat itu, Aiman
merubah panggilan saya dan istri dari Abah dan Mama, menjadi Abi, Umi dan ia
menyebut dirinya Akhi sebagaimana video. Sama sekali saya dan istri tidak
pernah meminta Aiman untuk menyebut saya dan Ibunya Abi dan Umi, tapi prakarsa
dari apa yang ia lihat dan dengralah yang menuntunnya memanggil saya abi dan
umi. Untungnya tidak memanggil saya Father dan Mother hehe… Hal lain yang Aiman
rekam kuat adalah hafalan huruf, mungkin karena kebiasaan saya membaca buku dan
koran Aiman ikut serta membaca dan ia selalu bertanya ini huruf apa, itu huruf
apa pada setiap judul atau merek. Hebatnya kini di usianya yang dibawah 3
tahun, Aiman sudah bisa mengeja semua huruf Kapiatal yang ada dalam Koran,
bungkus makanan, merek baju, dan sebaganya. Semua atas prakarsanya bukan
keinginan orang tua. Walaupun saat ini ia eja T-O-S-H-I-B-A kemudian dibaca TIVI. Memori kuat
lainnya adalah hampir semua lagu nasional Aiman hafal, surat-surat pendek ia
hafal dan juga asma ul husna. Kelalian kami saja yang tidak fokus konsisten
mengajarkan hafalan yang kini membuat Aiman angot-angotan.
Seseungguhnya anak itu memiliki
rasa dan pemahaman yang sangat baik, hal ini yang kami rasakan saat menjadwalkan
Aiman sapih ASI, toilet training dan ditinggalkan ibunya kuliah. Awalnya kami
betul-betul hawatir terkait respon Aiman saat disapih ASI, terbayang berantakan
dan tercecernya najis di rumah saat toilet training dan histerisnya saat harus
ditinggal ibunya kuliah, tapi itu rupanya perasaan kami saja, sesungguhnya Aiman
menampakan sikap yang bisa diajak kompromi bekerjasama dan menjadi tim yang
hebat. Saya sadari bahwa komunikasi kepada anak itu penting walaupun ia masih
bayi, walau ia belum bisa berbicara. Ini kebiasaan baik istri saat akan
menyapih Asi, misalnya istri bilang ke Aiman dalam bahasa ibu kepada anak jika
akan disapih, Aiman harus siap, harus kuat, ada makanan lain yang bergizi dan
enak, dsb. Begitupula jauh hari sebelum toilet training bahasa ibu ke anak
disampaikan jika Aiman sudah besar kalau pake popok teruskan panas, gak boleh
ngompol, harus BAB di tolilet, dan sebagainya, juga saat istri melanjutkan
kuliah jauh hari disampaikan ke Aiman jika nanti Mama kuliah jangan nangis
harus nurut sama abah dan nenek. Alhamdulillah proses sapih ASI Aiman berjalan
lancar sesuai jadwal, kebutuhan BAB kini sepenuhnya di toilet dan Aiman tidak pernah ngompol saat tidur, dan
saat ditinggal istri berangkat jam 4 subuh untuk kuliah Aiman tidak menangis
atau reaktif malah ia bilang “Mamah kekampus pake Jaket ya”
Dalam hati saya justru
orangtualah yang justru banyak belajar dari anak sebelum mengajari anak. Jangan
pernah berbohong kepada anak, jangan pernah menyembunyika perilaku buruk kepada
anak, dan jangan pernah berakhlak buruk kepada anak, karena keburukan orang tua
tanpa disadari akan menjadi perilaku anak ketika ia dewasa. Sungguh Aiman
menjadi pemicu kami untuk terus berpeilaku baik, menjadi suritauladan, menjadi
pelindung dan bahu yang kokoh. Saya tidak ingin kertas putih yang saya miliki
tercabik oleh tinta yang kotor. Doakan Aiman jadi anak shalih, berakhlak baik,
hormat pada orang tua, tentunya kelak bermanfaat bagi umat.***