Diberdayakan oleh Blogger.

Archive for 01/11/11 - 01/12/11

Foto Refleksi


posted by rahmatullah on

No comments

Pada awalnya sedang belajar foto pantulan, kebetulan objek yang diambil adalah sebuah rumah (tanggal 22/11/ 2011) yang di depannya terdapat sawah yang baru diairi, namun belum ditanami. Tiga hari kemudian (25/11/2011) kemudian rupanya sawah yang menjadi refleksi (pantulan) di depan rumah tersebut sudah ditanami bibit padi, refleksinya hilang tergantikan padi indah nan menghijau.***

 Menggunakan Kamera Sony Alpha 230, lensa Thamron Telemakro AF 30-200 mm.

Tukang Somai dan Pakaian Kebesarannya


posted by rahmatullah on

No comments

Entah kali keberapa, jika kebetulan shalat Magrib di Mushala belakang rumah, terparkir sepeda dengan panci siomai diatasnya. Kebetulan ketika tadi langkah kaki sampai ke teras magrib, Bapak tua tukang siomai juga tiba, sempat saya perhatikan, Bapak tersebut mengeleurkan sebungkus plastik hitam dari kotak disamping pancinya, saya tidak tahu entah apa yang beliau keluarkan. Karena sudah komat, saya beranjak  mengikuti shalat jamaah.

Setelah salam, di shaf paling ujung Bapak tukang siomai nampak menjadi masbuk, dengan pakaian yang telah berganti, mengenakan peci rajut, baju koko, dan sarung, nampak khusyu menghadap-Nya. Tanpa sadar saya mematut-matut diri, melihat pakaian yang saya kenakan saat shalat, rupanya baju yang saya pakai untuk shalat masih sama dengan baju yang saya pakai sepulang bekerja, jauh dibanding pakaian yang dikenakan tukang siomai. Rupanya beliau jauh memuliakan Rabbnya, dengan mengganti pakaian jualan siomai yang mungkin terkotori percikan air hujan dan kotoran jalanan.

Setelah shalat, sengaja saya hampiri “ Masi ada siomainya Pak?”, sambil membuka peci dan mengganti pakian shalat dengan kostum jualan siomainya beliau menjawab “ Masih banyak pak, apalagi sejak tadi jam 4 saya keluar turun hujan”, beliau menjawab sambil menyunggingkan senyum. Akhirnya saya minta dibungkus satu plastik siomai, dan memang ketika panci dibuka, terlihat siomai yang masih menggunung.

Sambil berjalan pulang dari mushala, saya sedikit berpikir…  Mungkin dihadapan Allah tukang siomai ini dianugerahkan kemuliaan luar biasa dibanding siapapun, shalat tepat pada waktunya, mengenakan pakaian terbaiknya saat shalat, tetap menyunggingkan senyum tanda syukur walaupun siomai jualannya masih menggunung. Beliau Nampak tidak khawatir dengan rizq yang Allah tetapkan.  Berbeda dengan saya yang masih menunda shalat, mengenakan pakaian sekenanya, tidak mengusahakan mengenakan pakaian terbaik, padahal bertumpuk di lemari. Walaupun sudah ada rizq bulanan masih berkeluh kesah, jauh dari rasa dan sikap syukur.

Nampak dari kejauhan Bapak penjual siomai mengembangkan payungnya, melinting celana dibawah lutut, mungkin supaya tidak terkana tempias hujan, dan mulai menggoes sepeda siomainya sambil membunyikan kincringan… 

Terimakasih Pak atas beberapa menit yang sarat makna… ***

Foto Kucing Pemburu


posted by rahmatullah on

No comments

Sedikit merekam tingkah polah kucing...kucing ini tinggal di kost-kosan mahasiswa daerah Kober, Depok, rupanya punya bakat menjadi foto model kucing:).

Foto menggunakan kamera Sony Alpha 230, lensa Thamron telemakro AF 70-300mm.










