Indonesia tengah melangkah mantap menuju visi besar: Indonesia Emas 2045. Sebuah cita-cita agung untuk menjadikan negeri ini sebagai bangsa yang unggul, bermartabat, dan berdaya saing di pentas dunia. Namun, di balik semangat optimisme itu, ada realita kelam yang mengancam masa depan bangsa—darurat bullying yang terus merenggut jiwa dan harapan anak-anak kita.
Statistik resmi menunjukkan betapa seriusnya persoalan ini. Sepanjang 2025, Kementerian Kesehatan mencatat 2.621 kasus bullying di seluruh Indonesia, dengan 620 kasus tergolong berat yang memaksa korban harus mendapat perawatan khusus. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa sejak 2023 hingga 2025, puluhan anak bahkan memilih mengakhiri hidup mereka akibat perundungan yang mendera secara fisik dan psikologis. Penyebaran kasus-bulan ini tidak lagi terpaku pada ruang lingkup sekolah semata, tapi telah merambah ke berbagai institusi pendidikan, menjadi penyakit sosial yang menjalar tanpa batas.
Kisah tragis Ajeng, seorang pelajar yang memilih jalan mengerikan karena ketidakberdayaannya menghadapi intimidasi dan hinaan, menjadi cermin pahit dari situasi ini. Surat perpisahannya kepada orang tua dan guru mengungkapkan luapan luka batin, ejekan “mati saja” yang menjadi kalimat terakhir yang menghantui pikirannya. Ajeng bukan kasus terisolasi, melainkan wakil dari ribuan suara yang tenggelam dalam kesunyian penderitaan. Kita patut bertanya: seberapa jauh kita sudah gagal melindungi generasi muda kita?
Bullying bukan semata masalah pelajar yang ‘nakal’. Ini jauh lebih dalam—pelaku bullying sering adalah korban dari trauma keluarga, tekanan sosial, atau pengalaman kekerasan. Mereka melampiaskan luka yang mereka tanggung kepada sesama, sehingga menciptakan lingkaran setan kekerasan yang menyeret anak-anak ke dalam jurang keputusasaan. Korban yang terus-menerus direndahkan kehilangan kepercayaan diri, motivasi hidup, dan harapan. Sebuah tragedi kemanusiaan yang membutuhkan penanganan lebih dari sekadar hukuman. Ini adalah tanda kerusakan sosial yang harus diperbaiki bersama.
Menghadapi keadaan ini, peran pemerintah sangat krusial. Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyatakan bahwa bullying adalah penghambat nyata bagi target Indonesia Emas 2045. Ia menegaskan bahwa SDM kita yang rusak akibat bullying harus segera diperbaiki agar cita-cita bangsa tidak terkubur oleh kekerasan dan perundungan. Dalam waktu dekat, pemerintah berencana menerbitkan regulasi tegas untuk menghapus bullying di sekolah dan lembaga pendidikan sebagai bagian dari upaya penguatan sumber daya manusia unggul.
Sekolah sebagai tempat belajar juga harus bertransformasi menjadi ruang yang aman dan penuh kasih. Mekanisme pengaduan yang mudah dan rahasia harus hadir sebagai pelindung korban. Layanan konseling harus diperkuat agar anak-anak yang mengalami bullying mendapat dukungan psikologis yang memadai. Preventif dan edukatif, bukan hanya reaktif dan represif. Tanpa peran aktif sekolah, korban dan pelaku akan terus terjebak dalam kesunyian dan kekerasan yang berulang.
Orang tua, sebagai benteng pertama, tak kalah penting. Kasih sayang, perhatian, dan pendidikan karakter tidak boleh dikompromikan. Anak yang merasa dicintai dan didengar akan memiliki kekuatan untuk melawan intimidasi dan tekanan sosial dengan percaya diri. Dan masyarakat luas, termasuk media, harus mendorong budaya saling menghargai sebagai obat kuat memutus rantai bullying.
Indonesia (C)Emas yang kita impikan tidak bisa diraih dengan generasi yang terluka dan terancam oleh bullying. Jika tidak mendapatkan perhatian dan solusi nyata sekarang, kita menyia-nyiakan generasi penerus yang sudah dipersiapkan untuk memimpin dunia. Darurat bullying adalah panggilan keras bagi kita semua—pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat untuk bergerak bersama. Menjaga anak-anak adalah menjaga masa depan bangsa, dan masa depan bangsa merupakan cerminan dari bagaimana kita memperlakukan anak-anak hari ini.
Mari kita refleksikan kisah Ajeng dan ratusan korban lainnya, bukan sekadar untuk berduka tapi untuk bangkit. Bangkit dengan tindakan nyata. Bangkit dengan cinta dan kesadaran bahwa Indonesia (C)Emas harus dimulai dari melindungi bukti terbesar masa depan kita: anak-anak bangsa.
Referensi:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Statistik Bullying Tahun 2025, April 2025.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Data Laporan Kasus Bullying dan Bunuh Diri Anak 2023-2025.
Terkininews.com. “Bullying Tewaskan 25 Anak di 2025, KPAI: Sekolah Tak Aman”. 31 Oktober 2025.
CNA.id. “Bullying Marak, 25 Anak Indonesia Bunuh Diri Sepanjang 2025”. 30 Oktober 2025.
Beritanasional.com. “Tindak Perundungan Hambat Indonesia Emas 2045”. 14 November 2025.
Antaranews.com. “Menteri HAM Nilai ‘Bullying’ Hambat Target Indonesia Emas 2045”. 13 November 2025.
Detik.com. “Rentetan Kasus Bullying di Dunia Pendidikan Indonesia 2025”. 18 Oktober 2025.

