Diberdayakan oleh Blogger.

Archive for 01/01/13 - 01/02/13

Transisi Nasib


posted by rahmatullah on

No comments


Kebetulan semester ini saya mengampu mata kuliah Teori Pembangunan dan Administrasi Pembangunan. Pembahasan tidak lepas mengenai ketergantungan, keterbelakangan, kondisi dan geliat negara-negara dunia ketiga.

Tahun 1998, semua negara dunia ke-3 mengalami krisis yang sama, transisi kepemimpinan, dan krisis ekonomi. Jika diibaratkan sebuah komputer, karena kerusakan parah perlu dilakukan pemrograman ulang, semua negara dunia ke-3 re-start dan memulai kehidupan baru di Tahun 1998. Semua negara pada tahun yang sama memulai kehidupan dari nol lagi, Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, Vietnam dan banyak negara lagi. Start-nya sama, namun hari ini 15 tahun kemudian Nampak hasilnya berbeda. Dengan segala kemajuannya Malaysia, Thailand, Korea Selatan jauh meninggalkan kita dalam segala aspek. Walaupun pemimpin di negeri ini mengungapkan segala argumentasi jika negara ini terus tumbuh dan berkembang, namun dalam percaturan di negara-negara Asia saja, dengan alasan apapun negara ini jauh tertinggal.

 Apa yang sesungguhnya terjadi. Kebanggaan yang selalu diagung-agungkan negara Indonesia adalah keberhasilan dalam demokrasi. Betul jika dikatakan transisi politik 1998, telah berhasil menumbuhkan demokrasi baru, tatanan dan sistem politik yang baru. Dinamika demokrasi di Indonesia memang luar biasa, setiap tahun ratusan pesta demokrasi terselenggara di berbagai daerah. Percakapan warga tidak lepas membahas politik, dukungan politik dan kekuasaan.

Pesta demokrasi yang tiada putus memberikan sumbangsih pada tidak fokusnya pembangunan negeri ini, karena memang fokusnya adalah politik, ditambah media di Indonesia menjadikan politik sebagai komoditas utama pemberitaan yang memberikan rating tinggi.

Bisa jadi negara lain stagnasi dalam aspek demokrasi, karena hanya menempatkan politik sebagai konsumsi elit, dan tidak semua aspek politik menjadi konsumsi masyarakat. Sehingga masyarakat focus berkontribusi bagi kemajuan bangsanya. Percakapan politik di negeri lain mungkin hanya sekali dua kali saja, dan otomatis berhenti ketika pemimpin sudah terpilih. Sedangkan di Indonesia, percekapan politik tidak ada hentinya, selepas pemilihan Presiden dan DPR/DPRD I,DPRD II bersambung ke Pemilihan Gubernur, bersambung ke Pemilihan Walikota/ Bupati, hingga pemilihan Kepala Desa. Amat wajar jika seluruh energi masyarakat Indonesia terkuras habis oleh urusan politik.

Dalam aspek ekonomi, negara ini sudah habis tergadai. Semua sumber daya alam yang ada sudah dimiliki  bangsa lain. Tak hanya itu, Sumber Daya Alam (SDA) yang telah tereksploitasi juga tidak terehabilitasi, sehingga yang tertinggal hanyalah bencana.

Negara ini tidak memiliki kedaulatan, melainkan hanya mengikuti trend global. Yang sudah pasti, Indonesia adalah konsumen segala produk dunia, mulai dari barang konsumsi, elektronik, fashion hingga gaya hidup. Kecendrungan berikutnya masyarakat kita dibuat kehilangan identitasnya, lupa akar budayanya, lupa dasar mata pencahariannya.

Seolah industrialisasi adalah kunci kemajuan zaman, aneka jenis industri diundang untuk berinvestasi di negeri ini, masyarakat berebut bekerja sebagai buruh di pabrik. Seolah menjadi buruh pabrik merupakan sebuah kelas sosial baru.

Dampaknya luar biasa hebat, tak terhitung lahan pertanian beralih menjadi pabrik-pabrik dan tentunya beralih juga kepemilikan lahan pertanian. Pengerukan pasir laut berlangsung di mana-mana untuk kemudian dibuat pemukiman-pemukiman elit bahkan diantaranya dijual untuk memperluas daratan Singapura. Infrastruktur di bangun di pusat-pusat kota tanpa mengindahkan keseimbangan ruang-ruang kesetabilan alam, yang pada akhirnya menysiakan aneka bencana.

