Setidaknya ada 4 (empat)
corak dalam memperingati hari nelayan nasional 6 April tahun ini. Pertama, Dalam sejarah Indonesia Susi Pudjiastuti
merupakan menteri kelautan perempuan pertama. Kedua, Susi dengan
jihadnya mengeluarkan kebijakan kedaulatan laut Indonesia memberantas illegal
fishing, menenggelamkan kapal-kapal perampok laut Indonesia. Ketiga,
adanya peristiwa hukum yakni ‘Kasus Benjina dan ‘Kapal Perampok Hai Fa’, yang
akan menjadi rujukan peritiwa hukum kelautan di Indonesia. Keempat, nasib
Nelayan Indonesia yang terpuruk dalam pusaran kemiskinan, dan tidak pernah naik
kelas sosial.
Keempat Corak tentunya
sudah tuntas dibahas, khususnya mengenai Profil Susi Pudjiastuti mulai dari
perjalanan hidup, karir dan gebrakan dalam Kementrian DKP. Kasus Benjina yang
ditengarai terjadinya perbudakan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) mayoritas asal Myanmar
mengancam ekspor laut Indonesia sedang dalam invetigasi kepolisian antar
negara. Kasus ‘Kapal Perampok Hai Fa’, yang melanggar hukum laut Indonesia
yakni berlayar tanpa surat laik operasi (SLO), tidak menyalakan sistem pengawas
kapal (VMS), dan memuat 900 ton ikan dan udang, termasuk 15 ton hiu martil yang
terlarang diperdagangkan hanya mendapatkan hukuman denda 200 juta dari
Pengadilan Perairan Kota Ambon. Sedangkan pusaran kemiskinan nelayan Indonesia,
kini kurang seksi untuk diperbincangkan, maka di Har Nelayan Nasional, tulisan
ini sengaja menguatkan kembali nasib nelayan Indonesia.
Diantara
kategori pekerjaan terkait dengan kemiskinan, nelayan sering disebut sebagai
masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat lainnya (the poorest of the
poor). Berdasarkan data World Bank mengenai kemiskinan, bahwa
108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia dalam kondisi
miskin dan rentan menjadi miskin. Badan Pusat Statistik (BPS), dengan
perhitungan berbeda dari Bank dunia, mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia
sebesar 34,96 juta orang (15,42 %). Angka tersebut
diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS.
Kemiskinan
nelayan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga untuk
menyelesaikannya diperlukan solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara
parsial. Oleh karena itu, harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab
terjadinya kemiskinan pada nelayan. Terdapat beberapa aspek yang menyebabkan
terpeliharanya kemiskinan nelayan atau masyarakat pinggiran pantai,
diantaranya; Kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak
kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan selalu
menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Kondisi bergantung pada musim
sangat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan nelayan, terkadang beberapa pekan
nelayan tidak melaut dikarenakan musim yang tidak menentu. Rendahnya Sumber
Daya Manusia (SDM) dan peralatan yang digunakan nelayan berpengaruh pada cara
dalam menangkap ikan, keterbatasan dalam pemahaman akan teknologi, menjadikan
kualitas dan kuantitas tangkapan tidak mengalami perbaikan.
Kondisi lain yang turut berkontribusi memperburuk tingkat
kesejahteraan nelayan adalah mengenai kebiasaan atau pola hidup. Tidak pantas
jika kita menyebutkan nelayan pemalas, karena jika dilihat dari daur hidup
nelayan yang selalu bekerja keras. Namun kendalanya adalah pola hidup
konsumtif, dimana pada saat penghasilan banyak, tidak ditabung untuk persiapan
paceklik, melainkan dijadikan kesempatan untuk membeli kebutuhan sekunder.
Namun ketika paceklik, pada akhirnya berhutang, termasuk kepada lintah darat,
yang justru semakin memperberat kondisi.
