Diberdayakan oleh Blogger.

Setelah Perda CSR


posted by rahmatullah

No comments



Pada Tahun 2011 saya melakukan penelitian tugas akhir (Tesis) mengenai Peraturan CSR yang dibuat daerah dimana produk dari peraturan itu adalah terbentuknya Forum CSR, judulnya “Kemitraan Antara Pemerintah Kota Cilegon Dengan Perusahaan Di Wilayah Kota Cilegon Dalam Melaksanakan Program CSR Melalui Lembaga Cilegon Corporate Social Responsibility (CCSR)”. Kebetulan pada saat itu hasil penelitian tersebut menjadi rujukan best practice bagi daerah lain baik Kabupaten/Kota maupun Provinsi dalam membuat Perda maupun Forum CSR, termasuk beberapa kali menjadi narasumber untuk membahas hal tersebut. Jika ada pihak yang minta referensi, saya selalu bilang belajarlah ke Kota Cilegon.

Simpulan penelitian saat itu adalah pemerintah dan perusahaan dapat saling berkontribusi dalam menjalankan pembangunan daerah dengan mengedepankan prinsip-prinsip kemitraan. Kata kuncinya adalah ‘mitra’, tidak ada yang ordinat maupun sub ordinat, tanpa paksaan dan saling menguntungkan. Temuan penelitian tersebut (dalam jangka 1 tahun) jika dikalkulasi-kan kontribusi perusahaan dalam mendukung pembangunan Kota Cilegon diatas Rp 9 Miliar baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur ekonomi, dll. Payung hukum yang digunakan pada saat itu adalah Peraturan Walikota Cilegon Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Organisasi Tata Kerja Cilegon Corporate Social Responsibility (CCSR).

Pada Tahun 2015, mahasiswa yang saya bimbing, melakukan penelitian skripsi mengenai Pelaksanaan Perda Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Tanggungjawab Sosial Perusahaan Di Kota Cilegon. Jadi seting ceritanya kenapa Perda tersebut muncul, yakni atas keberhasilan Peraturan Walikota Cilegon Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Organisasi Tata Kerja Cilegon Corporate Social Responsibility (CCSR), Pada Tahun 2012 atas inisiatif DPRD Kota Cilegon, diterbitkanlah Perda Nomor 10 Tahun 2012 yang mengatur mengenai pengelolaan CSR di Kota Cilegon.

Rupanya Perda tersebut hingga kini belum implementatif, malah secara signifikan mengakibatkan semakin berkurangnya partisipasi perusahaan dalam mendukung program-program pembangunan melalui Forum CSR (lembaga CCSR). Terdapat beberapa pasal yang terlalu jauh mencampuri independensi forum CSR, seperti pembebanan dana operasional kepada perusahaan, pihak perusahaan yang mau menjadi pengurus forum harus melalui tahapan fit and proper test, sehingga banyak pihak yang pada akhirnya berpedoman pada Perwal daripada Perda.

Deskripsi diatas menjadi sebuah potret bahwa ‘pemerintah’ baik ekesekutif maupun legislatif, terlampau mencampuri ranah perusahaan. Lupa jika tujuan utama perusahaan adalah bisnis, dan kewajibannya ditunaikan diantaranya melalui pajak dan kepatuhan atas regulasi lain. 

Terkait CSR terkadang pemerintah sok tahu dan memaksakan hal yang sebetulnya bukan kewajiban (baca kembali Perundang-undangan yang membahas CSR, bahwa CSR wajib bagi jenis perusahaan tertentu). Hal yang sudah berjalan baik, diintervensi dengan aneka aturan yang malah membuat jenuh perusahaan, mulai dari pusat (diantaranya kementerian), provinsi, kabupaten/ kota berkepentingan dengan CSR, tidak mau tahu jika kondisi binis sedang merugi.

Dalam beberapa kesempatan menjadi narasumber baik Penyusunan Peraturan CSR, review peraturan, pembentukan Forum berikutnya, saya sering menegaskan bahwa Perda/ Forum CSR lebih banyak yang gagal daripada yang berhasil, sangat sedikit yang implementatif apalagi memberikan impact, sisanya buang-buang anggaran pembuatan Peraturan saja.

Lebih jelasnya bisa dibaca tulisan hasil penelitian di jurnal ini deh hehe… https://scholar.google.co.id/citations?user=cGHCjtAAAAAJ&hl=en&authuser=1

Leave a Reply

Sketsa