Bibit Baik Berbuah Baik


posted by rahmatullah on

3 comments

Begitu indah jika menganalogikan proses kehidupan ideal sebagaimana proses tumbuhnya tanaman. Saya teringat ketika dulu masih bekerja di perusahaan Palm Oil, pada satu waktu perusahaan mendatangkan kecambah kelapa sawit beberapa kargo , saking istimewanya kecambah tersebut di datangkan dari Negara Papua Nugini (PNG), melalui kargo udara menuju pedalaman Kalimantan selatan. Saya bertanya kepada pengawas tanaman “Pak, kok kecambah sawit saja harus ekspor dari Papua Nugini?”. Jawab si Pengawas “Ini kecambah terbaik di dunia pak, semua perusahaan sawit pasti pesannya ke PNG”. Saya bertanya kembali “ Apa keunggulannya?” Pengawas tersebut menjelaskan “ Sudah ada proses rekayasa, sudah tidak perlu lagi perkawinan silang antara bibit jantan dan betina, dalam satu tanaman menghasilkan buah sekian ton/ tahun, tahan penyakit…”, dan banyak lagi keunggulan yang dijelaskan. Terakhir saya tanya “ Jika diantara sekian ribu kecambah ada yang cacat/ kurang baik, diapakan?”, jawab si pengawas “Akan kami pisahkan, diberikan perlakuan khusus, seperti penyinaran, pemberian pupuk, dll. Supaya bisa akselerasi menjadi bibit yang normal”.
Beberpa  kali saya mengamati perilaku dan kinerja pegawai Negara khusunya di daerah, saya tidak habis pikir menyaksikan kapasitas dan integritas mereka, dalam satu dinas hanya pegwai yang itu-itu saja yang sibuk bekerja yang memahami segala bentuk pekerjaan, selalu diminta tolong oleh atasannya hampir untuk semua jenis pekerjaan, sementara disekelilingnya banyak pegawai yang sama sekali tidak menjalankan perannya, padahal sudah memiliki jabatan, mungkin karena tidak memiliki kapasitas, mungkin juga karena malas, sehingga rutinitasnya di kantor, datang kesiangan, menyeduh kopi/ merokok, baca Koran, dan siang hari sudah menghilang. Diluar itu banyak permasalahan integritas lainnya, mulai dari sikap koruptif, manipulatif, kerja yang tidak tuntas, berselingkuh, dan lain-lain.
Menjawab fenomena diatas bisa kita  analogikan sebagaimana bibit tanaman. Proses seleksi PNS di daerah konon kabarnya hanya 20% yang murni, dan sebagian besar hasil titipan, hasil pungutan, anak pejabat, dll yang tentunya ibarat tanaman merupakan bibit yang kurang baik, bahkan sudah rusak dari awal. Proses seleksi yang tidak baik pada akhirnya melahirkan bibit-bibit pegawai yang memiliki banyak kekurangan, performanya dibawah standar, kriteria yang tidak sesuai dipaksakan untuk bisa masuk, dll. Maka jangan heran jika pada akhirnya ketika sudah menjadi pegawai tidak bisa bekerja apa-apa, tidak menguasai pekerjaan, berpenrangai buruk, ketika ditegur selalu membawa nama keluarga sebagai pejabat, berperilaku koruptif, karena masuk dengan menyuap sekian puluh atau ratusan juta. Tanaman yang rusak-pun perlu perlakukan khusus agar tumbuh normal, pegawai yang performanya dibawah akan menjadi masalah besar jika memang tidak bertaubat, menyesali perbuatannya menzalimi mereka yang berhak pada kedudukan tersebut. Jika memang proses awal yang keliru sudah terjadi, ibarat tanaman perlu adanya perlakukan khusus, diadakan pembinaan maksimal khususnya dalam mental agar, bibit-bibit integritas buruk bisa diatasi segera. Apa jadinya nasib sebuah bangsa jika proses rekrutmen atau penjaringan bibit pgawainya tidak benar, maka akan menjadi efek domino daerah gagal, pegawainya korup, makan gaji buta, yang berakumulasi menjadikan sebuah Negara gagal. Seharusnya model tes pegawai Negara sama dengan model seleksi masuk perguruan tinggi negeri, siapa yang memiliki kualitas terbaik, maka dia yang berhak masuk, tidak ada siapapun yang bsia mengintervensi.
Apa jadinya model recrutmen PNS terjadi pada olah raga. Akan hancur prestasi olah raga suatu Negara jika atlit-atlit yang ada merupakan hasil titipan, hasil kolusi, hasil seleksi yang direkayasa. Terbukti, kemenangan seorang atlit karena doping, rekayasa umur, dll. Hanya akan menjadi kemenangan yang sesaat. Atlit yang baik berasal dari bibit yang baik, dan tentunya dioptimalkan oleh pembinaan yang baik. Bibit atlit yang baik tidak akan menjadi atlit yang berprestasi jika tidak ada perlakukan khusus: latihan intensif, pemberian suplemen, makanan bergizi, uji coba, dan stimulan bonus sebagai bentuk penghargaan.
Negara ini akan rusak ketika proses-proses instan terus dilakukan, wakil rakyat di parlemen sebagian besar terpilih karena proses pencitraan dan modal yang besar, bukan karena kapasitas dan integritas, maka jangan heran jika perilakunya jauh dari empati, bergaya perlente dan mewah-mewahan, produk hokum yang dilahirkan jauh dari berkualitas. Ulama-ulama yang saat ini muncul di layar kaca, besar karena gossip dan pencitraan, tentunya kharisma yang terbetuk bukan karena proses alami, perilakunya jauh dari tauladan, maka dalam waktu singkat  akan jatuh dan ternista karena sikapnya, yang tentunya mencederai nilai-nilai agama itu sendiri.
Jika kita terus menerus berbohong, pura-pura tidak tahu, masa bodoh dan membiarkan semua proses penuh manipulatif, maka tanpa sadar kita sedang membuat Negara ini gagal. Sudah saatnya menghentikan masa lupa diri, egosime tiap-tiap warga Negara, tanpa sadar sudah melumpuhkan sendi Negara itu sendiri.***

