Diberdayakan oleh Blogger.

Aiman dan Uang


posted by rahmatullah on

1 comment

 


Soal uang, Aiman sangat sensitif, jangan pernah ada urusan hal itu dengannya, soalnya akan panjang x lebar, namun bukan berarti mata duitan … Tentang uang dia bertolak belakang dengan bapaknya, jika bapaknya lamban ngitung, cuek dengan berapa kembalian, bahkan kerapkali merelakan… Aiman wajib kudu sesuai berapa total belanja dan kembaliannya, struk selalu ia pegang sebagai pembanding.

Jika meminjam uangnya dia akan menagih lebih intens macam debt collector, tak peduli yang pinjam neneknya, ibunya, bapaknya pasti dia tagih terus, baru berhenti jika uang sudah kembali. Karena konsepnya, uangnya adalah miliknya, dia akan menjaganya betul. Sayapun tidak pernah berani menganggu uang THRnya dengan alasan apapun.

Setelah mendalami dan mengikuti pola Aiman, pada akhirnya saya paham. Dia menjaga uangnya karena punya tujuan yang wajib dia wujudkan. Setahun kebelakang, Aiman menabung untuk membeli HP baru dengan tipe yang sudah ia tetapkan, maka mencukupilah untuk membeli HP xiomai tanpa perlu orang tua tambahi. Dengan negosiasi yang alot dengan alasan fungsi akhirnya ia mau menebus HP second ibunya Rp.500.000, tujuannya agar ia tetap memiliki tabungan. Pelit banget ya orangtuanya…hehe

Namun, terdapat Hal yang membuat saya terkesan, jika diakhir pekan jalan-jalan ke tempat perbelanjaan atau berwisata, dia pasti membayar dengan uangnya dan sama sekali gak mau dibayarin. Ketika ditanya dapat uang darimana, rupanya ia rajin menyisihkan sebagian uang didompet, artinya anak ini sudah punya pos untuk nabung membeli Hp, dan pos untuk jajan sepekan sekali. Pernah sekali saya tanya, kenapa gak mau dibayarin, dia bilang “Kalau Abi yang bayarin, Aiman gak bebas jajannya. Tapi kalau pake uang Aiman, bebas mau beli apa” walaupun saya tau dia akan berhemat tak melebihi limit Rp. 20 ribu.

 Tentang Fungsi

Hal yang sampai detik ini saya dan istri tularkan dan mulai dilakukan Aiman adalah terkait fungsional. Beli barang yang dibutuhkan, beli barang murah tapi bagus, cari barang diskon, tak penting barang bermerek, jikapun bermerek lagi miring harganya, dan jangan nawar ke pedagang kecil. Alhamdulillah dengan pola begini konsumsi terkontrol, bisa menabung, tidak beli barang kredit dan yang terpenting gak punya beban, karena diantaranya hal yang menentramkan adalah anak-anak tidak pernah menuntut barang bermerek.

Pola konsumsi fungsional amat sangat penting ditengah pendapatan orang tua yang terbatas. Dan wajib ditularkan ke anak dikarenakan anak akan turut memahami situasi yang ada. Aiman dan adiknya aisyah jika diajak belanja, saat memilih barang mereka akan bertanya ini berapa harganya, diskon nggak. Jika saya bilang terlalu mahal, tanpa rengekan mereka akan mencari yang harganya lebih murah dan memastikan saya tidak keberatan membelikannya.


Soal barang bermerek, tidak pernah saya kenalkan pada mereka. Kerana sangat berbahaya jika anak sudah menuntut wajib kudu merek tertentu apalagi tidak peduli berapa harganya. Termasuk yang saya ajarkan adalah barang warisan, jika memang masih bermanfaat dan tidak digunakan kaka, maka bisa digunakan adik, tidak perlu malu atau gengsi jika yang kita kenakan adalah barang turunan. Tuntunan menjadi penting, karena Aiman menyaksikan jika sepatu, jam tangan, bahkan baju yang saya kenakan adalah warisan dari kakak-kakak saya. Dan kini jam tangan yang Aiman kenakan adalah jam tangan saya. Dan itu yang disebut fungsional menurut kami hehe.

Menurut saya, Aiman seperti sudah paham soal Literasi Keuangan, barang apakah itu? Menurut Otoritas Jasa Keuangan bahwa literasi keuangan adalah rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan keyakinan (confidence) konsumen dan masyarakat luas sehingga mereka mampu mengelola keuangan pribadi lebih baik.

Intinya Aiman bukan mata duitan, tapi memahami literasi keuangan hehe. Demikian

1 comment

Leave a Reply

Sketsa