Diberdayakan oleh Blogger.

CSR DAN PERSOALAN HUKUM


posted by rahmatullah on

No comments



Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kota Cilegon, membuka kembali catatan kasus persoalan hukum terkait dengan tanggungjawab sosial perusahaan atau lebih dikenal dengan dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). Dalam hal ini CSR dijadikan sebagai modus operandi baru menggunakan saluran CSR klub sepak bola di daerah. Menurut Komisioner KPK Basaria Panjaitan, uang Rp 1,5 miliar yang berasal dari PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) dan PT Brantas Abipraya ditransfer kepada rekening Cilegon United Football Club. Pengiriman uang itu tercatat sebagai donasi atau sponsorship. Kedua perusahaan pemberi suap tersebut kebingungan mengenai mekanisme penyerahan uang agar dapat disamarkan.

Berdasarkan catatan penulis, OTT Cilegon merupakan kasus terkait CSR kelima baik yang diselidiki Kejaksaan, Kepolisian maupun KPK. Kasus tersebut diantaranya; Pertama,  kasus mobil listrik dari CSR  PT Pertamina, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan PT Perusahan Gas Negara (PGN) untuk kebutuhan operasional forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Nusa Dua, Bali, yang selanjutya dihibahkan kepada Perguruan Tinggi (PT) untuk penelitian. Kedua, kasus cetak sawah di Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat yang diinisiasi oleh Kementrian BUMN melalui patungan dana CSR/PKBL dengan dana sebesar  Rp 360 miliar berasal dari PT Bank Nasional Indonesia, PT Askes, PT Pertamina, PT Pelindo, PT Hutama Karya, PT Bank Rakyat Indonesia, dan PT Perusahaan Gas Negara. Ketiga, penyelidikan mengenai penyelewengan  Pertamina Foundation yang berasal dari laporan internal  terkait proyek penanaman 100 juta pohon, pembentukan sekolah Pertamina Foundation, dan sekolah sepak bola Pertamina Foundation. Keempat, pengelolaan  dana CSR bantuan PT Timah dalam perhelatan homestay fair Muntok, Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Hal yang menarik adalah keterangan yang disampaikan Mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak mengenai latar belakang penyelidikan  "Jadi uang keluar, tapi proyek tidak berjalan sepenuhnya. Padahal, meskipun itu dana CSR, tetap masuk uang negara. Oleh sebab itu, kita kategorikan sebagai kerugian negara,". Jika pernyataan tersebut sudah menjadi dalil penyelidikan, maka pengelola CSR khususnya pada perusahaan BUMN harus hati-hati dalam melaksanakan program CSR. Selain ada modus lain seperti penyamaran menggunakan saluran CSR seperti di Kota Cilegon atau motif politik lokal seperti yang ditengarai terjadi di Muntok, Bangka Barat.

Pada kegiatan Forum CSR di sebuah Provinsi, saya mendapati berbagai keluhan dari pengelola CSR, bahwa terdapat dana bantuan Kemitraan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang macet atau tidak bergulir. Nilai uang yang tidak bergulir mulai dari puluhan juta hingga puluhan miliar rupiah. Persoalannya adalah dana macet tersebut setiap tahun terjadi, lalu dianggap hal biasa oleh BUMN maupun perusahaan swasta. Menyikapi persoalan tersebut, hal utama yang harus dirubah adalah mind set, jika CSR bukanlah sedekah atau bantuan sosial semata. Jika perusahaan baru menjalankan CSR Pada level tersebut, maka CSR baru out put atau sekedar menghitung berapa dana yang terserap, idealnya perusahaan menjalankan CSR pada tahapan impact atau dampak manfaat apa yang telah ditimbulkan dari pelaksanaan CSR.  Saya sangat sepakat dengan dalil penyelidik, bahwa sepeserpun dana CSR harus bisa dipertanggungjawabkan, karena jika tidak membawa manfaat sudah pasti menimbulkan kerugian baik pada keuangan perusahaan maupun secara luas pada kerugian negara.

Langkah penting yang harus dilakukan para pengelola CSR agar kelak tidak terjerat persoalan hukum adalah melakukan penguatan tiga aspek, yakni pada Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola CSR, sistem, maupun administrasinya. Permasalahan awal terkait pengelola CSR adalah mereka yang minim kompetensi, baik pengalaman maupun keilmuan. Hal tersebut terjadi karena banyak perusahaan yang menganggap CSR cukup dikelola oleh mereka yang jelang purna bakti, dan mereka yang kurang produktif di unit bisnis, sehingga kompetensi yang alakadarnya akan menghasilkan program CSR yang seadanya. 

Terkait sistem, banyak perusahaan yang hingga saat ini belum memiliki SOP pengelolaan CSR, yang seharusnya CSR itu memberdayakan malah ‘memperdaya’. Maka wajar jika pada akhirnya mentalitas masyarakat sekitar perusahaan menjadi peminta-minta, akibat perusahaan belum memiliki pola CSR yang terencana dan terstruktur. Hal lain yang menjadi musabab jeratan hukum adalah terkait mal administrasi, karena CSR dianggap sebagai bagi-bagi sumbangan, maka sudah lumrah jika administrasinya kacau, cenderung membuat laporan-laporan fiktif. Biasanya laporan yang disajikan tampak ideal dengan dokumentasi dan cover yang menarik, padahal ada upaya manipulasi terhadap tidak tercapainya impact. Mudah sekali mengidentifikasi sukses tidaknya program, jika dalam waktu berjalan semakin banyak permintaan bantuan atau pengajuan proposal dari pemangku kepentingan yang ingin memanfaatkan CSR maka sudah dipastikan jika ada yang tidak tepat dalam tahapan CSR. Karena idealnya jika pentahapan CSR berjalan sesuai, maka ada periode yang disebut terminasi (pemutusan bantuan) bagi klien (masyarakat/ kelompok) yang telah mandiri.

Dalam kesempatan forum CSR saya senantiasa mengingatkan perusahaan yang mengalami kemacetan bantuan bergulir diatas 20% untuk melakukan evaluasi formatif yang objeknya adalah penerima bantuan CSR. Tujuannya agar dapat diketahui akar permasalahan kenapatidak bergulir. Bisa jadi jika selama ini program CSR yang dilakukan sifatnya top down, dimana masyarakat tidak membutuhkan, ataupun lemah dalam pendampingan, tidak dibuatkan pasar akan produk yang dihasilkan. Jika evaluasi formatif tidak dilakukan, maka dipastikan bantuan apapun akan selamanya macet. Evaluasi program penting untuk mengetahui apakah program masih dibutuhkan masyarakat, harus diganti, atau perlu penyempurnaan. Jika hal ini dilakukan maka perusahaan tinggal melakukan re-start dengan program yang telah diimprovisasi agar tidak terkena persoalan hukum dikemudian hari. ***

gambar : https://www.adisucipto.com/penegakan-hukum-di-indonesia/

Leave a Reply

Sketsa