Hal yang paling menghawatirkan atas semuanya adalah perubahan perilaku dan pekerjaan. Anak muda kini  memilih bekrja sebagai buruh dari pada bertani dengan alasan gengsi, berhenti menjad nelayan karena penghasilan tak tentu apalagi mencukupi. Padahal bagaimanapun juga jika menengok sejarah bangsa petani dan nelayan adalah identitas negeri ini.  Kemasyhuran masa lalu negeri ini karena nelayan dan petani, bukan karena yang lain.

Pada saatnya tidak ada lagi generasi yang bisa bertani, dan tidak ada lagi generasi yang bisa menangkap ikan. Hari ini pun mulai terasa, produk pangan kita baik beras, kedelai, dan lainya merupakan produk impor. Bahkan sudah menghiasi pasar tradisional ikan-ikan laut impor. Kehilangan identitas berarti kehilangan segalanya. Kita tidak pernah belajar bagaimana kerasnya bangsa lain menjaga identitas, yang kini menuai hasilnya. Negara Brazil tidak pernah bermimpi menjadi negara indsuri atau IT, melainkan kukuh dan fokus menjaga identitas diri menjadi negara pertanian dan peternakan. Bahkan ini Brazil menjadi negara pengekspor pangan terbesar di dunia. Begitu juga Vietnama, begitu kukuh dan menjaga tradisi pertaniannya, sehingga menjadi negara pengekspor beras terbesar dunia. Begitu juga Thailand, pada mulanya berguru pertanian ke Indonesia, dan kini hampir semua supermarket di negeri ini dihiasi produk pertanian Thailand. Mereka maju karena sukses menjaga identitas mereka dan berhasil melewati transisi.

Sedangkan negara kita sudah hampir 15 tahun terus menerus mengalami transisi tidak jelas apa yang dibangun dan dipertahankan, bahkan identitas telah ditanggalkan. Kelak, dengan penduduk yang terbesar ke-3 di dunia, negara ini akan menjadi negeri pengimpor pangan terbesar di dunia. Tanah yang luas di negeri ini tidak lagi menjadi jaminan bagi berlangsungnya pertanian, karena alih lahan berlangsung luar biasa, kepemilikan sudah beralih pada para pemilik modal. Kita tinggal menikmati menjadi orang asing di kampung sendiri.  Nasib yang tak henti bertransisi. Bukankah sesungguhnya bangsa yang paling maju kelak bukan bangsa yang memiliki banyak SDA, menguasai teknologi, bangsa yang menguasai industry, melainkan bangsa yang menguasai pangan.***

Jejak 2012


posted by rahmatullah on

No comments


Tahun 2013 sudah beranjak 8 hari, dan saya baru mencoba menggambarkan jejak tahun 2012. Menuliskan jejak setiap penggalan tahun  adalah hal penting, agar kita tahu apa yang sudah dicapai tahun sebelumnya, apa yang belum tercapai dan apa yang akan diperbaiki, sehingga tujuan penyempurnaan mimpi tahun-tahun berikutnya bisa terwujud. Harapan menuliskan jejak hanyalah satu, agar senantiasa semakin bersyukur atas anugerah kesempatan, kesehatan dan kemampuan dalam menjalani fase kehidupan.

Tidak semua jejak tahun 2012 saya rekam, hanya beberapa momentum yang lekat dalam ingatan. Tahun 2012 diawali tuntasnya amanah sekolah S2 di Jurusan Kesejahteraan Sosial FISIP UI, berbekal beasiswa Building Professional Worker (BPSW) New York. Target 4 semester tercapai walaupun harus jungkir balik serang-depok, membagi kuadran waktu untuk kuliah, penelitian, menulis, berkantor dan ngajar. Indah memang buah kerja keras walau ditengah jalan nyaris menyerah.

3 Juli 2012, terlahir putra kami Muhammad Aiman Dhiaurrahman, tentangnya saya tuliskan dalam tautan ini http://www.rahmatullah.net/2012/07/muhammad-aiman-dhiaurrahman.html, Aiman adalah oase bagi kami, energi yang senantiasa membarukan, senyum dan kemurahan hatinya senantiasa terpancar, doa saya dan istri untuk buah hati kami hanyalah sederhana “sehat, shaleh, dan murah hati”. Murah hati adalah kunci harapan tebesar bagi anak kami, karena murah hati adalah ciri akhlak mulia. Saya tidak berdoa pada aspek fisik seperti gagah, ganteng, melainkan hanya murah hati, karena akhlak mulialah yang akan mewujud pada kegagahan dan kegantengan seseorang.

