Pada tanggal 6 Mei 2018, bertempat di Hotel Grand Paragon
Jakarta, atas nama Malindo Nusantara Research
Center For CSR Leadership and Communication saya menjadi narasumber dengan
Topik “Urgensi Penyusunan Perda CSR” atas undangan dari Badan Legislatif
(Baleg) DPRD Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau.
Untuk mencapai Jakarta,
rombongan Baleg DPRD Kab. Kepulauan Anambas membutuhkan 8 jam perjalanan laut
menuju Batam, disambung pesawat Batam-Soetta 1 jam, dan Soetta-Hayam Wuruk
Jakarta (Hotel Grand Paragon) 2 jam. Hanya diselingi istirahat makan siang,
tidak menyurutkan semangat Anggota Baleg untuk menyimak 3 jam materi terkait Urgensi
Penyusunan Perda CSR.
Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan wilayah strategis
Indonesia sebagai wilayah terluar, secara keseluruhan berbatasan dengan Laut
Cina Selatan/ Vietnam, Kab Bintan, Laut Cina Selatan/ Malaysia, dan Kab. Natuna. Memiliki 255 pulau, dimana
baru 5 (lima) pulau yang telah dijadikan permukiman penduduk.
Setiap orang yang mengenal Anambas pasti
langsung teringat pada Potensi Minyak dan Gas terbesar Indonesia. Saat ini terdapat
3 ladang migas lepas pantai di Kepulauan Anambas, yaitu Natuna Sea Block A,
South Natuna Sea Block B, dan Lapangan Kakap. Komoditi ekspor
utamanya berupa gas alam
sebesar 77,85 persen dan minyak mentah sebesar 22,14 persen.
Dalam kesempatan tersebut pada intinya saya menyampaikan
mengenai apa pentingnya penyusunan Perda CSR berdasarkan best dan bad practice
daerah lain di Indonesia. Sehingga jika-pun jadi atau meninjau kembali perlu
adanya alasan logis, agar penganggaran penyusunan Perda tidak mubazir juga
tidak merugikan pemangku kepentingan khususnya perusahaan dan masyarakat
sebagai stakeholder utama.
Banyak kasus daerah yang membuat Perda, sudah disahkan namun
tidak operasional, sehingga tidak ada dampaknya karena bukan atas kebutuhan
melainkan keinginan satu pihak semata. Jauh panggang dari api, Perda hanya
produk Mubazir yang tidak ada pengaruhnya sekali apalagi menyentuh peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Ada juga produk Perda CSR yang ‘menyiksa’ perusahaan,
dimana mengalihkan peran pemerintah sebagai ‘domain utama’ pelaku pembangunan kepada perusahaan. Yang
akibat hal tersebut membuat ketidaknyamanan perusahaan dalam menjalankan bisnis
sebagai core-nya.
Dalam kesempatan tersebut kepada Baleg Kab. Kepulauan
Anambas saya menekankan agar CSR diarahfokuskan pada pengembangan sektor unggulan
lain yakni Pariwisata dan Perikanan secara intensif. Jangan terninabobokan pada
potensi Migas yang pada waktunya akan habis. Banyak daerah terkena ‘kutukan SDA’ khususunya beberapa kasus di
Pulau Kalimantan. Akibat lamban dalam
mengangkat potensi alternatif ekonomi non Batubara, sehingga ketika harga Batubara jatuh
ke titik terbawah, berdampak pada terpuruknya perekonomian daerah secara
keseluruhan.
Kunci pembangunan berkelanjutan adalah pada pengelolaan SDA
secara optimal tanpa merusak tatanan lingkungan dan sosial sambil menggenjot
peningkatan kualitas SDM disertai menemukenali, menggali potensi-potensi perekonomian lainnya. Dengan demikian ketika SDA
habis, masyarakat sudah siap melanjutkan kehidupannya pada sektor lain yang
telah direncanakan.***
Tabik !!!