Buku Panduan Praktis Pengelolaan CSR (P3CSR) Menurut Akademisi dan Praktisi


posted by rahmatullah on

9 comments


Buku ini hadir untuk menjawab kebutuhan para praktisi CSR yang mengalami kesulitan dalam mengakses buku-buku CSR, khususnya terkait praktik pelaksanaannya, tanpa berpanjang-panjang membahas konsep dan teori.
Buku ini dibuat seringkas mungkin, kurang dari 100 halaman, karena menyajikan hal-hal praktis, didasarkan pada pengalaman penulis. Namun demikian walaupun ringkas, buku ini berupaya komperhensif, membahas mengenai CSR mulai dari peraturan hukum terkait CSR, tahapan dalam melaksanakan CSR, administrasi CSR, hingga contoh pengelolaan CSR oleh perusahaan atau NGO’s.
Beberapa pandangan para praktisi dan akademisi setelah membaca buku P3CSR:
Buku ini akan bermanfaat untuk membangun kegiatan CSR yang semakin berkualitas. Ruang lingkup dan metode mendekatkan diri kepada masyarakat, telah diuraikan sistematik dalam buku ini (Prof. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc, Guru Besar Perencanaan dan Pembangunan Sosiai, Universitas Indonesia)
Buku ini ditulis oleh pekerja sosial yang berpengalaman mengelola CSR. Jelas membantu para praktisi maupun mereka yang terlibat dalam pengelolaan CSR di Indonesia.(Alm.Cynthia Pattiasina, MSW, MPIA, Director Building Professional Social Work (BPSW) Indonesia)
Bagus untuk dibaca para manager CSR/PKBL. Sangat berguna untuk memahami seluk beluk program CSR/ PKBL  (Widodo Edi Sekianto, Manager CSR& PKBL PT. ASDP Indonesia)
Sesuai dengan judulnya “Pedoman Praktis Pengelolaan CSR,” buku ini telah berhasil memberikan gambaran ringkas tentang kondisi aktual penanganan program tanggungjawab sosial perusahaan yang dari dulu dicari oleh kalangan praktisi CSR. (Edi Suhardi, Head of Sustainability, PT Agro Harapan Lestari)
Buku yang bagus, terlebih masih jarang buku yang membahas CSR secara terperinci. Jikapun ada, merupakan textbook, yang belum tentu cocok dengan kondisi di Indonesia. (JS. Wibodo, Departement Head of Teritorial CSR, PT.Triputra Agro Persada)
Buku ini mampu memberikan pengetahuan lebih detail mengenai tujuan CSR perusahaan. Selain lugas penulisannya, buku ini pun menyertakan langkah-langkah pengelolahan CRS secara lengkap. (Sandy Gunarso, Reporter DAAI TV Jakarta).
Sangat membantu para pengelola perusahaan untuk mengimplementasikan CSR dengan benar. Melalui panduan buku ini, akan meminimalisir mispersepsi tentang CSR. (Hisyam Sulaiman, Bakrie Untuk Negeri).
Ulasannya cukup lengkap, diurai dengan bahasa praktis, mudah dimengerti, menyajikan kondisi terkini sekitar CSR. (Didik Prasetyo, CSR Senior Manager HPAM Group)

