Diberdayakan oleh Blogger.

Terimakasih Abah Hamid


posted by rahmatullah on

No comments

 


Hari yang ke empat puluh dan saya masih merasakan jika ka Amid tetap ‘ada’, dekat dan hangat. Saya sadar betul jika beliau sudah wafat, namun kehadirannya semakin menguat dirasakan melalui jejak-jejak kebaikan, melalui ungkapan keindahan budi yang tak pernah putus dari keluarga, sahabat, kerabat, bahkan teman-temannya entah dari luar pulau jawa hingga manca negara.

Sejak beliau meninggalkan, baru satu kali tangis saya pecah ketika peti jenazah diturunkan ke liang lahat dan tetiba hujan rintik turun mengiringi prosesi pemkaman. Saya hakkul yakin jika alam pun melalui kuasa Gusti Allah memberi isyarat akan kehilangan hamba yang sangat baik, dan menyambutnya dengan damai.

Ka Amid bagi saya bukan hanya kaka, namun sudah menjadi ayah. Selisih usia kami hanya terpaut 2 tahun dan teramat dekat. Saking dekatnya saat kami kecil disunat berdua, masa kanak-kanak dengan segala keterbatasan materi dilewati bersama, yang sepanjang hidupnya beliau selalu saya jadikan model, suri tauladan dan hampir jejak langkahnya saya copy seutuhnya.

Kenapa saya tiru karena memang langkah, kata, dan laku beliau adalah contoh yang sangat baik dan ‘mewajibkannya untuk saya tiru. Sedari SD ka Amid menjadi kutu buku walaupun buku bacaan kami terbatas, beliau mengkhatamkan segala buku di perpustakaan sekolah, hingga  virus baik itu menebar ke saya dan mungkin kunci awal jendela dunia terbuka baginya karena hobi membaca. Saat SMP beliau aktif pramuka, menjadi ketua regu, mengikuti lomba LT IV (Pramuka SMP se-Jabar), dan saya ikuti hal yang sama hingga regu saya juara ke-2 tingkat Prov Jabar. Saat SMA dia menjadi ketua Rohis, masuk kelas IPS, juara kelas dan saat saya SMA saya copy sepenuhnya menjadi hal yang sama. Begitupun saat beliau kuliah S1 menjadi ketua Musholla FISIP UI, Ketua Senat dan saya copy juga menjadi ketua Musholla FISIP dan juga menjadi ketua BEM FISIP Unpad.

Hal lainnya-pun selalu menjadi panutan dalam dunia profesional, beliau menerbitkan banyak buku, turut memotivasi hingga saya melahirkan 3 judul buku, beliau menulis artikel di koran, jurnal,  sayapun menempa diri untuk rutin menulis artikel, jurnal hingga menjuarai penulisan Esai Otonomi Daerah tingkat nasional. Beliau menjadi trainer, motivator, hingga ahli bidang politik lokal, memotivasi saya mengambil spesifikasi Corporate Social Responsibility (CSR) hingga saya sempat bekerja sebagai expert CSR di pulau Kalimantan, menjadi konsultan CSR, Evaluator CSR, bahkan hingga mendorong saya menulis lebih dari 100 artikel tentang CSR di blogsite saya www.rahmatullah.net akibat beliau yang ‘meracuni’ memberi contoh agar mempublikasikan tulisan-tulisan sebagaimana di blogsite-nya www.abdulhamid.id.

Berorganisasi adalah jiwa ka Amid, saat diamanahkan menjadi pemimpin, ia bertangan dingin, merangkul, solidaritasnya tinggi, bisa merubah lawan menjdi sahabat, kerap mendahulukan kepentingan orang lain, tidak suka berbasa basi, dan pribadinya sangat hangat terhadap siapapun.  Namun hal yang paling pantang beliau lakukan adalah mengambil hak orang apalagi menzalimi orang lain.

Banyak pihak yang tidak suka sepak terjang beliau, risih, bahkan merasa terancam karena beliau pantang bernegosiasi dengan kezaliman. Terkadang beliau bercerita jika sering kali dikhianati, difitnah, dan dimanfaatkan, namun hal tersebut hadapi dengan senyuman tanpa sedikit-pun menjadi beban.

Ah, memang tak mungkin saya tuliskan satu persatu perjalanan hidup kami mulai dari melalui masa kecil yang penuh keprihatinan hingga mungkin hari ini bisa mensyukuri hasil Ikhtiar. Yang pasti beliau adalah tipikal pekerja keras, cerdas, Optimis, dalam segala aspek selangkah lebih maju, memiliki perhitungan yang matang, pengambil keputusan yang ulung, dan ketenangannya begitu dalam.

Terlalu intim kedekatan kami, namun hal yang membuat saya sendiri heran, kenapa saya tidak bersedih sepeninggalnya, tidak menangisi atau harus kehilangan motivasi. Batin saya menjawab kenapa harus larut dalam kesedihan dan kehilangan, karena beliau sudah  “syahid” dan tenang dialam sana. Dalam usianya yang ‘pendek’ 39 Tahun, namun saya yakin kebaikannya kelak melebihi umurnya.

Penelitian dan segala bentuk tulisan akan menjadi referensi amal ilmu beliau, kebaikan sosial terhadap keluarga kecil, keluarga besar, rekan, sahabat dan siapapun kelak menjadi amal jariah beliau. Dan hal itulah yang melecut kita untuk termotivasi agar melanjutkan jejak Ka Amid, bukan terus bersedih karena ditinggalkannya.

Ka Amid... sejujurnya kami masih belum percaya jikalau meninggalkan begitu cepat.  Terakhir kita berjumpa 1 Januari 2021, masih ‘ngobrol’ dengan ibu, menyapa, bercanda dengan keponakan, makan bersama, bahkan kau masih sempat mempersiapkan urusan adminsitrasi kematian sepupu di Jakarta akibat Covid agar bisa dibawa ke Pandeglang. Namun semua sudah menjadi ketetapan Allah, rupanya itu terakhir perjumpaan kita di dunia, dan kau pamit dengan segala persiapan yang begitu matang dan tuntas.

Ka Amid, kakak yang baik, terimakasih atas segala yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semangatmu tetap terasa berkobar dan selalu hangat dihati kami, kami mencintaimu namun Allah jauh lebih menyayangimu. Semoga kami bisa menyusulmu kelak, dengan meninggalkan tak terhitung kebaikan sebagaimana Ka Amid.

Sekali lagi terimkasih sudah menjadi saksi dan pendamping pernikahan kami Tahun 2011 silam menggantikan Almarhum Bapak. Ka Amid,terimakasih atas segalanya.*** 

 

 

 

Leave a Reply

Sketsa