Upaya Penanggulangan Kemiskinan
Deskripsi diatas merupakan pusaran masalah yang terjadi pada
masyarakat nelayan umumnya di Indonesia. Perlu adanya upaya strategis dalam
penanganannya, diawali dengan adanya data akurat mengenai angka pasti nelayan
miskin dilengkapi data nama, keluarga dan alamat, sehingga mudah dalam
menentukan sasaran. Selanjutnya ditindaklanjuti mengenai apa penyebab dari
kemiskinan tersebut, apakah karena jeratan utang atau faktor lain. Kemudian
cara atau metode untuk menanggulanginya
lebih terfokus pada nelayan-nelayan yang berada pada sub-ordinasi tengkulak. Bagaimanpun
juga bahwa penyebab kemiskinan tidaklah sama disemua wilayah, bahkan ukurannya-pun bisa
berbeda-beda atau tergantung kondisi setempat. Sehingga formula pengentasan
kemiskinanpun tidak bisa digeneralisir pada semua wilayah atau semua sektor.
Kemiskinan yang dialami oleh nelayan tidak bisa disamamakan dengan ukuran
kemiskinan buruh di perkotaan. Bahkan dalam satu kabupaten yang sama belum tentu bisa diratakan ukuranya
pada desa-desa pesisir yang ada. Program pengentasan kemiskinan nelayan
membutuhkan strategi khusus yang mampu menjawab realitas yang terjadi hari ini.
Terdapat
empat langkah dalam penanggulangan kemiskinan nelayan, diantaranya; Pertama, peningkatan
kualitas pendidikan masyarakat nelayan. Dalam hal ini konteksnya adalah nelayan sebagai kepala rumah
tangga, dan nelayan sebagai seperangkat keluarga. Nelayan yang buta huruf
minimal bisa membaca atau lulus dalam paket A atau B. Anak nelayan diharapkan
mampu menyelesaikan pendidikan tingkat menengah. Sehingga kedepan akses
perkembangan teknologi kebaharian, dan peningkatan ekonomi lebih mudah
dilakukan.
Kedua, perlunya
merubah pola kehidupan nelayan. Hal ini terkait dengan pola pikir dan
kebiasaan. Pola hidup konsumtif harus dirubah agar nelayan tidak
terpuruk ekonominya saat paceklik. Selain itu membiasakan budaya menabung
supaya tidak terjerat rentenir. Perlu juga mendorong diverifikasi mata pencaharian
khusus dipersiapkan menghadapi masa paceklik, seperti pengolahan ikan menjadi
makanan, pengelolaan wilayah pantai dengan pariwisata dan bentuk penguatan
ekonomi lain seperti diversifikasi produk olahan ikan, sehingga bisa
meningkatkan harga jual ikan, selain hanya mengandalakan penjualan ikan mentah.
Ketiga, peningkatan kualitas
perlengkapan nelayan dan fasilitas pemasaran. Perlunya dukungan kelengkapan
tekhnologi perahu maupun alat tangkap, agar kemampuan nelayan Indonesia bisa
sepadan dengan nelayan bangsa lain. Begitupula fasilitas pengolahan dan
penjualan ikan, sehingga harga jual ikan bisa ditingkatkan. Keempat, perlunya
sebuah kebijakan sosial dari pemerintah yang berisikan program yang
memihak nelayan, Kebijakan pemerintah terkait penanggulangan kemiskinan
harus bersifat bottom up sesuai dengan kondisi, karakteristik dan
kebutuhan masyarakat nelayan. Kebijakan yang lahir berdasarkan partisipasi atau
keterlibatan masyarakat nelayan, bukan lagi menjadikan nelayan sebagai objek
program, melainkan sebagai subjek. Selain itu penguatan dalam hal hukum terkait
zona tangkap, penguatan armada patroli laut, dan pengaturan alat tangkap yang
tidak mengeksploitasi kekayaan laut serta ramah lingkungan. Semoga Hari Nelayan
Nasional tahun ini dapat mengangkat martabat nelayan Indonesia.