Pemimpin Utama Juga Anggota Utama


posted by rahmatullah on

No comments

Saya masih terngiang isi khutbah jumat Prof. Ibnu Hamad di Masjid UI dua bulan lalu, beliau membahas tentang “Pemimpin Utama dan Anggota Utama”, sebagai deskripsi kepemimpinan profetik Rasulullah SAW.
Salah satu yang menyebabkan kepemimpinan Nabi Muhammad terus dikenang, diriwayatkan, bahkan menjadi pembahasan dalam ribuan buku kepemimpinan dan puncaknya menduduki ranking 1 dalam 100 tokoh dunia dalam Buku Michael H Hart The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History, dikarenakan Nabi Muhammad mengimplementasikan konsep Pemimpin Utama  sekaligus Anggota Utama.
Setiap apa yang Nabi Muhammad kemukakan, perintahkan, dan anjurkan juga merupakan perintah dan anjuran untuk dirinya. Setiap kata setiap kata senantiasa seiring dengan laku, sehingga apa yang nabi Muhammad perintahkan dan anjurkan senantiasa diikuti dengan tulus oleh pengikutnya Karena nabi Muhammad pun terikat oleh aturan yang sama. Ketika Nabi Muhammad memerintahkan untuk shalat, beliau juga melakukan dan bahkan lebih baik kualitas shalatnya dari ummatnya, bahkan dalam satu riwayat beliau shalat hingga kakinya bengkak, walaupun beliau sudah mendapatkan jaminan Al-Masum dari TuhanNya.
Ketika Nabi Muhammad memerintahkan berperang, maka beliau ikut serta menjadi anggota pasukan perang, dan berjuang habis-habisan di barisan terdepan. Dalam satu kesempatan Nabi Muhammad mengalami luka yang cukup serius dan giginya patah.
Ketika nabi Muhammad memerintahkan agar hidup tidak bermewah-mewahan, Nabi Muhamad tidur beralas daun kurma, makan sebagaimana makan ummat pada umumnya, betul-betul menerapkan gaya kepemimpinan empati, makan satu tampan dengan sahabatnya yang lain. Pemimpin terbesar yang kebesarannya tidak diukur mahkota dan singgasana, karena beliau tidak memilikinya.
Dalam kesemua aspek kepemimpinannya setiap apa yang Rasulullah kemukakan, maka Ia-lah orang pertama yang juga melakukan. Model inilah konsep kepemimpinan ideal, bahkan sampai saat ini tidak ada yang mampu menandingi pola kepemimpinan humanis Rasulullah. Kepemimpinan yang lahir bukan sematra-mata karena “Berpangkat Nabi”, namun merupakan kepemimpinan sesungguhnya yang mendapatkan tempat di hati siapapun, tidak hanya mereka yang berbeda agama dan juga suku bangsa mengakui keunggulan kepemimpinan humanis Nabi Muhammad.
Adakah kepemimpinan model Rasulullah saat ini yang mengikat dirinya sebagai pemimpin juga sebagai anggota? Yang ada saat ini adalah pemimpin yang tidak selaras antara kata dan laku, perintah yang hanya mengikat rakyatnya tapi tidak mengikat dirinya. Pemimpin kini tidak memiliki wibawa natural, kecuali polesan pencitraan semu yang penuh kedustaan.
Yang kini lahir adalah pemimpin antagonis, berteriak memberantas korupsi malah dirinya, anggota keluarganya atau organaisasi yang mengusungnya terlibat korupsi.  Pemimpin yang mengkampanyekan hidup sederhana, justru mereka yang pakaiannya paling perlente, kendaraannya berlusin jumlahnya. Pemimpin yang selalu bicara pro rakyat, malah pakaiannya produk luar begeri, belanjanya di super market nomor satu.  Pemimpin yang selalu menuntut kejujuran, justru adalah pemimpin yang paling tidak jujur termasuk dalam proses dirinya menjadi pemimpin adalah buah dari kecurangannya.
Masyarakat membutuhkan kepemimpinan model Rasulullah, yang menjadi pemimpin juga menjadi anggota. Pemimpin tanpa basa-basi yang tentunya full suritauladan. Jangan pernah mencela “wajar Nabi Muhammad berhasil karena beliau nabi”. Justru Nabi Muhamad menerapkan kepemimpinan “manusia” bukan kepemimpinan “langit” sebagaimana nabi-nabi sebelumnya. Hanya nabi Muhammad nabi yang miskin Mu’jizat dibanding nabi-nabi lainnya, karena beliau adalah manusia biasa yang mengupayakan dirinya menjadi manusia paripurna. Semoga segera lahir dan bertambah Pemimpin-pemimpin utama yang Juga menjadi Anggota-anggota Utama.***

