Diusia yang menginjak 34 tahun ini, saya baru terpikirkan
apa itu pengaruh. Pemikiran itu hadir tiba-tiba saat duduk bersila melingkar menghadiri
ngariung/ tasyakuran aqiqah kelahiran
cucu Pak RW. Bapak-bapak yang hadir dalam ngariung seumur dengan almarhum Bapak
saya atau sedikit dibawah. Bagi bapak-bapak yang dulu kenal Pak haji (sebutan
Almarhum Bapak) mendudukan saya dalam posisi segan, ngobrol hal-hal formal,
menjaga betul sikap. Sedangkan bagi bapak-bapak warga pendatang yang
duduk disamping saya terkesan acuh tak acuh, karena memang belum sempat bertemu kenal dengan
Pak Haji. Disaat itulah saya memaknai
apa itu pengaruh, rupanya Bapak-bapak mendudukan saya dalam posisi segan karena
masih merasakan pengaruh Pak Haji, dan Bapak-bapak yang acuh karena memang
menilai saya bukan siapa-siapa bagi mereka. Seperti biasa diakhir ngariung dibagikan
‘nasi berkat’ untuk dibawa pulang.
Sesampai dirumah orang suruhan Pak RW kembali mengantarkan 2 buah ‘nasi berkat’ bilangnya untuk Bu Haji.
Ngariung menggugah kesadaran saya tentang apa itu pengaruh.
Jikalau mengingat Almarhum Bapak, saat ada dan tiada, ‘Pengaruh’ beliau dimata tetangga masih tetap
ada. Disisi lain saya kian sadar keberadaan saya dalam bertetangga belum bisa
memberikan pengaruh apapun, segannya tetangga sama sekali bukan karena saya
melainkan karena Pak Haji. Entahlah jikalau Bapak-Bapak seangkatan Pak Haji
sudah tak ada, mungkin saya hanya menjadi buih. Karena saya sadari
bertetangganya saya saat ini hanya saat Shalat subuh di mushala, saat sempat
hadir ngariung, sepenuhnya waktu sibuk mengejar dunia.
Ini hal lain, tapi terkait juga dengan ‘pengaruh’. Saya
menyenangi mensholatkan jenazah, jika ada kesempatan takziah, saya upayakan
hadir hingga selesai mensolatkan. Kenapa? Karena disitulah kita bisa merasakan hakikat
‘pengaruh’. Saat seseorang meninggal disitulah sejatinya terukur pengaruh
seseorang, ada orang yang memiliki pengaruh hanya pada saat dia punya jabatan/
kedudukan, ada orang yang memiliki pengaruh karena orang lain takut, dan ada
yang memang pengaruh hadir akibat amal sosialnya. Jika pengaruh akibat urusan
formal, maka yang hadir hanyalah aneka karangan bunga dan ungkapan duka cita di medsos, namun jika pengaruh
disebabkan amal sosial, maka tanpa diminta, dari penjuru manapun, tak putus
siapapun hadir mendoakan, menyolatkan, hingga mengantarkan ke liang lahat. Aura
pengaruh sulit kita ungkapkan tapi bisa kita rasakan saat momen sesorang
meninggalkan haribaan.
Lantas apa ‘pengaruh’ kita? Mungkin detik ini, ada dan
tiadanya kita tidak memberikan arti apapun, hanya sesosok pemandu sorak. Mari
kita perbaiki, selagi hayat masih dikandung badan. Entah kelak kita meninggal
apakah ada yang kelak mentakziahi kita, entah siapa dan berapa orang yang menyolatkan
kita. Karena sesungguhnya mereka akan hadir akibat amal sosial kita.***
Gambar: http://rukun-islam.com/cara-mengerjakan-shalat-jenazah/