Tiga buku atas prakarsa dan dukungan berbagai pihak diterbitkan tahun ini. Dikantor, saya mencoba menggagas menerbitkan buku “Basis Data  Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial” atas bantuan Laboratorium Administrasi Negara FISIP Universitas Sultan Agung Tirtayasa, pada tanggal 12 maret, akhirnya buku yang saya gagas terwujud. Alasannya sederhana, bagaimana sebuah institusi bisa membuat program dan kegiatan optimal, jika basis data tidak ada.  Hamdulillah dalam satu forum Diklat 6 Provinsi, buku tersebut diapresiasi dan menjadi model bagi daerah lain, karena jenis buku itulah yang diharapkan pemerintah pusat.

Buku yang ditulis berikutnya berjudul “Kemitraan CSR: Model Kerjasama Anatara Pemerintah dan Perusahaan Dalam Mengelola CSR”, tentang buku tersebut saya juga tuliskan dalam blog ini: http://www.rahmatullah.net/2012/09/kemitraan-csr-model-kerjasama.html. Buku ini merupakan ekstrak penelitian saya, yang sangat sayang jika hanya terhenti sampai dengan tesis. Buku ini seiring dengan semangat daerah dalam sinergi dan memanfaatkan CSR untuk peningkatan kesejahteraan daerahnya. Tanggal 16 September  draft buku ini selesai, endorsement juga sudah saya dapatkan dari Bapak Edi Suharto, Phd dan Bapak Latofi, namun karena kendala teknis buku ini belum terbit.

Buku ketiga, hadir karena tuntutan ekonomi hehe… Kebetulan Dinas Pendidikan Provinsi Banten mengadakan lomba penulisan buku bahan ajar bagi mahasiswa, bagi yang lolos 20 besar  mendapatkan penghargaan Rp. 8 Juta. Ibarat sangkuriang dalam waktu sepekan saya tuntaskan draft buku berjudul “Konsep dan Aplikasi CSR” setebal 200 halaman, kebetulan cadangan tulisan tentang CSR lumayan banyak. Gayung bersambut Alhamdulillah saya masuk urutan ke-4 dari 20 finalis, dan kabarnya buku tersebut diterbitkan tahun 2013.

Masih terkait urusan tulis menulis, dua artikel saya dimuat dalam jurnal Informasi Kementrian Sosial RI, dan Jurnal Sawala Universitas Serang Raya, tentang kedua tulisan tersebut juga saya tuliskan dalam blog ini: http://www.rahmatullah.net/2012/10/membicarakan-csr-dalam-jurnal.html.

Hal yang tidak terduga tahun ini, saya diundang menghadiri Indonesian CSR Summit 2012 di Hotel Indonesia. Tiba-tiba ada email undangan menghadiri forum tersebut, forum CSR terbesar Indonesia yang dihadiri pegiat CSR, perusahaan nasional dan multi nasional, serta beberapa Pemerintah Daerah. Rupanya tulisan-tulisan tentang CSR dalam blog dan beberapa media menjadi alasan panitia mengundang saya.

Tanggal 17 Desember diundang oleh DPRD Kabupaten Semarang, menjadi narasumber penyusunan Perda CSR. Hamdulillah 3 jam memberikan pandangan kurang dan lebihnya keberadaaa Perda CSR di depan seluruh anggota DPRD Kab. Semarang.

Persis 6 bulan usia Anak kami Aiman, kami hijrah ke rumah sendiri di timur Kota Serabf. InsAllah rumah mungil sederhana yang menjadi “surga kami”. Walaupun ke kamar mandi, dapur, teras hanya selangkah…Kami yakin rumah dari hasil jerih payah, dan keringat akan menghasilkan tak terhitung karya dan keberkahan. Rumah yang menjadi Madrasah kehidupan anak-anak kami.

Tak banyak jejak yang dituliskan karena terbatasnya ingatan. Tentunya belum banyak hal yang dilakukan dalam hitungan 365 hari, tak sebanding antara banyaknya waktu dan ikhtiar. Masih terlalu sering berpangku tangan… Namun, tidak lepas kalimat syukur terucap, dan terimakasih tertutur kepada semua pihak yang telah membukakan langkah khusunya kepada Ibunda juga mertua, Istrinda Siti Nur Ramdaniati, Ananda Aiman, segenap keluarga dan semua pihak yang tak mungkin bisa disebutkan. InsAllah 2013 lebih gigih lagi menyempurnakan ibadah dan amaliah, terlebih setelah menjadi ayah, menjadi cermin laku anak.***

Sketsa