Qurban Siapa?


posted by rahmatullah on

No comments

Idul Qurban 1432 H telah berlalu, sungguh mulia orang-orang yang telah berkurban, menyisihkan dan melapangkan rizkinya untuk berbagi, dan berempati bagi sesama. Dalam Riwayat Tirmidzi, orang yang berkurban mendapatkan kemuliaan dari Allah yang tiada terkira "Tiada amal anak Adam yang paling disukai Allah pada hari penyembelihan daripada mengalirkan darah qurban, sesungguhnya hewan yang diqurbankan itu akan datang (dengan kebaikan untuk yang melakukan kurban) di hari kiamat kelak dengan tanduk-tanduknya, bulu dan tulang-tulangnya, sesungguhnya (pahala) dari darah hewan kurban akan jatuh pada suatu tempat di sisi Allah sebelum jatuh ke bumi, maka lakukanlah ini sepenuh kerelaan hati." (H.R. Tirmidzi).
Ada beberapa pendapat mengenai hukum kurban bagi yang mampu, masing-masing mendasarkan pada dalil, namun ada satu dalil yang shahih dan definitif yang menjembatani berbagai perbedaan itu yaitu sabda Rasulullah SAW: "Aku diperintahkan untuk berkurban, sedangkan itu adalah sunnah bagi kalian. (H.R. Turmudzi). Atas dasar hadits ini, maka semua dalil yang bernada mewajibkan atau ancaman bagi yang tidak melakukan kurban, semuanya dimaknai sebagai penguatan, penekanan dan dorongan untuk melakukan ibadah kurban tersebut.
Qurban Lembaga
Dalam perintah melaksakana qurban, subyek pe-qurban adalah “orang” sebagaimana kedua hadist diatas, terdapat kata “Tiada amal anak Adam..”, “…sunah bagi kalian”. Selain itu dalam syarat syah qurban, salah satunya adalah “Milik pe-qurban”. Kemudian jika qurban dalam bentuk sapi atau unta, maka dalam perolehannya dapat patungan unuk tujuh orang, sedangkan untuk kambing dan sejenisnya untuk satu orang.  Tidak ada dalam riwayat manapun jika qurban adalah hasil iuran atau berasal dari dana lembaga.
Namun ada hal menarik, banyak lembaga-lembaga menyelenggarakan Qurban, baik itu sekolah maupun kampus, kantor pemerintah, juga swasta. Sering kita baca publikasi di media masa, jika lembaga A melakukan qurban sekian ekor sapi, sekian ekor kambing, begitu juga lembaga B melakukan qurban sekian ekor sapi dan sekian ekor kambing. Jika kita tanyakan terkait sumber dana qurban, pada beberapa lembaga dana memang berasal dari si pe-Qurban yang memang menitipkan hewab qurbannya di kantor, ada juga orang tua siswa yang menitipkan hewan qurbannya untuk disembelih disekolah.
