Diberdayakan oleh Blogger.

Ibu Saeni dan Kualitas Kita


posted by rahmatullah on

1 comment



Dalam benak, saya bertanya-tanya apakah Agama Ibu Saeni? Melihat tutup kepala yang dikenakan  beliau sepertinya muslim. Jikapun beliau Muslim, dalam beberapa artikel yang saya baca baik Koran maupun portal berita, tidak ada pertanyaan apakah beliau menjalankan ibadah puasa?. Pertanyaan berikutnya, hal menyangkut kedaruratan apa sehingga beliau harus berjualan pada jam yang melanggar ketentuan Perda?  Saya amat maklum jikalau beliau merasa wajib berjualan karena alasan menanggung biaya anak yang sakit, atau jika tidak buka warung akan kelaparan, atau ada beban hutang yang harus dibayar, jika jatuh tempo akan diusir dari warungnya. Rasanya belum menemukan argumentasi terkait kedaruratan apa? Hal yang baru mengemuka adalah untuk merayakan  lebaran, mungkin butuh biaya untuk mudik ke Tegal. 

Ah ini sangat menyedihkan, urusan agama memang sangat individu sekali, tapi pemahaman terkait kewajiban puasa bukan hal filosofis dan berat-berat amat. Amat sangat sederhana sekali, saya yakin jika Bu Saeni seorang Muslim, beliau akan menjalankan ibadah puasa, dan menjaga betul puasa tersebut untuk dirinya dan orang disekitarnya. Tidak ada kerugian besar jikapun beliau baru membuka warung diatas jam 15.00 hingga waktu sahur, persoalan hanya menggeser waktu saja. Jikalau Ibu merasa keuntungannya berkurang dengan menggeser waktu berjualan, apakah tidak ada jalan lain mencari keberkahan rizki, seperti menjual penganan berbuka, buka lapak di Masjid Agung Serang, membuat kue lebaran, dan seribu cara lainnya. Apakah dalam keyakinan ibu jika tidak membuka warung, tidak akan ada uang masuk. Pada sudul lain, ada seorang tukang es keliling yang pada saat ramadhan stop total berjualan dengan alasan “Masa 11 bulan jualan, gak bisa nabung buat sebulan gak jualan”. Saya yakin tukang es keliling omsetnya tidak sebanyak Ibu Saeni, tapi memiliki hati yang besar dan rasa kepatuhan yang tinggi kepada Tuhannya, sehingga mengosongkan waktunya untuk ibadah ramadhan.

Terkait aspek sosiologis, jikapun Ibu Saeni memiliki dalih menolong orang yang darurat ingin makan. Rasanya jauh jika dikaitkan dengan kondisi lokalitas, darurat semacam apa? Apakah banyak orang sakit, jika itu alasannya warung Bu Saeni bukan di wailayah rumah sakit. Menolong Abang Becak dan Pekerja Kasar, alasan ini bisa mendekati karena dekat dengan Pasar Rau,  tapi mungkin mereka bisa membawa bekal dari rumah atau mungkin berbohong di rumah puasa dan diluar berbuka. Satu hal yang harus diingat bahwa Bu Saeni harus menghormati nilai-nilai lokalitas, dimana kultur Banten Khususnya Serang adalah agamis/ Islamis, sejarah peradaban Islam di Banten adanya di Kota Serang . Sebagai pendatang layaknya beliau menghormati nilai-nilai lokal tersebut.

Kini persoalan  sederhana menjadi keruh, terlihat sangat jika Orang Islam kini hanyalah buih di lauatan,banyak tapi tidak punya wibawa, berserak tapi tidak punya pengaruh. Bu Saeni beragama Islam, begitu juga petugas Satpol PP, Kepala Satpol PP, Walikota Serang, Menagri Tjahyo Kumolo, Presiden Jokowi, dan semua netizen yang terkuras emosi, perhatian dan pikirannya bahkan hingga berseteru di lini masa mayoritas Islam.  Tapi kenapa urusan ini tidak diselesaikan dengan cara Islam sebagaimana Agama yang kita anut, tapi jauh konteks dilarikan ke toleransi, pelanggaran HAM, dan yang kian mengeruhkan adalah siapapun berkomentar, bahkan Ahok pake ditanya, yang tentunya semua jauh panggang dari api. Padahal kalau sudah riuh dan berseteru walau hanya di media sosial bagaimana pahala puasa kita kawan?

Sesugguhnya ini hanya persoalan akhlak dalam bungkus penegakan perda. Jikalau Satpol PP datang dengan cara yang baik, diingatkan, dinasihati, mengikut sertakan ustad, atau kiai setempat untuk mentausiahi warganya, dan atas panggilan ketaatan ber-Islam saya berkeyakinan Ibu Saeni akan berbesar hati menggeser waktu buka warungnya. Dengan Akhlak mulia baik Satpol PP maupun Ibu Saeni akan menunjukkan sebagai penganut Islam yang baik dan taat. Sederhana bukan?

Tengok kini, polemik kian menjadi bola liar, dan siapapun bisa mengambil kesempatan untuk memperkeruh, bahkan memperuncing persolan dan yang dirugikan bukan Bu Saeni Semata, Bukan Satpol PP dan Kepalanya, Bukan juga Pak Walikota, Bukan Pak Tjahyo Kumolo apalagi Pak Jokowi, tapi kita Umat Islam. Banyak pihak yang tertawa dengan kasus ini, bahkan girang bertepuk tangan, mereka sesunguhnya sedang melakukan TEST THE WATER, memancing reaksi Umat ISlam “ Oh Rupanya hanya segini kualitas umat Islam Indonesia”. Sekedar banyak tapi pecah, egois, individualis dan gampang terukur kualitas ketataatan berislamnya oleh pihak lain. 

Satu hikmah yang bisa kita ambil yakni jadilah kita Muslim Paripurna, menajalankan Islam sesuai dengan Al-Quran dan Al-Hadist. Itu saja****

Foto:http://regional.kompas.com/read/2016/06/11/20020531/saeni.sempat.sakit.dan.terpaksa.berutang.setelah.makanannya.disita.satpol.pp

1 comment

Leave a Reply

Sketsa