Jangan serius, ini sekedar lamunan…
Jadi begini…. Apakah mungkin jika dalam satu kecamatan
ditugaskan seseorang sebagai pencari bakat dalam segala aspek kecakapan, yang
kemudian dijadikan sebagai basis data peta potensi SDM kecamatan. Data Kecakapan
yang memungkinkan dihimpun misalanya dalam bidang oleh raga: Sepak bola/
futsal, atletik, beladiri, voli, bulutangkis, tenis meja, catur, panahan,
angkat berat, dan sebagainya disesuaikan dengan kondisi geografi dan lokalitas.
Bidang seni budaya: tari, nyanyi, Qori, melukis, seni rupa, memahat, menyulam, menganyam,
dan sebagainya disesuaikan dengan keragaman dan lokalitas. Begitu juga
bakat-bakat lain dapat dihimpun untuk dijadikan sebagai basis data SDM potensial
yang tidak hanya untuk kemajuan kecamatan, kabupaten, bahkan lebih jauh untuk
kemajuan serta keharuman bangsa ini.
Bakat siapa yang dicari? Bakat pada usia anak-anak yang
masih dapat dibina, dibentuk, ditingkatkan dan disalurkan lagi potensinya ke
tingkat kontestasi yang lebih tinggi. Siapa targetnya? tentunya anak-anak yang dibatasi
kisaran usia SD hingga SMP. Dapat darimana datanya? secara formal bisa diakses
dari lembaga pendidikan SD dan SMP dalam lingkup kecamatan, secara informal
didapatkan melalui blusukan ke kampung-kampung melihat pertandingan sepakbola,
voli, pertunjukan seni di sanggar-sanggar atau melalui observasi serta wawancara
mendalam ke RT/RW hingga tokoh setempat. Namun memang yang jadi persoalan
adalah data potensi yang terhimpun lalu mau diapakan???
Bayangkan jumlah penduduk Indonesia kini > 261,1 juta jiwa.
Dengan jumlah yang berlimpah tentunya tidak ada alasan jika olahraga kita minim
prestasi dan seni budaya tidak berkembang bahkan terancam punah. Hal ini
terjadi dikarenakan dari jumlah penduduk yang banyak tidak dibarengi dengan
basis data potensi manusia sejak dini, walaupun sudah ada data terbatas tidak dibarengi
dengan pembinaan strategis pada level yang lebih tinggi.
Sebetulnya jika kita amati, sebagaian besar prestasi anak
bangsa yang muncul ke level internasional adalah hasil dukung keluarga yang
mapan, maupun hasil pembinaan, sponsor dan kepedulian pihak swasta. Hasil
pembinaan pemerintah yang sifatnya berjenjang dapat dihitung jari. Kenapa
demikian dikarenakan sedari awal sekolah-sekolah di negeri ini hanya mendidik
manusia-manusia generalis, potensi yang ada dibunuh pelan-pelan. Misalnya ada
anak yang memang tidak jago mata pelajaran matematika atau IPA lalu dibully
secara lembaga padahal dia punya potensi besar dalam olah raga atletik. Sekolah
secara lembaga ‘memaksa’ dia agar bisa Matematika/ IPA dan tidak difokuskan
pada potensi sesungguhnya yang dimiliki. Padahal potensi olahraga tersebut jika
diarahkan, dibina, dan dipromosikan kelak bisa menjadi prestasi bangsa dan
mengangkat derajat hidupnya.
Mungkin kita bisa memulainya dengan membuat permodelan pada
level Kabupaten/ Kota. Namun yang dibutuhkan adalah Walikota/ Bupati yang visioner.
Jika ada kehendak, mudah saja tinggal mengadakan kontestasi/ lomba dengan frekuansi yang lebih
banyak sesuai dengan bidang potensi. Sudah pasti jika kontestasi/ lomba sering
dilakukan baik oleh pemerintah, swasta, maupun individu yang memiliki perhatian maka
otomatis bakat-bakat akan bermunculan, dan komunitas mulai dari level kampung,
sekolah, kelompok-kelompok profesi/minat akan melakukan pembibitan secara serius dan berkesinambungan.
Secara bersamaan para pencari bakat mulai menghimpun basis data potensi anak
bangsa pada level kabupaten.
Di era globalisasi dan keterbukaan informasi, sebetulnya
bakat yang terhimpun dan prestasi yang diraih pada level kabupaten, dapat
langsung diorbitkan pada kancah internasional. Karena perlombaan tingkat
internasional tidak melulu harus melalui level provinsi maupun nasional, soalnya
belum tentu kontestasi secara berjenjang dilakukan. Era kini membuka peluang
untuk short cut seseorang untuk langsung muncul ke level puncak dengan adanya
akses informasi.
Ah ini mungkin hanya lamunan pagi saja yang lompat-lompat dikepala…
saya hanya menyayangkan jumlah penduduk yang > 261,1 juta jiwa hanya
terserak begitu saja, dan mungkin kita bagian diantaranya.
Ayo kerjo, kerjo, kerjo…***