Akan tetapi yang lebih banyak terjadi sumber dana qurban adalah iuran kolektif yang kemudian ketika disembelih diatasnamakan satu orang. Kondisi ini biasanya terjadi pada sekolah, dimana siswa diminta iuran untuk sumbangan qurban, ketika disembelih diatasnamakan salah satu siswa atau gurunya. Ada yang berpendapat bahwa konteks berkurban di sekolah adalah belajar berkurban bagi siswa, supaya siswa tahu bagaimana proses berkurban mulai dari menyembelih hingga pembagiannya, sehingga ketika dewasa kelak, bisa mengamalkan melakukan qurban. Daging yang dibagi disebut sebagai sedekah qurban, bentuk kepedulian siswa kepada lingkungan sekitarnya. Namun jika dikaitkan dengan konteks qurban, qurban dilakukan bagi mereka yang ‘mampu’, bukan karena ‘dipaksa”. Alangkah lebih baik jika sekolah mengadakan qurban bukan dari iuran siswa, melainkan menghimpun binatang qurban dari orang tua siswa yang mampu untuk kemudian dititipkan disembelih disekolah. Karena niat baik belajar qurban akan berkurang maknanya, jika jalannya tidak sesuai dengan syariah yaitu iuran. Karena bisa jadi kebiasaan disekolah terbawa dan menjadi  budaya ketika ia menjadi pimpinan di kantor, karena akan membuat kebijakan sebagaimana di sekolah.
Terdapat beberapa kantor pemerintah atau kantor swasta atas pemahaman mengenai qurban yang baik, melakukan qurban di kantor dengan menitipkan hewan qurban atas nama dirinya, bukan atas nama kantor. Namun yang jauh lebih banyak terjadi di kantor pemerintah atau swasta melakukan qurban sebagaimana anak sekolah? Dalam artian memaksakan berkurban atas dana iuran karywan atau menyisihkan anggaran kantor untuk kemudian berkurban, padahal dalam anggaran kantor tidak ada untuk qurban, jikapun ada anggaran tetap tidak sesuai syariat, karena bagaimanapun konsep berkurban adalah “korban’ yakni merelakan harta miliknya untuk diqurbankan dalam bentuk hewan.
Sangat keliru jika lembaga seperti kantor atau perusahaan berkurban atas dana yang yang bersumber dari iuran karywan. Jikapun ada anggarannya maka tetap tidak bisa disebut sebagai qurban. Hal yang fatal adalah ketika hewan qurban berasal dari sisa anggaran, atau memotong anggaran kegiatan lain. Bukankah hal tersebut salah satu bentuk korupsi, demi berkurban memangkas anggaran lain.
Bagaimanapun kebiasaan-kebiasaan berqurban atas nama lembaga atau kolektif harus diluruskan, karena bagaimanapun sebuah niat baik, tapi dilakukan dengan cara yang tidak baik atau tidak sesuai syarat, jatuhnya akan menjadi tidak baik. Apa susahnya seorang kepala kantor, kepala sekolah, guru, kepala perusahaan, manager berkurban atas nama dirinya, atas perolehan rizkinya tidak lebih dari Rp. 1.500.000 untuk seekor kambing, itupun hanya setahun sekali. Sangat jauh dibandingkan dengan nilai nominal gaji bulanan dan tunjangannya. Memang sulit jika tanpa dilandasi keikhlasan, kerelaan dan semangat empati. Harga seekor kambing lebih murah dibanding dengan harga sebuah Handphone (HP), jarang kita berpikir panjang untuk memenuhi selera gadget, selera pakaian dibanding kita berpikir panjang dan berberat hati untuk ber-qurban.***
Sumber hadits dikutip dari: http://www.portalbmh.com/component/content/article/67-kolom-ceo/93-syariat-kurban

Sketsa