Tiga hari ini saya diberikan kesempatan untuk mempelajari Kota
Makassar, membandingkannya dengan Kota Serang Provinsi Banten didanai oleh negara.
Dan tulisan ini saya sajikan sebagai bentuk pertanggungjawaban saya sebagai
pengguna anggaran negara.
Hari ini barulah hari pertama, dan sesingkat pandangan mata
bisa didapatkan aneka informasi. Tentunya bukan bandingan yang pas jika Kota
Serang dibandingkan dengan Kota Makassar. Kota Makassar adalah Kota Dewasa yang
layak dibandingkan dengan Medan Sumut, Bandung Jabar, dan Surabaya Jatim.
Kesamaan dengan Kota Serang hanyalah sebagai sesama Ibu Kota Provinsi.
Satu hal yang menarik adalah menganai ruang pubik, saya
yakin siapapun yang ke Makassar akan ke Losari, Masjid Terapung Amirul
Mukminin. Mungkin ini yang disebut Water Front City, bibir pantai sepanjang
sekitar 2 Km ditata begitu apik dijadikan sebagai ruang publik, menjadi
landmark Kota Makassar dan juga Landmark Provinsi Sulawesi Selatan. Sepintas
saya lihat sangat sederhana, hanya sekedar taman memanjang tempat masyarakat
tanpa kelas berkumpul, memandang laut, langit dan taman disertai aneka ornamen
penanda khas sebuah wilayah seperti rumah adat, patung penari, kerbau sulawesi,
patung perahu pinishi, tapi menjadi magnet berkunjungnya wisatawan dan
masyarakat setempat.
Sepanjang pengamatan selepas subuh banyak yang memanfaatkan
Losari sebagai sarana olah raga, siang dengan aktivitas kunjungan wisata dengan
hidupnya juga ekonomi rakyat, sore hingga malam menjadi surga berkumpul anak
muda yang tentunya menghidupkan perekonomian penjual penganan makanan Pisang
Epe, batu akik dan aneka souvenir. Inilah yang disebut ruang publik ruang
rakyat, dimana masyarakat tanpa kelas bisa berkumpul dalam satu tempat, bisa
beraktivitas sesuai motif masing-masing, tanpa harus membayar.
Bagi Kota-kota lain yang akan berkembang, tentunya harus
merubah orientasi PAD yang menjual ruang-ruang kepada investor untuk menjadikan
ruko dan mal, yang memang berimplikasi pada pendapatan wilayah karena adanya
transaksi. Melainkan juga berorientasi pada penyediaan ruang publik sebagai
rung rakyat, ruang dimana rakyat bisa hidup ekonominya, bisa beraktifitas
dengan gratis dan berimplikasi pada indeks kebahagiaan. Karena indeks
kebahagiaan suatu masyarakat salah satunya ditentukan oleha adanya ruang
publik.***